Pada senjang waktu yang sudah di tetapkan, hari itu adalah hari dimana para rentenir datang untuk mengambil alih tanah beserta rumah Daffa Ardiansyah, jika pria itu tidak dapat melunasi hutangnya.Wajahnya sangat bersinar bak matahari terbit, karena Daffa Ardiansyah sampai hari ini tidak memberi kabar akan melunasi hutang-hutangnya, berarti dalam artian ia tidak bisa membayar. Ia siap mengantongi surat kepemilikan rumah beserta tanahnya. Ini adalah tujuan utama para rentenir memberi bantuan pinjaman dengan bunga yang mencekik. Tepat pukul 07.00 pagi dua orang bertubuh kekar bersama satu pria yang tubuhnya di bawah tinggi dua pria yang mengapitnya menggedor pintu utama kediaman Daffa. Pria dengan setelan jas berwarna hitam dengan dasi kotak biru, sesekali menggelintir kumis tipisnya yang panjang dengan ujung melengkung.Ia melipat tangan di dada dengan perasaan gembira, sambil menunggu pintu terbuka. Setelah beberapa menit lamanya, pintu berukiran itu tidak kunjung terbuka. Membuat
Hari itu, William berniat pergi ke penjara mengunjungi Luna. Meski ia masih merasa itu adalah Nilam.Angel yang mengetahui William hendak menemui Nilam, segera berlari mengejarnya. "Papa ... Angel mau ikut papa ... Boleh ya, Pa?" pinta Angel memelas. Ia terlihat sekali merindukan ibunya.'Andaikan kau tahu. Jika Mama Nilam sudah tiada ...' "Papa kenapa diam? Angel ikut ya ..." William duduk dan berjongkok. Mencium pipi kanan dan kiri lalu mengusapnya pelan."Papa pergi ke kantor, mungkin setelah pulang kerja nanti. Papa akan menemui Mama Nilam," kata William menjelaskan."Ya ... Angel sudah sangat rindu Mama. Kenapa masih harus menunggu sore. Apa tidak bisa bertemu mama sekarang?" Angel memaksa. Ia mulai merengek."Tidak bisa, Mama sedang kerja. Jadi nunggu pulang dulu ya ..." tolak Willy halus.Terpaksa Angel mengangguk. Ia mau menjadi anak baik. Ia tahu, jika Papanya mengatakan nanti, maka ia akan menepati janjinya."Baik, Pa."*****Saat di kantor perusahaan Bhaskara ...Hari
"Aku sudah menggilai Anda, Pak!" kata Tiara membuat Willy terkejut.Disaat yang tidak tepat ia berani mengatakan hal itu. Ia seperti seorang wanita yang tidak memiliki harga diri saja."Kamu memang sudah gila! Kau tidak waras Tiara! Kau tahu aku sedang membutuhkan teman untuk berbagi. Kamu malah mengatakan hal tidak jelas. Keluar kamu Tiara!" ancam Willy. Ia menunjuk pintu. Memberi isyarat untuk dia agar segera keluar dari ruang kerjanya.Tiara berdiri dan mendekati Willy. Ia mengelus pipi Willy dengan berani. William yang merasa pusing, segera ia menyingkirkan tangan mulus Tiara. "Wanita kurang ajar kamu Tiara!" umpat William.Tiara tersenyum seperti tidak bersalah. Ia melangkahkan kaki meninggalkan William. Saat ia membuka pintu, ia masih menyempatkan menoleh Willy. Pria itu membulatkan kedua bola mata, seakan mengancamnya.Setelah William sudah tak lagi melihat wanita itu, ia membanting tubuhnya di atas kursi kerja miliknya.Ia memutar ke kanan ke kiri, seperti yang di lakukan
William melihat mereka dengan pilu. Hatinya terasa tertusuk. Dua telinganya tak mampu untuk mendengar pembicaraan memilukan mereka.Kedua kakinya terpaksa melangkah meninggalkan ruangan itu. Sesekali kedua ekor matanya melirik ke arah mereka. Hingga tanpa sadar bulir air mata terjatuh jua di pelupuk mata. Tanpa sengetahuan ketiganya ia menyeka pelan.Sementara Angel masih dalam pelukan Luna. Ia memeluk tubuh Luna dengan erat sekali. Tidak ingin melepaskan. Jemarinya yang lentik, membelai rambut Angel hingga ujung. Kedua tangannya lalu mendekap tubuh Angel. Bibirnya berat untuk terbuka. Jika tidak ada Anita disana, ia akan mengungkap kan perasaan rindu dan sayangnya pada Angel sekarang. Tapi, disana ada Anita. Luna tidak ingin dinilai oleh mereka merusak kehidupan mereka kembali oleh kedatangannya."Sayang ... Setelah ini kamu pulang ya," ajak Anita. Ia juga memperlakukan sama pada Luna. "Maafkan saya Bu Anita.""Kenapa kamu panggil saya ibu? Saya ini orang tua kandung kamu," ucap
