Hay semua. Apa kabar? maaf beberapa hari ini tidak up, bukan karena nggak ingat atau sengaja tapi aku lagi sakit 🥺.
Sakit di saat pandemi itu eveknya luar biasa bikin drop. Dan alhamdulillah udah membaik dua hari ini. semoga aku tetap sehat dan bisa up terus, minta doanya yah teman-teman.
.
.
.
Mata Rilan yang berat sedikit terbuka, alkohol membuatnya tidak bisa mengendalikan diri dari rasa kecewanya. Apalagi Aurela malah mengusirnya, gadis itu memang benar-benar menyukainya tapi dia tidak mungkin memanfaatkan keadaan Rilan yang sekarang.
"Aku tidak ingin pulang," ucapnya melewati Aurela yang masih berdiri di ambang pintu.
Aurela menengok, menatap Rilan tidak mengindahkan penolakannya. Pria itu menyandarkan punggungnya di sofa sambil menatap Aurela. "Jangan mengusirku, aku mohon biarkan aku tetap di sini."
Aurela me
Matahari mulai terbit, perlahan manik mata yang mengingatkan akan seseorang itu terbuka menatap seseorang yang menyambutnya tersenyum kecil, dia menempelkan tubuhnya ke arah Rilan dan memeluk tubuh kekar yang tertidur dengan di tutupi selimut tebal itu. "Arumi dan Randika menghubungimu berulang kali sepanjang malam." Rilan tidak fokus dengan apa yang di katakan Aurela, dia masih belum terbiasa dengan kehadiran wanita di sampingnya itu, dia menatap Aurela dengan terheran-heran karena tidak mengira dokter wanita yang selalu dia abaikan ini ternyata sangat manis. "Ada apa? kau lupa kita sudah melakukannya?" "Maafkan aku." "Pourquoi? (untuk apa?)" Tidak ada jawaban dari Rilan membuat wajah Aurela kesal, dia berfikir jika pria itu hanya memanfaatkan kegilaannya untuk menikmati tubuhnya saja. "Kenapa kau diam, katakan sesuatu. Jan
Rilan bangkit dengan hanya menggunakan selimut yang kemudian dia tanggalkan untuk menutupi bagian tubuh Aurela yang terbuka. Dia mengambil ponsel dan melihat beberapa panggilan dan pesan dari Arumi, Randika bahkan Brian. Pria prancis itu terlalu fokus dengan patah hatinya hingga mengabaikan semua orang yang dekat dengannya. Bahkan Arumi, yang sama sekali tidak tahu apa-apa pun ikut merasakan. Belum pernah sekalipun dia mengabaikan gadis itu, dan entah karena penolakan atau rasa kecewanya hingga membuat dia seperti ini. Beruntung Aurela dapat meredamnya, perempuan itu ternyata punya sisi lain yang sama dekali tidak Rilan ketahui sebelumnya. Dia adalah wanita yang manis dan homuris. Pria yang memiliki manik cokelat itu tersenyum sendiri mengingat bagaimana wanita itu dulu selalu mengejarnya, mengirimkan begitu banyak bunga setiap pagi dan menarunya di loker dengan kartu ucapan yang jika saja semua itu dia simpan, bis
"Kau mengabaikan semua panggilan juga pesan dari ku." Pria itu menelan ludah kasar. "Maaf, aku sedikit sibuk kemarin." "Kau di mana? apa kau bersama Aurela?" Rilan tidak menjawab, dia lebih memilih sibuk menyaring kopi untuk sarapannya bersama Aurela. "Hallo ... Kak Rilan? apa kau masih mendengarku?" "Sepertinya Itu bukan urusanmu Nona, kau tidak perlu tahu aku bersama siapa sekarang." "A-apa?" "Shiitt ... kenapa aku jadi kasar padanya," gumamnya di dalam hati. "Apa sekarang kau sedang marah padaku?" "Tentu saja tidak, kau adalah calon Nyonya Tuanku. Aku tidak akan berani melakukannya." "Kenapa tiba-tiba kau berubah!" "Karena memang seharusnya seperti itu." Manik cokelat itu tiba-tiba melebar, dia tidak menyangk
"Apa kalian bertengkar?" ujar Brian yang sibuk meracik minuman."Tidak.""Lalu kenapa pria berwajah es itu tiba-tiba ingin bersama adik ku?""Aku tidak tahu." Randika menyapu wajahnya dengan kasar."Jelaskan semuanya padaku tanpa ada yang di tutupi. Wajah mu tidak cukup baik untuk menyimpan rahasia brother." Brian memberikan segelas minuman yang biasa mereka minum bertiga saat sedang bersama.Pria itu mendesah saat mengecap rasa yang sudah tidak asing di tenggorokan-nya. "Aku bisa gila jika terus memikirkannya.""Apa ada masalah?""Ternyata benar yang di katakan Evanya, Rilan memiliki rasa terhadap Arumi.""Kau menemui Evanya?""Tentu saja tidak!""Hei brother, santai ... santai." Brian sedikit tersenyum karena Randika yang tiba-tiba emosi. "Apa kau yang memaksa dia untuk meng
