Si gadis bernama Parwati acungkan pedang. Siap bertarung seandainya mereka memaksa. Hatinya sudah bulat dengan keputusannya apapun yang akan terjadi."Aku tidak akan pulang sebelum membatalkan perjodohan!""Tapi ayah sudah berjanji, dan tidak mungkin mengingkari. Ini akan merusak nama baiknya!" Lelaki yang bicara ini sepertinya saudara Parwati. Tepatnya kakaknya."Demi nama baik, kenapa harus mengorbankan aku?" teriak Parwati wajahnya mengkelam. Dia merasa beban di pundaknya sangat berat. Apakah memang begini nasib anak perempuan, selalu dijadikan tumbal untuk sebuah nama baik."Itu karena Raksana yang memilihmu!""Seenaknya saja memilih, memangnya siapa dia?""Parwati, ingat ayah berutang banyak pada Juragan Somara!""Kalau begitu aku yang akan melunasi, tapi tidak dengan cara menikahi laki-laki itu!""Keras kepala!"Tiga orang ini bergerak hendak meringkus Parwati. Namun, si gadis putar pedang untuk m
Di dalam kedai cukup ramai dan kebetulan laki-laki semua. Melihat kedatangan Nari Ratih, semuanya mendadak terdiam. Pandangan mereka seolah tak ingin lepas dari sosok cantik nani indah itu.Nari Ratih tidak peduli, dia melangkah mendekati tempat pemilik kedai untuk memesan beberapa makanan. Dia bilang makanannya mau dibawa ke dalam kereta kuda.Ketika si cantik yang sudah jadi istri Pendekar Mabuk ini hendak kembali setelah mendapatkan dan membayar pesanannya, dua orang lelaki menghadangnya."Gadis cantik, Juragan pasti mau, kau harus ikut kami!" Salah satunya hendak menarik tangan, tapi Nari Ratih segera mundur."Siapa kalian, kenal juga tidak tapi seenaknya saja mau bawa-bawa orang!"Dua lelaki ini tertawa keras, tapi wajah mereka sengaja dibuat garang bermaksud menakuti. Nyatanya Nari Ratih masih bersikap datar."Tidak perlu tahu siapa kami, kau sudah memasuki desa ini dan kebetulan kau cantik. Maka kau harus diserahkan ke Jur
Wajah yang merupakan seorang pemuda ini tampak terkejut. Lalu dia buru-buru mengajak Saka masuk. Beberapa lama kemudian Saka keluar, kali ini bersama pemuda yang tadi.Masalah datang lagi ketika mereka sampai di pertigaan jalan yang tadi. Orang yang tadi menghadang lagi dengan seringai licik dan satu tangan memegang gagang golok di pinggangnya."Ada apa lagi?" tanya Saka."Sepertinya kau orang kaya, maka peraturannya berubah!"Mendapat satu koin emas yang sangat berharga membuat orang-orang di sini berkesimpulan setidaknya Saka seorang saudagar sehingga dia tidak takut diintimidasi bahkan dengan mudah memberikan apa yang diminta."Maksudnya?" Saka sudah tahu arahnya."Agar kau bisa selamat keluar dari desa ini, maka serahkan seluruh harta yang kau bawa!""Peraturan atau perampokan?" tukas Saka. Sikapnya yang tetap tenang membuat anak buah Raksana ini heran. Karena menurut penglihatan mereka, Saka sama sekali tidak memili
Serangan pertama ini hanya mengenai udara. Nari Ratih mampu menghindar saat tapak itu hampir mengenai wajahnya. Posisi si gadis belum bergeser sedikitpun saat serangan susulan tiba.Sampai tujuh serangan dalam tiga kejap, Nari Ratih mampu mengelak tanpa menggeser kedua kakinya. Tubuhnya meliuk indah.Anak buah Raksana sampai terpana melihatnya. Apalagi Raksana yang berhadapan langsung. Dia harus menahan hasratnya."Sebenarnya aku ingin langsung menghadapi ayahmu yang katanya orang paling sakti di desa ini!" pongah Nari Ratih memancing sambil terus menghindar."Melawanku saja belum tentu kau mampu!" dengkus Raksana meningkatkan kecepatan serangan. Kejap kemudian dia merasa salah berucap. Wajahnya bersemu merah."Apa tidak terbalik? Sudah berapa jurus kau keluarkan tapi tidak mampu menyentuhku?"Raksana geram. Yang dikatakan si gadis memang benar, dia belum sekalipun menyentuhnya dengan serangan. Padahal sudah meningkatkan tenaga d
