Share

MOAM# 02. Kamu hanya istri kontrak!

"Kita ke rumah sakit? Siapa yang sakit, Sayang?"

Laura tak menghiraukan pertanyaan dari Jovan. Wajahnya begitu bahagia saat Zehra mengatakan bersedia melakukan perjanjian gila dengannya. Laura langsung membawa Jovan menemui Zehra agar apa yang direncanakan cepat terkabul.

"Duduk, Sayang," ucap Laura pada Jovan dengan senyum cerianya. "Ini Zehra. Jadi, aku ...."

Jovan begitu marah mendengar ucapan demi ucapan dari mulut Laura. "Kamu gila, Laura!" sentak Jovan, membuat Zehra pun meremas jari-jarinya karena takut mendengar sentakan itu, apalagi saat Jovan menolaknya dengan jelas. "Aku tidak akan pernah melakukannya, Laura.

Laura mencekal tangan Jovan untuk menghentikan langkah pria itu. "Honey, tunggu!"

Jovan menatap Laura begitu tajam. "Kamu gila, Laura. Kamu lebih rela suamimu menikah lagi daripada kamu merelakan pekerjaanmu dan mengabulkan keinginanku? Kamu tidak mencintaiku, La. Cintamu hanya sebatas ucapan saja!"

Laura memeluk Jovan dari belakang saat sang suami hendak kembali pergi. "Justru karena aku terlalu mencintaimu, Jo. Aku tidak mau kehilanganmu. Aku mohon, Honey. Aku melakukan ini karena aku terlalu mencintaimu. Aku bisa saja pergi meninggalkanmu, bukan? Tapi aku tidak melakukannya karena aku mencintaimu."

Laura masih memeluk Jovan. "Atau jangan-jangan memang kamu yang sudah tidak mencintaiku, Jo?"

Jovan memejamkan matanya karena sang istri selalu bisa memutar balikkan fakta. Zehra sendiri hanya bisa terdiam menyaksikan bagaimana ungkapan cinta dari sepasang suami istri itu. Entah apa sebenarnya kekurangan sepasang suami istri itu, karena Zehra merasa tidak melihat sedikitpun kekurangan dari keduanya, kecuali hanya Laura yang tidak ingin mengandung.

"Katakan padaku, apa kamu sudah tidak mencintaiku, Jo?" tanya Laura lagi yang kini sudah melonggarkan pelukannya pada Jovan. "Kamu tahu bukan, bagaimana Mommy terus memojokkan aku karena aku belum juga hamil? Aku mencintaimu, Honey. Tapi kamu juga tahu arti karir ini untukku, bukan?"

Laura sedikit mendorong tubuh Jovan, lalu merangkul tangannya. "Honey, pernikahan ini hanya pernikahan kontrak agar kamu bisa memiliki keturunan dari darah dagingmu. Setelah Zehra melahirkan bayi itu, kalian bercerai dan hidup kita akan semakin bahagia karena keinginanmu tercapai dan aku tetap pada karirku."

Laura menoleh pada Zehra yang hanya masih menunduk. Ditariknya kembali tangan Jovan agar mau duduk dan mendengarkan tujuannya. Tatapan Jovan pun kini tertuju pada Zehra.

"Kamu masih muda, apa yang bisa kamu harapkan dari perjanjian konyol ini?"

Zehra menarik nafasnya dalam tanpa ingin menatap wajah Jovan. "Aku butuh uang, Tuan. Daddy ku harus segera melakukan operasi donor jantung. Jika tidak, maka nyawanya ...."

Jovan ikut menarik napas walau Zehra tidak melanjutkan ucapannya. "Siapa namamu?"

"Namanya Zehra, Honey," sahut Laura yang kini sudah sumringah lagi karena yakin Jovan sudah menyetujui keinginannya. "Daddynya jatuh sakit karena tekanan dari berbagai pihak. Dia putri Altan."

Jovan sedikit terbelalak mengetahui siapa gadis yang ada di depannya. "Kamu putri Altan?"

Zehra menyeka air mata yang kembali tiba-tiba mengalir ketika mengingat keadaan sang ayah. "Ya, apa Anda pun jijik padaku, Tuan? Seperti halnya semua orang termasuk saudara-saudara Daddy dan Mommynya yang langsung pergi meninggalkan kami karena kasus yang Daddy hadapi?"

Rahang Jovan mengeras mendengar penuturan pilu dari Zehra. Pria itu pun menoleh pada Laura, lalu kembali menatap Zehra. Rasa iba itu begitu Jovan rasakan karena tahu bagaimana kelanjutan kasus Altan yang memang rumit.

