"Menikahlah dengan suamiku, lahirkan keturunannya, setelah itu kamu bisa pergi dengan tenang, atau menikah lagi. Dengan begitu ayahmu bisa selamat dan juga hutangnya akan aku atasi. Dengan syarat, jangan sampai ada cinta diantara kalian." Zehra ingin menolak tawaran dari seorang istri yang menurutnya gila. Namun, keadaan mengharuskannya menjadi istri ke dua yang hanya ditugaskan untuk melahirkan keturunan pria dewasa bernama Jovan. Pria dewasa yang usianya terpaut 15 tahun dengan gadis itu. Awalnya Zehra sangat tidak nyaman karena perbedaan usia itu. Namun, siapa sangka perlakuan manis juga sikap baik penuh cinta seorang Jovan ternyata begitu membekas di hati Zehra. Gadis berusia 20 tahun itu nyatanya jatuh cinta pada kedewasaan Jovan. Bagaimana dengan perjanjian kontraknya dengan Laura, istri dari Jovan? Akankah Zehra mengatakan yang sebenarnya tentang hatinya pada Jovan? Atau mundur dan pergi membawa sejuta duka dan cinta selama bersama Jovan?
Lihat lebih banyakSuara burung berkicau terdengar jelas di telinga Zehra. Perlahan, Zehra mengerjapkan matanya. Dengan segera Zehra beranjak dari baringannya lalu mengedarkan pandangannya mencari sosok pria yang semalam bersamanya. Namun, nyatanya Jovan sudah tidak ada karena jam sudah menunjukkan pukul setengah sembilan pagi. "Astaghfirullah, kenapa aku sampai ke siangan seperti ini, sih?" Zehra mengingat-ingat kejadian hangat tadi malam. Jovan jarang bermalam di tempat tidur Zehra, sebab Laura selalu saja mengganggu mereka. Untuk itu, Zehra begitu bahagia saat Jovan bisa bermalam dengannya. Bibir Zehra tidak luput dari senyuman saat teringat kisah manis semalam, bahkan Jovan kembali menyentuhnya di akhir pagi. Zehra tidak menolak, Zehra justru sangat senang karena dirinya memang mencintai pria dewasa itu. "Terima kasih, Om. Terima kasih atas malam indahnya. Walau sebentar lagi semua itu akan berakhir, tapi sekarang aku bahagia." Zehra mengusap perutnya yang tak bosan-bosan Jovan kecup semala
"Bi, sebenarnya Jovan dan Laura ke mana? Ko mereka belum pulang juga?" Elvira sedikit bingung karena hampir larut malam, Laura dan Jovan belum pulang. "Em, saya tidak tahu, Nyonya." Beti menghela napasnya dalam, karena bingung harus mengatakan apa pada Elvira. Tanpa Beti sadari, kecemasannya membuat Elvira curiga jika Beti menyimpan sesuatu darinya. "Bi, kamu sudah lama bekerja dengan Jovan, bukan? Kamu juga tahu bagaimana aku menganggapmu seperti keluarga, bukan?" Beti meremas jari-jarinya karena sadar arti ucapan Elvira. Beti tahu bagaimana baiknya Elvira tidak hanya padanya, tapi juga pada keluarga Beti. Namun, Beti tidak mungkin mengatakan apa yang terjadi pada rumah tangga Jovan. Sebab, Beti sudah berjanji pada Jovan dan Laura untuk tidak mengatakan apapun pada Elvira. "Nyonya, maafkan saya. Tapi saya tidak bisa mengatakan apapun pada Anda. Nyonya tahu sendiri siapa saya, juga bagaimana Nyonya Laura jika sampai saya melanggar aturannya." Elvira memalingkan wajahnya
