Share

MOAM# 05. Aku kesepian

Zehra mengerjapkan matanya mendengar suara adzan berkumandang dari sudut kompleks rumah mewah milik Jovan. Karena sudah terbiasa bangun pagi, Zehra pun segera beranjak untuk membersihkan diri dan melaksanakan kewajibannya sebagai seorang muslim. Gadis itu tak hentinya mengucap syukur melihat kabar dari sang mommy tentang keadaan Altan yang katanya sudah sadar.

"Alhamdulillah, terima kasih ya Robb." Zehra kembali bersujud terlalu haru mendengar kabar Altan.

Zehra bahkan sudah melupakan rasa sakit yang kemaren dirasakannya. Bagi gadis berbulu mata lentik itu, keselamatan sang daddy membuatnya lupa akan kesakitan itu. Zehra pun tidak sia-sia merelakan dirinya sebagai istri kontrak Jovan karena kini kondisi sang Daddy sudah semakin membaik.

Setelah mengucapkan berbagai syukur, Zehra kaluar kamarnya menuju menuju dapur. "Bibi, apa ada yang bisa aku bantu?"

"Nyonya, Nyonya sudah bangun pagi-pagi begini?"

Zahra tersenyum tipis pada wanita paruh baya itu. "Saya sudah terbiasa bangun jam segini, Bi. Lagipula ini kan sudah siang."

Wanita itu pun tersenyum pada Zehra. "Nyonya mau saya bikinin minum?" Wanita itu mengulurkan tangannya pada gadis yang memakai pashmina itu. "Oh iya, nama saya Rosa, Nyonya. Anda bisa memanggil saya Ros atau Rosa."

Zehra kembali tersenyum mendengar ucapan wanita itu. "Terima kasih, Bibi Rosa. Saya Zehra."

Zehra kembali lega karena nyatanya orang-orang di rumah itu menerimanya baik. "Bibi, apa Bibi sudah lama kerja di sini?"

"Lumayan sih, Nyonya. Sejak Tuan Jovan menikah dengan Nyonya Laura."

Zehra mengangguk mengerti. Gadis itu menoleh pada arah kamar Jovan dan Laura yang berada di lantai atas. Lamunan Zehra pun terhenti mendengar teriakkan dari Jovan pada Laura.

"Berhenti, Laura!"

Nampak Laura pun sedikit berlari keluar kamarnya dan tidak menghiraukan teriakkan suaminya. Zehra menoleh pada arah Rosa yang juga terdiam menatap apa yang terjadi dengan Jovan dan Laura. Tentu Zehra yakin jika Rosa pasti tahu bagaimana kehidupan rumah tangga Jovan dan Laura selama ini.

"Tuan Jovan terlalu mencintai Nyonya Laura, sehingga apapun kesalahan yang dilakukan oleh Nyonya Laura, pasti Tuan Jovan maafkan."

Zehra menghela napasnya dalam. Sedikit sesak mendengar ucapan Rosa yang mengatakan bagaimana suaminya begitu mencintai istri pertamanya. Dengan cepat, Zehra sadar diri siapa dirinya yang tidak boleh memiliki perasaan itu.

"Bi, apa kebiasaan Tuan Jovan di pagi hari? Maksud saya, apa dia suka minum teh, atau kopi, gitu?"

"Tuan sebentar lagi akan turun untuk sarapan karena sebentar lagi harus pergi ke kantor, Nyonya. Jika Nyonya mau, Nyonya bisa menyiapkan sarapan untuk Tuan."

"Baiklah, Bi."

Tak lama, Jovan pun turun dengan raut marah. Namun, melihat Zehra, Jovan terlihat menghela napasnya dan menepis amarah itu. Zehra pun tersenyum tipis walau ragu.

"Tuan saya siapkan sarapannya, ya."

Jovan terdiam sejenak. "Jangan panggil aku Tuan, Zehra. Aku bukan tuanmu, aku suamimu."

Zehra menatap Jovan bingung. "Tapi--"

"Apa kamu juga ingin menjadi istri pembangkang, Zehra?" Jovan menatap Zehra dengan tajam, sedetik kemudian Jovan memalingkan wajahnya. "Maaf, saya tidak bermaksud memarahimu, Zehra."