"Apa kamu tidak memikirkan masa depanmu? Kamu nanti--"

"Anda tidak perlu memikirkan masa depanku, Tuan. Aku sudah siap dengan segala konsekuensinya yang terpenting bagiku adalah, nyawa Daddy."

Tidak ada yang ingin Jovan katakan karena Jovan bisa mengerti apa yang dirasakan gadis muda itu. "Aku hanya kasihan padamu. Kamu masih muda."

"Jadi, bagaimana? Kamu setuju, Honey?"

Jovan ingin sekali menolak keinginan Laura. Jovan masih menimbang nasib Zehra nanti setelah melahirkan anaknya. Zehra akan jadi janda dan harus merelakan anaknya pada Laura. Akan tetapi, tidak Jovan pungkiri jika dirinya ingin sekali memiliki anak yang tidak bisa diberikan Laura karena karirnya.

"Zehra, kamu yakin dengan keputusanmu? Kamu harus rela melepaskan anakmu pada istriku nanti."

Zehra tak langsung menyahuti pertanyaan dari pria dewasa itu. Sebab, hatinya pun telah bertanya pada dirinya sendiri. Akankah Zehra rela memberikan anak yang dikandungnya pada Laura? Lalu, bagaimana nanti nasibnya sebagai janda? Jika untuk tidak jatuh cinta pada Jovan, mungkin masih bisa Zehra tangani, tapi merelakan anaknya pada Laura?

"Insya Allah aku siap dengan semua itu, Tuan. Asal Daddy bisa kembali sembuh dan hutang-hutang Daddy selesai."

Setelah semua orang setuju dengan semua persyaratannya, Jovan dan Laura pun mengurus segala urusan Altan. Tak ada yang ingin dilakukan Zehra selain bahagia karena akhirnya sang daddy bisa diselamatkan. Dan itu artinya sebentar lagi Zehra akan menjadi istri kedua dengan pernikahan di atas kertas.

Mereka juga melakukan beberapa perundingan, Jovan tidak bisa berbuat apa-apa selain mengikuti keinginan sang istri. Pernikahan Jovan dengan Zehra pun akhirnya terlaksana. Pernikahan mereka hanya dihadiri oleh orang-orang penting dan orang terdekat Jovan saja. Bahkan, wali nikah Zehra dialihkan pada wali hakim sebab keadaan Altan yang belum memungkinkan.

"Zehra, malam ini kamu ikut kami pulang. Besok kamu boleh kembali ke rumah sakit," ujar Laura setelah Jovan dan Zehra sudah sah menjadi suami istri.

Zehra menoleh pada Jovan, lalu pada Laura. "Apa aku akan tinggal bersama kalian? Maksudku, aku tidak mau hidup seatap dalam dua keluarga. Aku tidak ingin membuat hubungan kita begitu canggung dan tertekan, Nyonya."

Mendengar ucapan Zehra, Laura sedikit marah. "Apa maksudmu, Zehra? Kamu tidak ingin tinggal bersama kami? Jangan mengada-ada kamu!"

Zehra menoleh pada Jovan yang masih diam tak menolak juga tak menyetujui permintaannya. "Aku minta maaf, Tuan. Aku rasa agar pikiranku tetap waras, aku tidak bisa hidup seatap dengan istri pertama Anda. Aku sadar akan statusku, tapi aku tidak ingin ada hati yang tersakiti baik aku maupun Nyonya Laura."

Laura hendak kembali menolak keinginan Zehra, tapi Jovan menghentikannya dengan menyetujui ucapan Zehra. "Kamu benar, Zehra. Kalian memang tidak bisa hidup satu atap."

Laura menggelengkan kepalanya tidak menyetujui. "Jo, apa maksudmu? Kamu tidak ingin aku tahu apa yang kalian lakukan di belakangku? Ini tidak mungkin, Jo. Kamu suamiku dan aku berhak tahu apa yang kamu lakukan dengan Zehra."

Zehra memejamkan matanya semakin gila mendengar ucapan wanita itu. Dia yang meminta suaminya menikah lagi, tapi dia juga tidak rela jika suaminya hidup dengan istrinya yang lain. Sungguh Zehra tidak percaya jika ada istri seperti Laura di dunia ini.

"Tapi, Nyo--"

"Tidak, Zehra! Kamu hanya istri kontrak bagi suamiku, jadi kamu harus tahu batasanmu!"

Zehra meremas jari-jarinya mendengar ucapan penuh penegasan itu. "Ya Robb, baru segini saja rasanya begitu sakit. Bagaimana mungkin aku ...." Zehra tak sanggup meneruskan gumamannya karena semua itu terlalu menyesakkan, walau nyatanya Zehra tidak akan bisa lari dari hal menyesakkan itu.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status