“Kau tenang saja, Doris. Kupastikan posisimu aman. Kalau kau dalam bahaya, tentu leherku juga akan terseret dalam bahaya. Jadi, take your time di Amsterdam. Anggap saja sedang liburan gratis selama beberapa tahun ini. Kau bisa kembali ke Indonesia lagi setelah gonjang-ganjing di perusahaan Tibra mereda. Selama itu, seluruh biaya hidup keluargamu yang menjadi tanggunganmu kupastikan aman.” Devan menegaskan.Doris menarik napas lega di seberang sana. Jujur saja, dia sedikit gentar saat mengetahui Tibra semakin gencar melakukan pencarian terhadap dirinya. Kalau bukan karena dijanjikan bayaran yang sangat fantastis dan jaminan keamanan untuk semua anggota keluarganya, Doris dipastikan tidak akan mau mengkhianati Tibra. Dia hafal mati tabiat lelaki itu jika miliknya diganggu.Tibra akan melakukan apa saja untuk membalas. Dia tidak segan menggunakan cara kotor agar bisa memberi pelajaran pads orang yang telah mengkhianatinya. Andai tidak terdesak kebutuhan, Doris enggan melakukan ini semua.
Devan memilih lini usaha dibidang yang menyediakan semua kebutuhan yang terkait dengan usaha Tibra. Dengan begitu, dia bisa masuk sebagai supplier agar terlibat langsung dalam circle usaha Tibra. Nama usahanya yang besar dan terkenal, tentu akan menjadi daya tarik tersendiri bagi Tibra.Setelah usahanya berjalan, Devan mulai mendekati orang-orang penting dalam usaha Tibra. Tujuan utamanya jelas kepala bagian keuangan. Sesuai dengan rencana awal yang dia sampaikan dulu, Devan mulai mensabotase aliran dana operasional perusahaan. Puluhan rekening dibuat untuk menerima aliran dana. Ada yang jumlahnya kecil ada juga yang cukup fantastis. Aliran dana diluar kebutuhan operasional perusahaan itu diterima rutin setiap bulan. Sehingga, lama kelamaan keuangan perusahaan menjadi terganggu karena perhitungan yang tidak sesuai.Devan tersenyum puas. Selalu ada untung dan rugi dari penerapan sistem auto debit di perbankan. Untungnya semua dana bisa ditransfer dengan cepat dan tepat waktu. Kerugian
Lelaki itu melangkah kembali menuju meja kerjanya dan mengambil ponsel. Devan mencari nomor Tibra dan menekan tombol panggil. Nada sambung ketiga, Tibra mengangkat panggilan dari Devan.Devan sengaja menghubungi lelaki itu untuk membaca situasi. Dia ingin memastikan Tibra belum mendapatkan informasi apapun selain Doris, sang kepala keuangan yang kabur tepat sebulan sebelum dia bebas dari penjara.“Selamat pagi, Pak Devan.”Devan tersenyum lebar mendengar suara renyah Tibra di seberang sana. Bukankah tadi katanya Tibra habis mengamuk? Bisa-bisanya kini dia menyapa dengan nada ceria. Tibra memang aktor terbaik yang pernah dia kenal.Tidak heran selama ini lelaki itu mendapat julukan pria paling dekat dengan keluarga, tapi ternyata, dia bisa berselingkuh dan menghajar istrinya. Kini, Devan membuktikan sendiri kehebatan akting Tibra. Lelaki itu bahkan sangat pandai menyembunyikan amarah dan rasa paniknya."Pagi, Pak Tibra. Sehat?" Devan balas menyapa sambil menahan senyum membayangkan law
Tepat jam tujuh malam mobil Devan memasuki salah satu kafe. Sebelum turun dia memastikan lagi itu adalah tempat yang dia tuju dengan mengecek kembali alamat yang tadi dikirim Tibra.Lelaki itu tersenyum saat melihat meja dengan nomor yang dituju sudah terisi. Sepasang suami istri terlihat duduk membelakanginya. Dia merapikan kerah kemeja abu-abunya, dengan langkah yakin Devan berjalan mantap ke arah Tibra dan Andhira yang sudah menunggunya.“Selamat malam, Pak Tibra.” Devan sengaja berdiri tepat di samping Andhira. Devan menghirup napas dalam-dalam. Dari tempatnya berdiri, dia bisa mencium aroma manis dari minyak wangi yang dipakai Andhira. Aroma yang sangat dia kenal sekaligus sangat dia rindukan.Lelaki itu dapat melihat badan Andhira menegang. Ah … Andhira selalu terlihat lebih menarik dalam keadaan gugup seperti ini. Mantan istrinya itu mengenakan gaun warna hijau daun yang elegan. Perutnya yang membuncit justru membuat penampilan Andhira semakin menarik di mata Devan. “Pak Devan
