Share

-NYASAR-

'Ektrem! Ekstrem!' 

Rafael yang mendengar perkataan Livia mulau tersenyum lembut, memandangi tingkah laku yang Livia berikan untuknya. 

*

Getaran dalam gadgetnya bergetar, sebelum dirinya akan tertidur pulas pada ranjang yang ia miliki. Dia memutuskan untuk mengintip, apa yang datang pada gadgetnta.

@FROG🐸

Have a nice dream My Queen<3

Terlihat Rafael yang mengirimi pesan, di barengi dengan satu PAP yang Rafael lakukan. Dengan wajah yang datar, menatap camera, memberikan efek Damage di dalam fotonya.

Livia saja hampir menjerit kesal.

"Aarrgghhhhh, kenapa kirim foto kaya gini!" 

@Myqueen<3

Oke, you too.

Rafael berdeham girang, 

'akhirnya Livia mulai luluh!'

...

Pagi pun datang, Livia yang tampaknya sudah selesai mandi tiba-tiba dikejutkan. Barang-barangnya kini telah terkemas rapi, di dalam koper besar yang dia punya. Koper besar itu kini sedang digiring ke dalam mobil yang telah di panasi sedari tadi pagi. 

"Kalian ngapain? Ngapain bawa koper aku?!" teriak Livia kaget juga kesal.

"Maaf, Non, kami hanya menjalankan tugas dari Pa Rama," jawabnya.

Memang Livia tidak dapat memarahi semua pegawainya, dia hanya bisa mendatangi Rama, mulai bertanya apa maksud dari semua ini. Tangannya mengepal kesal, amarahnya seakan telah naik di pagi yang indah ini. Livia menuruni satu demi satu anak tangganya, namun, terlihat Rama yang juga sedang duduk di meja kerjanya, menantikan kedatangan Livia.

"Pa? Kenapa?" tanya Livia kesal.

"Papa kan udah bilang, jangan berurusan lagi sama cowo atau siapalah. Tapi ga nurut kan?" jawabnya dengan santai juga datar.

"Itu bukan alesan Papa, buat kirim aku tanpa sepengetahuan aku, Pa! Aku itu masih sekolah, gimana mungkin aku pergi tanpa pamitan," lontar Livia menekan nada suaranya.

"Sejak kapan kamu peduli? Sejak kapan kamu ngebangkang?" 

"Cepetan siap-siap! Pagi ini kita berangkat!" pintah Rama menghiraukan semua perkataan Livia sebelumnya. Dia beranjak dari kursinya, meninggalkan Livia begitu saja.

Satu tetes, dua tetes, air matapun mulai berjatuhan tanpa ijinnya. Dia hanya bisa terus terusan menghapus air mata yang berjatuhan itu, bersiap-siap menuruti apa yang Rama perintahkan kepadanya.

"Livia! Cepetan, Papa tunggu kamu di mobil!" 

Terdengar teriakan Rama yang menyuruhnya agar cepat-cepat turun dan menemuinya. Livia menghela nafasnya sejenak sebelum menuruni anak tangga itu,

"Maafin gue Raf," gumam Livia.

Di samping itu, Rafael yang berencana ingin datang ke rumah Livia, untuk memberikan surprise pada sang kekasih, mengajaknya pergi ke sekolah bersama. 

"Sekarang, gue tinggal dateng rumahnya, ajak dia pergi bareng. Kan, seneng tuh di jemput sama Mas pacar," gumam Rafael yang melangkah pergi menuju perumahan Livia.

[HA?!] Rafael sempat terkejut melihat beberapa koper yang masuk ke dalam mobil sport, dia melihat beberapa orang yang nampaknya sedang sibuk mengangkat beberapa koper besar.

'Mungkin Rama mau keluar negeri lagi kali, ya?' pikirnya.

Namun, matanya mulai memelotot ketika melihat Livia yang berdiri menatapi mobil itu, membawa koper kecil yang belum sempat dia masukan. Livia melangkahkan kakinya berat, membuat Rafael benar-benar terkejut.

"Livia?"

Panggilan itu berhasil menghentikan langkah Livia. Sesegera mungkin dia menoleh saat mendengar panggilan itu, membalikkan badannya dan terkejut. Melihat Rafael yang kini tengah berdiri di hadapannya dengan mata sendunya. Lelaki itu mulai melangkah menghampiri Livia.

