Nana sudah mulai terbiasa setelah seminggu menerima keadaan dengan susah payah, dan Rion harus terus berusaha tiap hari menyemangati Nana agar tak menyerah dengan semua hal dan terus berusaha bekerja keras. Tak ada yang mudah dengan perjuangan, namun hasilnya tak pernah mengecewakan. Nana bukan si jenius seperti Sandy, sehingga dia harus benar-benar berusaha keras jika ingin mengejar jenius satu itu.
"Nanti sore kamu siap kan?" Tanya Leon ketika mereka sedang berjalan pulang ke arah rumah mereka masing-masing.
"Akan ku usahakan!" ucap Nana dengan penuh semangat.
Mendengar kalimat yang penuh percaya diri dan bersemangat Nana membuat si kembar merasa bahagia dan ikut bersemangat. Akhirnya, pekerja wanita mereka kembali seperti hari-hari sebelumnya.
Dan setidaknya Leon tak perlu memutar otak lebih banyak agar bisa memberikan Rion solusi untuk kegundahan Nana. Karena rasa tak nyaman Nana seperti bola ber
Nana akhirnya mulai bisa mengatur sedikit demi sedikit jadwal sekolahnya sehingga dia tak kewalahan seperti sebelumnya.Kalimat Sandy bahwa kedua keluarganya berseteru cukup lama membuatnya sedikit bingung. Setahunya, Sandy bukanlah bagian dari keluarganya, lalu mengapa dia bilang dua keluarga?Dan itu mengambil sedikit wilayah yang melekat di ingatannya.Padahal dia harus berkonsentrasi agar bisa memaksimalkan kerja otak dan tenaganya untuk ujian minggu depan."Nana, kamu kenapa lagi sih, mendekati ujian bukannya rileks malah tegang gitu." Rion cukup gusar dengan Nana yang sering berfikiran kosong akhir-akhir itu. Kan tak lucu jika Nana kesurupan. Membayangkan Nana teriak - teriak gak jelas dengan menggunakan bahasa orang yang tak dimengerti siapapun, tak bisa dibayangkan oleh Rion lebih jauh lagi karena dia tak ingin Nana kesakitan pada akhirnya."Rin, sejujurnya, waktu Sandy menjawab pertanyaanmu, aku sudah terbangun. Dan itu menggangg
"Kesempatanku hilang Len." Rion berbicara dengan nada lemah, membuat Leon iba dengan saudara kembarnya itu."Kesempatanmu tetap ada Rin! Yakin aja." Leon memberi semangat pada saudara kembar yang berbeda beberapa menit itu.Menjadi anak kembar membuatnya selalu berbagi apapun dalam hidupnya, dan terkadang membuat Leon cukup kesulitan.Leon tak pernah bisa menang jika menyangkut karisma pada Rion. Karena saudara kembarnya itu selalu akan bersinar secerah matahari pagi dan dia hanyalah rembulan yang disukai serigala.Sorenya, Nana sudah sedikit dipoles oleh Rion dan bersiap untuk mengambil beberapa foto sendiri."Na, sini deh, ada beberapa foto yang harus kamu lihat dulu. Contohnya yang diminta pihak brand dikirim tadi siang." Leon memanggil Nana yang sedang bersiap dan bercerita dengan Rion.Nana cukup kaget dengan beberapa pose seakan dia
Waktu istirahatnya selama seminggu liburan sekolah telah selesai, dan sekarang dia sedang menunggu hasil pengumuman bersama si kembar dan yang lainnya. Ada juga beberapa anak yang baru saja masuk mendaftar dan menunggu pengumuman apakah mereka lulus atau tidak."Apa aku bisa sekelas sama Sandy dan kalian berdua?" Nana sedang memangku dagunya, menatap lapangan basket dan menunggu guru keluar dari ruangan tata usaha."Harus optimis dong, Na! Kita semua pasti bakalan sekelas!" Rion dengan suara berapi-api menyemangati Nana yang sedang down."Semangat Nana! Kamu pasti bisa! Kita sudah belajar bareng selama satu semester, masa bisa gagal?" Kali ini Leon juga ikut menyemangati Nana."Aku malah takut pisah dari Sandy, kan kalau pisah dari dia bakalan gawat! Udah gak ada stok hadiah dari para gadis." Kali ini Taufik ikut bersua, karena untuk pertama kali dia duduk bersama genk Nana."Emang Sandy sering dapet hadiah yah?" Nana mulai bertan