"Mas Willy?" sapanya lirih. Saat kedua matanya membulat tak percaya. Dua polisi mengantarkan Luna sampai didepan kursi ruang tunggu dimana Willy menunggunya."Silahkan Ibu Nilam, Anda bebas." ucap salah satu pria berseragam lengkap tersebut."Bagaimana bisa mereka bisa berubah, memanggilku dengan sebutan Nilam? Apa yang sebenarnya terjadi." Wanita yang tidak lagi memakai baju tahanan berwarna biru itu berjalan pelan dan duduk di hadapan Willy."Sayang!" sapa Willy, ia berdiri dan memeluk tubuh Luna erat.Sementara Luna diam membatu. Ia tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi. Kenapa dia berubah? Dan sayang? Sapaan itu mengingatkannya pada saat ia menjadi istri William.William melepas pelukannya, ia memegang pipi Luna seraya mengatakan, "Sayang ... Maafkan aku ya? Aku akan menebus kesalahanku selama ini. Kamu mau kan maafkan aku?" Luna masih tidak mengerti. Apa maksud dari ucapannya.Pria itu menunggu Luna membuka mulutnya, menunggu ia bicara kembali. "Kenapa kamu diam? Apa kamu sa
"Kenapa mereka lama sekali. Bisa tidak mereka bekerja lebih cepat! Jika bekerja lama seperti ini, apakah mereka bisa menjamin keselamatan pasiennya? Benar-benar tidak kompeten!" William berdiri tidak sabar. Ia mengumpat dengan menggertakkan gigi-giginya.Berawal dari lampu merah padam, sampai mereka menunggu beberapa menit lagi mereka tidak kunjung keluar dari sana.William berjalan mendekati pintu, dan tak lama kemudian pintu terbuka. Seorang dokter dengan baju dinasnya bersiap memberikan informasi pada pihak keluarga."Bagaimana keadaan istri saya, Dokter?" William tidak sabar."Maaf sebelumnya, Pak William. Saya harus menyampaikan sebuah kabar,-"Belum selesai dokter menjelaskan, William memotongnya. "Kabar apa dokter? Dokter harus menyelamatkannya, dia tidak boleh meninggal. Istri saya harus selamat, Dokter!"Kembali hening..."Tunggu Pak William. Biarkan saya menjelaskannya."Seno menarik lengan Willy. Ia menyuruhnya untuk menahan diri. "Sabar William. Dengar penjelasan Dokter."
Malam itu Luna diperbolehkan oleh dokter pulang. Keadaannya sudah lebih baik dari sebelumnya.Beliau berpesan kepada keluarga Bhaskara untuk tidak memaksa mengingat semua tentang masa lalunya. Ingatan Itu akan datang sendiri seiring berjalannya waktu.Karena itu akan menyebabkan kontraksi pikiran dan otaknya yang menimbulkan rasa sakit luar biasa di kepala.Meski dengan berat hati akhirnya Willy dan Seno membawa Luna pulang. Dokter sudah menjelaskan satu persatu keluarga yang sering datang membesuknya. Dan perlahan-lahan Luna mau menerima. Meski ia sama sekali tidak ingat dengan mereka."Pelan-pelan, Sayang!" ucap Willy saat memapah tubuh Luna yang hampir terjatuh.Luna mencoba menyingkirkan dua tangan itu dari kedua bahunya. Membuat Willy merasa sedih. Namun William bukan tipe pria yang mudah menyerah. Willy akan tetap berusaha untuk merawat dan menjaga istrinya sampai ia mengingat semuanya.Saat pintu kediaman Bhaskara terbuka, tampak seorang malaikat kecil sedang berdiri di sana me
Seorang pria lansia sesekali menggebrak meja dengan keras. Ia memuntahkan rasa kesalnya dengan tindakan refleks.Ia mencibir, bahkan mengumpat. Akan keputusan dirinya yang ia ambil namun nyatanya adalah jalan yang salah.Penyesalan tidak datang di awal, setelah tindakan yang ia buat, kali ini harus berpikir keras untuk melanjutkan sandiwaranya.Bukan ia melakukan untuk dirinya sendiri, namun untuk cucu dan istrinya yang teramat menginginkan wanita itu kembali ke rumah mereka.Ia harus bekerja lebih keras lagi untuk mengembalikan ingatan Luna. "Ah! Bodoh sekali! Kenapa aku tidak berpikir, jika amnesia Luna membawa keberuntungan? Jadi aku tidak perlu memaksa wanita itu untuk menjadi istri palsu William."Seperti orang tidak waras saja. Pria berumur itu menarik ujung kumisnya yang tipis. Merasa kesal, dan akhirnya ia mengangkat dua sudut bibirnya untuk tersenyum."Ha ha ha, ya. Jika dia amnesia maka semuanya akan menjadi mudah. Ia tidak perlu mengaku lagi, jika dia adalah Luna. Meski aku