Share

Bab. 25. Pengakuan Paling Jujur

"Berlian satu-satunya sahabatku, Pak. Sejak kuliah aku tak pernah tahu informasi tentang Berlian, untunglah masih punya fotonya, setidaknya bisa jadi pengobat rindu sama masa-masa sekolah dulu."

"Owh, jadi karena itu? Bukan sebab yang lain?"

Sekali lagi, pertanyaan mematikan seperti ini membuatku susah berkutik. Ibarat berdiskusi, aku mendapat skak mat! Apa aku harus mengakuinya sekarang? Tapi, mungkin belum saatnya. Refleks tanganku meraih cangkir berisi sarabba' lalu menyeruputnya hingga tandas.

"Sepertinya Nak Hasyim suka sekali dengan sarabba', sampai menghabiskan dua cangkir." Ayah Berlian tertawa. Aku mendelik heran. Dua cangkir katanya?

Oh, No! Benar. Dua cangkir. Ternyata efek skak mat, tanganku mengangkat cangkir milik ayah Berlian tanpa sadar. Mau bagaimana lagi, minuman jahenya sudah berenang di lambungku, tidak mungkin kumuntahkan kembali. Ini semua karena Berlian. Selalu membuatku salah tingkah.

"Oh, m-ma-af, Pak. Sarabba' nya terlalu nikmat." Jawaban asal kuberikan semba
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status