Di ruang depan, Ki Somara memasang raut muka dingin. Sebelum Raksana kembali dengan membawa luka. Beberapa anak buahnya melaporkan tentang seorang lelaki yang kebal senjata, bahkan mampu mematahkan golok.Menurut mereka orang itu bukan warga desa sini. Mereka curiga dia membantu orang-orang Ki Wardana yang masih berkeliaran di luar, karena pemuda ini menjemput salah satu warga desa."Gadis yang melukai Raksana dan lelaki kebal, apa mereka ada hubungannya?" pikir Ki Somara.Lelaki paruh baya ini sempat berpikir ingin meminta bantuan gurunya, tapi dia akan malu nantinya. Masa menghadapi mereka saja sampai meminta bantuan?Tapi mengingat luka yang diderita anaknya, juga laporan anak buahnya telah membuatnya membayangkan betapa hebatnya kekuatan dua orang itu.Sementara tak mungkin laporan anak buahnya dibuat-buat karena sebelumnya dia tidak menerima laporan tentang kegagalan. Mereka selalu membawa kabar memuaskan sebelum hari ini.A
Parwati tak bisa menahan tangisnya begitu melihat kondisi kakaknya yang mengenaskan. Dia memeluk erat Utari yang belum juga sadar. "Aku tidak akan puas sebelum mencabik-cabik durjana itu!" geram Parwati. Hatinya begitu terguncang. Dia merasa sangat bersalah. Kakaknya bisa jadi begini karena ulahnya yang egois. Begitulah yang ada dalam benaknya. Saka segera meminumkan tuak ke mulut Utari agar kondisinya segera membaik. Nari Ratih menerangkan kalau dia sudah membuat pemuda itu mandul. Bahkan tidak bisa menggunakan benda keramatnya lagi. Saka tersedak mendengarnya. Melihat keadaan Utari yang malang begini, wajar saja kalau istrinya emosi lalu melampiaskan dengan cara seperti itu. Tak terbayangkan seandainya dirinya yang mengalami seperti itu. Tiba-tiba di luar kereta ada suara memanggil. Saka membuka pintu. Walau gelap tapi masih bisa melihat dua orang berdiri. Kantadalu dan yang satunya sudah pernah melihat, mungkin kakaknya Parwati. "Akhirnya kutemukan juga!" ujar Kantadalu. Se
Mendengar jawaban ini Ki Somara tampak puas. Lalu dia memanggul anaknya lagi. Dia menyuruh sepasang pembantunya untuk merawat Raksana.Kemudian Ki Somara kembali ke desa Rancaputat. Kali ini dia berjalan kaki saja. Maksudnya sambil mencari keberadaan Nari Ratih yang katanya ada di dekat kedai pinggir jalan.Namun, setelah sampai di sana, kedai itu tampak sepi. Ki Somara langsung menemui pemilik kedai. Mereka tampak ketakutan begitu melihatnya."Tidak perlu takut!" seru Ki Somara. "Sampaikan kepada gadis yang telah mencelakai anakku, kalau dia berani jangan tanggung-tanggung!"Lelaki paruh baya itu keluar lagi meninggalkan kedai. Dia tahu pemilik kedai akan berusaha menyampaikan pesannya. Walaupun tidak diancam, tapi tahu akibatnya nanti.Sampai di rumah Ki Wardana disambut keterkejutan anak buahnya karena mereka yang tahu majikannya ada di dalam tiba-tiba datang dari luar."Kalian tidak usah terkejut, sekarang kumpulkan semua war
Dua orang bertubuh ramping yang mengenakan pakaian serba hitam tampak berjalan mengendap-endap dari mulai gapura desa hingga masuk ke dalam. Mereka yang wajahnya juga ditutupi kain hitam kecuali kedua matanya berusaha menghindari tempat yang ada anak buah Ko Somara.Mereka rela memutar jauh demi mencapai tempat tujuannya. Balai desa. Dari lekuk tubuhnya mereka dipastikan perempuan. Mereka bergerak tidak terburu-buru, yang penting sampai dan tidak ada satupun anak buah Ki Somara yang memergokinya.Tapi bila mereka tak bisa menghindari berpapasan dengan anak buah Raksana, terpaksa mereka keluarkan senjata. Dalam beberapa gebrak saja semua anak buah Raksana yang mereka jumpai itu terkapar tak bernyawa.Dua wanita bertopeng kain kembali menyelinap dari tempat ke tempat setelah memastikan semua orang-orang Ki Somara tewas dan tidak sampai mengundang kelompok lainnya.Tampak salah satunya melompat ke salah satu atap rumah. Langit yang gelap membantunya