Hening, tak ada jawaban dari Arumi yang sedang kesal. Randika yang sudsh sangat mengantuk dan lelah pun harus kembali mencari cara agar bisa menghibur wanita."Kau sudah makan?""Kenapa kau menanyakan hal lain, kita sedang membahas tentang kak Rilan.""Aku hanya sedang mengkhawatirkan mu Sayang.""Pergilah! Aku tidak ingin bicara denganmu." Mata cokelat itu beralih menatapnya dengan tajam. "Ini semua karena kebodohanmu itu.""Aku melakukan hal yang benar. Lihatlah, sekarang Rilan bahkan sudah bersama Aurela.""Tapi tidak dengan ku!""Sayang, Jangan egois. Rilan berhak menjalani kehidupan normalnya. Dia akan tetap .""No! Dia mengatakan hal-hal buruk padaku. Dia bahkan mengganti panggilanku.""Itu hanya basi basi karena dia masih merasa canggung, jangan mengambil hati.""Tidak!
Sebagai penenang diri, Rilan menyambangi kafe milik sahabat dekatnya, dia menghabiskan berjam-jam d tempat itu dengan berdiam diri. Tidak ada yang bisa menghancurkan keterdiaman Rilan, atau memutuskan tatapan hampanya.Tidak ada tatapan yang menarik perhatiannya selain segelas wiski yang sedari tadi dia teguk berulang kali. Hingga usapan lembut di lengan membuat nya tersadar. Pria itu tersenyum kecil melihat kedatangan wanita yang baru saja menempati ruang kecil di hatinya."Berhentilah, kau sudah minum cukup banyak. Dengan seperti ini, tidak akan menyelesaikan masalah."Rilan terkekeh, dia menggenggam tangan Aurela dan menciumnya. "Apa yang membawamu kemari, apa kau merindukanku?"Aurela tersenyum penuh bahagia. Namun dokter itu dengan cepat menarik tangannya saat seorang bartender menatapnya tidak suka."Sedang apa kau di sini Aurela?" tanya seorang pria dengan setelan jaket hi
Pagi itu burung berkicau dengan sangat merdu, seakan ingin menghibur sang wanita yang tengah merasakan kesedihan. Arumi membuka mata saat belaian lembut menelusuri bagian pipi hingga rahangnya. Dia bahkan merasan kecupan lembut sang kekasih yang sudah lebih dulu membuka mata."Honey, wake up you don't want to hear those beautiful birds whistling? (Sayang, bangunlah kau tidak ingin mendengar burung-burung cantik itu bersiul?)" bisik Randika di samping telingah kekasihnya.Jemari kekar itu menelusuri garis punggung Arumi yang terlelap membelakangi, mambuat ia sedikit bergerak dan membalikan arah hingga menghadap Randika yang sudah terjaga. Perempuan itu tidur dengan mulut yang sedikit terbuka hingga menarik perhatian Randika.Pria itu mengigitnya pelan hingga Arumi melenguh merasa sakit, tapi masih tetap memejamkan mata. "Come on, wake up honey."Tubuh Arumi menegang saat tangan kanan Randika mulai men
"Lepaskan aku." Arumi mencoba memberontak dari Randika yang mencoba membuka baju tidurnya. "Hentikan atau aku akan menggigitmu."Bukannya berhenti, Randika malah tertawa membuat Arumi kembali melanjutkan pemberontakannya. Mata Arumi membulat tatkala Randika berhasil melepas atasan bajunya, seringai licik muncul di ujung bibir pria yang memiliki mata hitam pekat itu.Setelahnya, Randika mulai menyentuh bibirnya bermain di sana hingga perempuan berambut gelombang itu hampir saja kehabisan napas. Tidak ada tenaga untuk menyingkirkannya Arumi di ambang buaian, dia sulit untuk menolaknya."Bibirmu sangat manis," ucapnya di sela-sela ciumannya. Dan itu berakhir dengan Arumi yang menyerah pasrah dan lelah, tenaganya sudah habis terkuras karena memberontak tadi. Kini apapun yang akan di lakukan Randika padanya dia sudah tidak bisa melawan lagi.Ketika tubuh mereka saling berdempet, saling menyentuh menyalurk