"Ngapain?" tanya Rafael khawatir.

"Raf. Maafin gue, Kita putus aja yah," lontar Livia. Yang membuat air matanya jatuh, dan segera menghapusnya kembali.

"Ko, gitu?" tanya Rafael, dia benar-benar tidak mengerti apa maksud dari perkataan yang Livia lontarkan.

"Gue harus pergi ke Australia. Pa-papa udah ga mau dengerin lagi apa kata gue, gue udah bingung banget dengan situasinya. Gue ga bisa nego sama dia, gue kesel, tapi ga bisa apa-apa. Gue cuman mau lo baik-baik aja, dan lo harus tetep jalanin hidup lo dengan bahagia. Makasih atas kebahagiaan yang udah lo kasih sama gue," jelas Livia. Kini nada gemetar sayup-sayup terdengar dari bibir Livia.

Rafael mengelak tidak terima, 

"Ngomong apa sih lo?"

"Gausah putus juga dong. Distance cannot separate our love! Oke." jelasnya.

"Tapi, lo mungkin ga bakal bahagia, Raf. Jelas-jelas gue pergi ninggalin lo, disini. Dan lo, harus jalanin hidup lo, tanpa gue!"

"Kan gue udah bilang. Kita bakalan hadepin semuanya bareng-bareng!" Rafael menekan kesal, dia memastikan Livia agar tetap mempertahankan semuanya.

"Lo, inget kan?" sambungnya.

"Tapi Raf, gue ga mungkin bisa, gue ga bisa liat lo, nungguin gue tanpa kepastian kaya gini. Lo juga pantes buat bahagia!" 

"Gua bahagia Liv, gue bener-bener bahagia bisa sama lo." 

"Engga Raf. Sekarang lo bisa ngomong gini, tapi setaun? Dua tahun? Lo bakalan kesepian dan sedih. Ada waktunya temen-temen lo punya pacar, dan lo ga mungkin terus nunggu gue,"

"Udah ya, dengerin gue! Gue gamau denger sepatah kata, apapun itu dari mulut lo! Lo harus bahagia," ucapnya sembari terus mengusap air mata yang berjatuhan pada pipi cubynya.

"Oke, kalo itu mau lo. Gue bakal bahagia dengan cara gue sendiri ...,"

' ... Dan bahagia gue adalah mencintai, lo.' sambungnya dalam batin Rafael.

"Makasih, Seeyou, Frog Prince!" pamit Livia yang mulai membelakangi Rafael, sebelum melanjutkan langkahnya kembali.

Dia di kejutkan dengan lengan yang Rafael lingkarkan pada badan kecilnya, mendekap erat Livia untuk perpisahnya kini.

"Gue harap, lo bisa pertimbangin semuanya. Di saat kita ketemu lagi, persaan gue  gaakan pernah berubah buat lo, Liv. Seeyou again!" bisik Rafael dengan suara beratnya.

Livia saja yang mendengar bisikan itu, hanya bisa menangis dan mengusap air matanya. Tanpa membalik badannya, dia mulai melepaskan pelukan yang Rafael berikan, lalu melangkah kembali menuju mobilnya, dengan air mata yang terus terjatuh. 

Rafael kini hanya melihat beberapa mobil yang mulai menjauh dari pandangannya. Dan berharap bahwa semua ini hanya mimpi. Namun kenyataan memberitahukan bahwa ini nyata benar-benar nyata.

Setelah hari itu, hari dimana kisah Rafael dan Livia berakhir. Kehidupan masih tetap berjalan. Rafael telah berjanji agar tidak menyiksa dirinya, dan tetap bahagia. Namun, dalam satu waktu, semua itu tetap saja sempat datang ke dalam hari-harinya, dia menjadi pemurung. 

'Ahhh, gue ga boleh murung, Livia ga disini, bukan berarti dia lupa sama gue!' batin Rafael selalu menghibur dirinya sendiri. Menjadikan Rafael lebih semangat dalam menjalani hari-harinya.  