Devan tersenyum sinis mendengar ucapan Andhira. Matanya menatap tajam pada wanita yang sangat ingin dia miliki kembali.Andai bukan di tempat umum, dia sudah menyeret Andhira pergi dari sana. Menculik dan menyekap Andhira bisa saja dia lakukan. Malah itu akan menimbulkan kesenangan tersendiri baginya melihat kepanikan di wajah wanita hamil itu.Namun, itu semua hanya ada dalam bayangan. Tibra masih terlalu kuat walau sedang goyang. Dia tidak bisa bertindak gegabah kalau tidak ingin salah langkah. Satu-satunya cara yang bisa dia lakukan saat ini adalah dengan membujuk Andhira.“Ayo kita kembali lagi, Dhir. Aku sudah bukan Devan yang kau kenal dulu. Kini aku pengusaha sukses yang sangat disegani. Aku berjuang mendapatkan semua ini agar bisa meraih hatimu lagi. Tibra bukan apa-apa. Sebentar lagi bisnisnya habis.” Devan bicara pelan sambil sesekali melirik Tibra yang serius entah membicarakan apa di ponselnya. Lelaki itu membalas lambaian tangan Tibra dengan acungan jempol. Santai saja ma
Tepuk tangan ramai terdengar saat Aruna selesai menebarkan plastik bening berisi benur (benih udang) sebagai tanda resmi dibukanya areal budidaya udang vaname. Aruna tertawa renyah saat Zahir dan Zafar mencipratkan air padanya. Wanita itu berusaha menghindar dibalik tubuh beberapa karyawannya. Sejenak, tempat itu menjadi ramai dengan gelak tawa.Beberapa orang yang ada disana ikut mencipratkan air pada Aruna hingga membuat suasana semakin meriah. Mereka tertawa-tawa saat rasa kekeluargaan menyeruak dengan kental di antara mereka."Zahir! Zafar! Sudah." Aruna hampir kewalahan saat kedua anaknya belum berhenti. Dia semakin bersembunyi di belakang agar tidak terkenan cipratan air.Aruna mengenakan atasan panjang hingga lutut dipadukan dengan celana jeans berwarna senada. Dia membenarkan jilbab dan topi lebar yang melindungi wajah putih mulus bak porselennya dari cahaya matahari. Dia mengelap kacamata hitam lebarnya karena sedikit basah kena percikan air tadi.Setelah dirasa siap, Aruna
“Alhamdulillah, betul, betul sekali. Bulan ini total saya membuka usaha tambak udang di tiga wilayah. Minggu pertama di Kawungetan, Cilacap. Minggu kedua di Kalianda, Lampung. Hari ini di sini, Jembrana, Bali.” Aruna menjawab pertanyaan salah satu awak media.Bulan ini Aruna membuat gebrakan dengan meresmikan pembukaan tempat budidaya udangnya yang baru. Serentak di tiga wilayah sehingga menyedot perhatian masyarakat luas. Aruna menjadi idola. Wanita itu merupakan gambaran wanita kuat yang mampu bangkit kembali setelah terpuruk karena kehancuran rumah tangganya.“Tepat sekali. Saya memutuskan mengembangkan usaha ke wilayah lain untuk memenuhi permintaan ekspor yang semakin meningkat. Seperti yang sudah teman-teman ketahui dan liput juga, minggu lalu saya sudah melakukan penandatanganan untuk kerjasama ekspor dengan salah satu pengusaha dari Turki.” Aruna melepas topi lebarnya sehingga wajahnya yang sumringah terlihat dengan jelas.“Khusus untuk di Jembrana ini, saya menerapkan sistem
Dia memang menjadi sedikit tertutup dengan media sejak perceraiannya dengan Tibra. Sejujurnya dia lelah dengan semua sorotan ini. Namun, tidak bisa dipungkiri media juga banyak membantunya dalam mengembangkan usaha. Dari pemberitaan-pemberitaan yang beredar, para investor dan pelanggan berdatangan. Sehingga, sesekali dia masih bersedia diwawancara kalau terkait usahanya.“Belum ada niat mencari pengganti, Aruna? Atau belum move on? Apakah tidak merasa ketinggalan karena dalam waktu dekat Tibra akan menyambut kelahiran anak pertama dari istri barunya,”Aruna tertawa menanggapi pertanyaan salah satu awak media. Inilah kenapa dia malas jika wawancara diluar usaha. Namanya masih saja terus dikait-kaitkan dengan sang mantan. Sesuai dengan dugaannya sejak awal.“Saat ini saya sedang fokus meengembangkan usaha dulu. Kenapa harus terburu-buru menikah? Pernikahan bukan perlombaan.”Aruna menanggapi santai.“Jodoh, maut, rezeki sudah ada yang mengatur. Kita hanya perlu berusaha dan berdoa. Nam