Zehra mengangguki ucapan Jovan pada akhirnya. "Tidak apa-apa, Om suami. Eh, kok om suami, sih?"

Jovan mengerutkan keningnya mendengar panggilan Zehra. Sedetik kemudian Jovan terdengar tertawa kecil mendengar panggilan itulah. Jovan mengerti jika mungkin karena usianya dengan Zehra terpaut jauh, sehingga Zehra masih ragu.

"Duduklah, Zehra. Temani aku sarapan." Jovan menarik tangan Zehra untuk duduk di sampingnya.

Tak ada suara yang keluar dari mulut mereka. Hanya ada suara sentuhan sendok dan garpu dari piring mereka. Zehra sendiri masih gugup harus sarapan pertama kalinya bersama Jovan.

"Hari ini aku tidak masuk kantor, apa kamu mau menjenguk daddymu?"

Zehra tersenyum lebar mendengar pertanyaan Jovan. "Apa boleh, Om suami?"

Lagi, Jovan terdiam mendengar panggilan Zehra. "Kalau kamu tidak nyaman, kamu boleh memanggilku om saja, Zehra. Tidak usah doble-doble seperti itu."

Zehra pun tersenyum malu. "Maaf, Om."

Setelah sarapan, Jovan membawa Zehra menjenguk sang daddy. Zehra begitu bahagia karena Altan akhirnya sadar. Walau awalnya Altan sangat sedih, pada akhirnya Altan sadar bagaimana putrinya berjuang untuk menyelamatkan dirinya.

"Tuan, saya titip putri saya," ujar Altan, yang langsung diangguki oleh Jovan.

Zehra memeluk tubuh sang Daddy dengan deraian air mata haru. "Daddy, cepatlah sembuh. Jangan pikirkan apapun selain kesehatan, Daddy. Aku mencintaimu."

Tidak banyak hal yang Zehra lakukan di rumah sakit selain hanya melihat keadaan Altan dan memastikan jika Jovan dan Laura memberikan perawatan terbaik untuk sang daddy. Sesampainya di rumah, Zehra kembali ke kamarnya. Namun, Zehra terkejut mendengar suara barang pecah dari kamar Jovan. Zehra takut terjadi sesuatu pada Jovan yang masih dalam keadaan marah pada Laura.

"Astaghfirullah, ada apa, ya?"

Walau ragu, Zehra melangkahkan kakinya menuju kamar itu. Zehra terkejut karena tangan pria yang berstatus suaminya itu berlumuran darah. Dengan segera Zehra menghampiri Jovan.

"Astaghfirullah, apa yang terjadi, Om?" Zehra mencium aroma alkohol dari mulut Jovan yang saat ini tengah menatap kosong ke arah lain. "Om, kenapa harus seperti ini, sih?"

Zehra hendak beranjak mengambil alat untuk membersihkan luka Jovan, namun, Jovan menarik tangannya. "Tetaplah di sini, Zehra."

Zehra bingung sekaligus takut, sebab, tatapan Jovan tidak biasa. "Tapi, Om--"

Zehra terkejut karena tubuhnya ditarik oleh pria dewasa itu ke dalam dekapannya. "Aku selalu kesepian, Zehra. Istriku selalu lebih memilih pekerjaannya, apa aku memang semedihkan itu?"

Zehra mendorong tubuh Jovan. "Om, jangan seperti ini."

Jovan kembali menarik tubuh Zehra. "Kenapa? Kamu istriku, bukan? Kamu bersedia mengandung dan melahirkan anakku, bukan seperti?"

Dada Zehra kembang kempis menahan gejolak bingung serta takut yang menjadi satu. "Om, aku ...."

Zehra tidak bisa melanjutkan ucapannya karena bibir Jovan sudah menempel pada bibirnya. Ingin sekali Zehra menolak. Namun, Zehra sadar jika dirinya memang milik Jovan saat ini dan pria itu berkah melakukan apapun padanya termasuk jika Jovan ingin menyentuhnya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status