Selama itupun, hampir dua tahun telah dia lalui tanpa adanya Livia, berjalan juga hidup dengan kehidupannya yang terasa kurang. Menunggu kepulangan Livia kembali ke dalam hidupnya. Kini sekolah perguruan tinggipun telah dimulai. Sudah setengah tahun dia menjadi Maba dalam kampus besar ternama itu, bersama dengan Iqbal, Aka dan beberapa teman lainnya yang dia kenali.

"Lo, nanti siang ada pemotretan. Jangan lupa!" ujar Rainy yang mengingatkan Rafael tentang schedule nya.

"Oke."

Kini Rafael sering kali mendapatkan pekerjaan menjadi ambasador di beberapa toko online shop. Dia kerap ditawari menjadi model iklan untuk baju yang mereka punya. Mungkin semua itu membuat Rafael sedikit demi sedikit menjadi terkenal, menjadikannya seorang selebgram, bahkan sampai mendapatkan fans. Juga dia mendapatkan nilai yang baik, karena prilakunya yang sopan.

Setelah Rainy pergi, terlihat Aka yang menghampiri Rafael yang sedari tadi menghilang tanpa jejak.

"Dari mana lo, Raf?" tanya aka sambil menoleh ke arahnya.

"Abis ketemu Rainy, tadi dia ngabarin tentang pemotretan," jawabnya.

"Emm emang sih, temen gue keren abis. Udah jadi orang terkenal," puji Aka sembari menepuk pundaknya.

"Hha, siapa dulu?" jawab Rafael terkekeh, dia mengangkat satu alis kanannya. 

"Oh, iya. Jadi sore ini gimana? Dia jadi balik kesini? Setelah 2 tahun ngilang gitu aja?" tanya Aka.

Dia mendapatkan kabar, jika Livia akan berlibur ke negara asalnya. Memberikan kabar baik itu pada Rafael. Mereka kadang sesekali saling memberi kabar terbaru tentang kehidupannya masing-masing.

"Oo iya, dia balik sini ya? Udah lama, tapi gue seneng. Gue udah kangen banget sama dia," jawabnya dengan tersenyum lebar.

"Emm, seneng gitu xixi," ledek Aka.

"Bentar ...,"

Rafael menggerogoh ponselnya, mengetikkan beberapa kalimat dan mengirim pesannya pada Livia.

@FROG🐸

Gue jemput ya?

Aka yang melihat gelagat Rafael mulai bertanya, "Kirim pesen?" 

"Yoi."

Bergetarnya ponsel Rafael, menandakan Livia yang memebalas pesan singkatnya.

@Myqueen<3

Gausah, nanti gue ke rumah lo aja ya. Seeyou!

@FROG🐸

Ga cape?

@Myqueen<3

Nggak, Raf. Gapapa ko,

@FROG🐸

Yaudah, hati-hati. Seeyou too!

Rafael memasukan gadgetnya kedalam satu celananya, dia menghela nafasnya.

'Akhirnya ...' 

Aka yang tahu jika Rafael telah selesai, segera bertanya. "Gimana?"  

"Ketemu di rumah aja katanya," 

"Lo jangan ganggu!" ancamnya mengingatkan.

"Sip. Insyaallah," jawab Aka tersenyum.

*

@Myqueen<3

Rumah lo dimana? 

Ini gue nyasar deh, kayanya.

Gimana dong?

Beberapa pesan dari Livia datang pada ponsel milik Rafael. Rafael membukanya terkekeh, mengingat kelakuan sebenarnya yang Livia punya.

@FROG🐸

Gue kan udah bilang, biar gue jemput!

Salah sendiri. Lo kan emang belum pernah ke rumah gue, xixi. Lawak banget anjir,

@Myqueen<3

Mana gue inget,

Terus sekarang gimana?

@Frog🐸

PAP jalannya, nanti gue kesana, ya!

Tungguin, jangan kemana mana!.

Livia mengirim jalanan yang Rafael minta, menunggu Rafael, sendirian di tengah gelapnya langit malam. Dia mendengar beberapa siulan dari lelaki yang berlalu lalang melewati keberadaannya. Untuk yang terakhir, lelaki itu terhenti, bayangan yang dia lihat membuat Livia ketakutan, bingung harus melakukan apa.

'Apa lagi, ini? ....'

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status