Jovan tak banyak bicara dan hanya langsung membersihkan diri tanpa ingin mengatakan apapun pada Laura. Tentu saja membuat Laura semakin yakin jika Jovan pun memiliki perasaan lain pada Zehra. Laura tidak akan membiarkan Zehra menempati posisinya karena jika itu terjadi, reputasinya mungkin tidak akan sebagus sekarang, menantu kesayangan dari pemilik perusahaan besar, Royal Company group. "Kamu lihat saja, Zehra. Aku tidak akan tinggal diam dan membiarkan kamu menempati posisi di hati suamiku." Laura berdecak kesal karena satu pesan yang mengharuskan dirinya segera pergi. "Kenapa harus sekarang, sih? Jika aku pergi, Jovan pasti kecewa dan aku yakin dia pasti menemui Zehra lagi." Handphone Laura akhirnya berdering karena mungkin pesan yang tidak kunjung di balas wanita seksi itu. "Iya, iya. Aku berangkat sekarang!" Jovan menatap Laura yang sudah menatapnya setelah menutup panggilan teleponnya dengan emosi. Terlihat helaan napas kasar dari pria bertubuh tinggi besar itu. Laura in
"Om, kok Om di sini?" Jovan tersenyum manis mendengar pertanyaan yang selalu terlontar dari istri mudanya. Dan pertanyaan itu seolah Zehra sadar diri jika dirinya bukan pemilik Jovan seutuhnya. Entah mengapa hati pria dewasa itu semakin tersentuh oleh kedewasaan Zehra. "Aku merindukanmu, Zehra." Zehra menatap Jovan begitu dalam. Begitu bahagia hati Zehra mendengar ucapan Jovan yang mengatakan jika pria itu merindukannya. Namun, Zehra tidak ingin terlalu ke geeran karena biasanya Jovan memang bilang seperti itu, tapi nyatanya cinta pria itu hanya untuk Laura, istrinya. "Tapi bukankah seharusnya Om masih di kantor?" Jovan meraih pinggang Zehra, lalu menarik tubuhnya hingga wajah mereka begitu dekat. "Sudah kukatakan aku merindukanmu, Zehra." "Tapi--" Zehra tak bisa lagi mengatakan apapun karena Jovan sudah menempelkan bibirnya pada bibir tipis Zehra. Jovan terus mendalami apa yang dilakukannya pada benda seksi itu. Pria itu memang begitu tergoda akan tubuh Zehra yan
"Keadaan bayinya sangat sehat ya, Nyonya, Tuan. Bayinya juga sudah memasuki trimester akhir dan semuanya dinyatakan bagus." Jovan tersenyum bahagia mendengar penuturan sang dokter. "Terima kasih banyak, Dokter." Jovan menoleh pada Zehra, lalu meraba perut buncit itu dengan sangat bahagia. Sayang, Jovan tidak bisa mendapatkan kebahagiaan itu dari Laura, wanita yang dicintainya. Padahal Jovan berharap jika Laura lah yang mengandung anaknya. Namun, nyatanya Laura lebih mengkhawatirkan keadaan tubuhnya jika harus mengandung anaknya daripada membahagiakan dirinya. "Zehra, terima kasih karena kamu sudah menjaga anakku dengan baik." "Sama-sama, Om. Dia juga anakku, Om." Zehra mengusap lembut perutnya, namun, sedetik kemudian Zehra menghentikan usapan itu saat sadar apa yang akan terjadi padanya nanti. Jovan pun menatap Zehra dengan sendu. Pria dewasa itu tahu jika sebenarnya Zehra tidak rela jika nanti harus merelakan anaknya pada Laura. Jovan sangat mengerti bagaimana perasaan
Jovan semakin membuat Zehra mengeluarkan suara indah memabukkan itu dengan sentuhan yang semakin liar pada bagian tubuh Zehra yang lain. Sungguh Zehra semakin jatuh cinta pada pria dewasa itu. Selain perhatiannya, Jovan juga begitu pandai membuatnya terbuai dalam surga dunia yang diciptakannya. Sejenak pikiran Zehra gamang membayangkan bagaimana nanti dirinya harus melepaskan pria seperti Jovan. Ingin sekali Zehra egois. Namun, Zehra sadar diri karena Jovan pun tidak mencintainya dan hanya melakukan kewajibannya sebagai seorang suami pada Zehra. Walau Jovan dan Zehra hanya menikah kontrak, tapi Jovan memang selalu bersikap adil pada kedua istrinya. "Terima kasih, Zehra. Terima kasih karena kamu sudah membuat pagiku indah," ucap Jovan dengan mengecupi wajah Zehra. "Tolong bangunkan aku di jam 10 nanti, karena jam siang ini aku ada meeting." Zehra hanya mengangguk mengiyakan, setelah itu Zehra melihat Jovan terlelap setelah melepaskan hormon lelahnya. Pandangan Zehra belum teralih