Nana berdiri terlebih dahulu kemudian menarik tangan Rion, tangan yang bebas digunakan untuk menghapus air matanya yang masih menetes tak terkendali. Matanya sudah merah dan sembab dikarenakan selalu di kucek sejak tadi. Bahkan area kulit di dekat matanya juga ikut memerah. Rion hanya mengikuti Nana, lagipula, percuma juga dia berada di sekolah. Dia tak bisa menenangkan Nana karena ruang geraknya terbatasi, jika pulang, dia bisa menenangkan Nana lebih mudah, dan juga bisa mendengar cerita Nana tanpa perlu khawatir akan terbongkar. "Kamu sih! Bisa gak sih, itu mulut manis dikit ke Nana? Udah ah, gak asik lagi, aku nyusul saudaraku deh" Leon menyalahkan Sandy. Setelah membersihkan kacamatanya yang berembun, dia memilih berdiri dan meninggalkan Sandy dan Taufik yang masih duduk di beranda kelas satu B. Setelah beberapa saat dalam diam, beberapa guru keluar dari ruang staf sembari membawa tumpukan kertas dan lem. Dimulai dari ke
Rion ikut duduk di ayunan yang dipakai Nana merenung dan memperbaiki hati dan perasaannya yang hancur.Derit ayunan besi yang cukup keras menyadarkan Nana dari lamunan dan memperhatikan tampang acak-acakan Rion yang kini duduk di hadapannya."Rin, kamu kenapa?" Nana mengusap kepala Rion, tatapan mata Rion cukup nyalang.Mendengar suara Nana setelah beberapa jam terdiam, membuat sedikit perasaan Rion menghangat."Kamu udah gak apa - apa, Na?""Rion sendiri kenapa? Kok kayak gini? Gak biasanya?""Aku emosi aja, tapi senang bisa melihat Nana tersenyum lagi. Sakit tau liat kamu menangis kayak tadi." Rion menyentuh puncak kepala Nana, mengelusnya penuh sayang."Rion menakutkan loh kalau marah. Aku tau kalau Rion sedang marah tadi." Nana tersenyum lembut sembari mengusap kepala Rion."Nana, ada yang mau ketemu." Leon muncul di pintu belakang, menyusul Sandy di belakangnya.
"Makan seperti biasa. Tapi seriusan Nana, kau bisa memegang kata-kataku."Nana mencibir kalimat Sandy, tidak percaya dengan kalimat bucin yang baru saja dia katakan."Jadi, kau ingin aku melamarmu?" Tanya Sandy lagi setelah beberapa saat tanpa suara sama sekali."Yang benar saja? Aku masih mau sekolah, mau kuliah, kerja. Perjalanan kita masih panjang.""Lalu aku harus bagaimana untuk buktikan?""Memangnya kalau kita menikah, kamu bisa menghidupiku seperti apa? Kau akan kerja apa?" Nana mendengus setelah mengucapkannya."Apa saja.""Cukup basa-basinya. Kau tau kan jika aku menyukaimu?" Tanya Nana yang dijawab anggukan disertai cengiran khas Sandy."Lalu apa alasanmu untuk menyukaiku sekarang? Karena aku seorang model dari agensi si kembar? Karena aku sudah pernah di make over dengan kak Marina? Atau kau hanya merasa bersalah karena menggantungku di pohon toge tanpa kepastian?
"Aku juga mau berterus terang pada si kembar. Minimal sama Rion aja kalo gak bisa keduanya.""Sebaiknya jangan Nana, ayo, tulis jawaban dulu. Entar dibantu Leon buat jelasin, aku bingung sendiri buat jelasin jawabannya." Ucap Sandy kemudian kembali menunjuk bukunya dengan tulisan yang mirip tulisan anak SD pemula tersebut."Tapi bagaimana aku bisa marah-marah jika ada yang memberimu hadiah seperti tadi?" Nana mengingat insiden paginya yang dibutakan oleh seorang adik kelas yang memberikan bingkisan padanya tepat sebelum dia ingin masuk ke dalam kelas."Nana, gak usah berlebihan. Aku memberikannya pada Taufik kan? Aku hanya terima pemberianmu. Eh, ini salah." Tegur Sandy ketika melihat jawaban yang ditulis Nana melenceng dari yang seharusnya."Aku gak lagi niru tugasmu, itu cuma alasan agar bisa duduk bersamamu." Nana menggerutu, dia memilih melanjutkan tulisannya."Iya, tapi yang ini salah."Setelah membuktikan le
Dia tak pernah berhasil menyimpan rahasianya."Itu... aku..." Nana tak tau harus menjawab apa, sementara wajahnya sudah semakin memerah."Aku benar kan Na? Kalian pacaran?" Tanya Rion lagi, membuat Nana semakin memerah. Pertanyaan Rion yang sebenarnya pernyataan."Nana, Leon udah dateng, masih berminat untuk menjawab tugasmu sekarang?" Sandy tiba-tiba memegang bahunya, membuatnya terkejut.'sial, ngapain dia kesini sih, nyesel buat Nana sekelas kayak gini. Jadi susah banget sekarang.' Rion membatin, namun tetap mengikuti Nana berpindah ke tempat Sandy dan Leon. Dia tak rela jika Nana semakin akrab dengan Sandy."Katanya Sandy kamu gak ngerti yah Na?" Leon langsung pada poinnya dan tak menunggu Nana untuk duduk. Dia langsung berbicara ketika melihat Nana di depannya."Gimana mau ngerti Len? Itu Sandy gak bisa jadi guru sama sekali, masa aku di cecokin rumus tanpa alasan? Tiba-tiba pake rumus ini, trus masukin