"Berani kamu melanggar perjanjian kita, Zehra!" "Laura!" Jovan menahan tangan Laura yang hendak menampar Zehra. "Apa yang kamu lakukan?" Laura menurunkan kepalan tangannya. Untuk mengatakan jika Zehra mencintai Jovan, Laura yakin itu bukan yang terbaik. Laura malah takut jika Jovan pun memiliki perasaan yang sama dan akan berakibat fatal jika tahu Zehra pun mencintai Jovan. Laura memilih pergi dari villa itu untuk menetralkan emosinya. Jovan menoleh pada Zehra yang terdiam merutuki kecerobohannya karena sampai Laura tahu apa yang dirasakannya. "Zehra, kamu baik-baik saja?" Zehra menepis tangan Jovan yang hendak menyeka air matanya. Zehra tidak ingin perasaannya pada Jovan semakin dalam karena perhatian pria itu padanya. Sebab, semua itu hanya akan membuat hatinya sakit. Walau pada kenyataannya, Zehra tidak akan bisa terus menghindar dari Jovan. "Zehra, ada apa?" Jovan menatap Zehra bingung karena Zehra tidak seperti biasanya. Zehra tersenyum kecut melihat Jovan yang
"Om, sebaiknya Om cepat ke kamar Nyonya Laura. Aku takut Nyonya Elvira atau Nyonya Laura datang ke sini." Jovan menatap Zehra begitu sendu. "Kamu yakin tidak apa-apa?" Zehra menunduk bingung. Sejujurnya hatinya terus gelisah jika harus seperti itu. Zehra tidak bisa hidup tenang dengan keberadaan Laura atau pun Elvira. "Om, aku rasa sebaiknya aku tidak tinggal di sini. Apalagi Nyonya Elvira mau ke sini terus. Hubungan kita bisa saja tercium oleh Nyonya Elvira nanti, bukan?" Jovan menatap Zehra sejenak. "Kamu benar, Zehra. Aku akan bicarakan ini pada Laura nanti. Sekarang kamu tidurlah." Zehra tersenyum getir merasakan perhatian dari Jovan. Perhatian yang seharusnya tidak membuatnya nyaman. Sebab, kenyamanan itu hanya akan membuatnya semakin sakit hati. "Iya, Om. Terima kasih." Jovan mengelus perut Zehra, lalu membungkukkan tubuhnya mengecup perut itu. "Daddy mohon kamu baik-baik ya di sana. Jangan buat Mommy mu sakit." Zehra menghela napasnya panjang menetralkan
Laura semakin tidak suka karena Elvira malah perhatian pada Zehra. "Aku tidak rela suamiku terus bersamanya, Mommy El juga kenapa harus perhatian seperti itu sih?" Laura terus bergerutu dalam hatinya. "Jika menunggu Zehra melahirkan, kelamaan. Aku harus mencari cara untuk menyingkirkan bayi itu." "Bagaimana, enak? Apa masih mual?" Zehra tersenyum senang penuh arti pada Elvira. "Nyonya, ini enak sekali. Terima kasih banyak, Nyonya. Perutku sudah tidak terasa mual." Elvira menoleh pada Beti, lalu kembali pada Zehra. "Sebelumnya saya minta maaf, apa kamu ... punya suami?" Jantung Zehra kembali berdetak tak karuan. "Punya, Nyonya. Tapi dia kerja dan tidak bisa pulang kapan saja. Jadi saya ikut Bi Beti dulu karena tidak punya keluarga lagi." "Saya sudah izin sama Nyonya Laura juga Tuan Jovan, Nyonya," sahut Beti. Elvira mengangguk mengerti. "Baiklah, aku hanya berpikir suami mana yang begitu kejam membiarkan istrinya menderita sendiri. Aku masih ingat dulu saat aku hamil Jovan,
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.