MELAHIRKAN LEWAT MULUT

MELAHIRKAN LEWAT MULUT

Oleh:  Lady ArgaLa  Baru saja diperbarui
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
10
1 Peringkat
30Bab
311Dibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Tinggalkan ulasan Anda di APP

Nasib tragis menimpa sang kembang desa, bayi yang seharusnya lahir dengan sehat dan selamat justru lahir dari jalan yang tidak seharusnya. Bagaimana mungkin bayi itu bisa keluar dari ... Mulut?

Lihat lebih banyak
MELAHIRKAN LEWAT MULUT Novel Online Unduh PDF Gratis Untuk Pembaca

Bab terbaru

Buku bagus disaat bersamaan

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen
default avatar
novitasarianggun16
lanjut dong,penasaran nih
2024-06-02 00:32:29
0
30 Bab
BAB 1.
"Eh, Neng Mirna. Ya Allah, makin cantik ya semenjak hamil," celetuk salah satu tetangga Mirna, Leha namanya seorang janda yang tidak punya anak. Mirna tersenyum lembut, wajah manisnya selalu bisa menghipnotis semua mata yang melihat."Alhamdulillah, Mbak Leha. Semoga nanti bayinya ketularan cantik," balas Mirna ramah.Sambil mengelus perut yang sudah membesar, Mirna berjalan pulang ke rumah setelah jalan-jalan pagi seperti yang di sarankan bidan desa. Hawa dingin membelai wajah putih nan mulus Mirna, senyum berhias lesung pipi berkali-kali tersungging kala berpapasan dengan warga setempat. Rambutnya yang panjang, indah tergerai memanjakan mata sifatnya yang lemah lembut dan penyayang pun menjadi nilai plus di mata masyarakat. Tak salah jika Mirna di juluki sebagai kembang desa yang membawa keberuntungan. Pernyataan itu pun semakin menguat kala beberapa waktu lalu Mirna di lamar oleh seorang lelaki kaya dari kota, pesta mewah mewarnai kampung hingga tiga hari lamanya. Membuat banyak
Baca selengkapnya
BAB 2.
Bu Mala dan Pak Bagus saling pandang beberapa saat sebelum akhirnya berlari menuju pintu kamar Marni yang terbuka lebar dan suara suara aneh masih terdengar dari dalam sana. Namun sejak tadi tak terdengar sama sekali suara Andika yang turut menemani sang istri di dalam sana."Astagfirullah! Marni! Kamu kenapa, nduk?" bu Mala menjerit saat melihat kondisi anaknya. Pun Pak Bagus yang ikut duduk di atas ranjang yang sama dimana anak dan istrinya berada."Dika, kenapa sama Marni?" Pak Bagus bertanya dengan suara keras, saking cemasnya dengan kondisi anak semata wayangnya. Bagaimana tidak, saat ini Marni sedang dalam posisi duduk dengan dua tangan bertumpu di depan lututnya, sedang matanya melotot ke atas hingga hanya terlihat putihnya saja. Sedang mulutnya terbuka lebar dengan lidah terjulur, suara suara aneh yang sejak tadi terdengar rupanya berasal dari Mirna yang seperti mengorok atau sesekali seperti tersedak.Dika tampak pias, ia tak berani mendekat dan memilih berdiri di dekat je
Baca selengkapnya
BAB 3.
Pagi itu, pemakaman almarhumah Marni berjalan dengan lancar. Tak ada yang berani bertanya lagi kemana perginya bayi dari Mirna dan Dika, sebab saat di tanya Pak ustad semalam Dika langsung histeris dan meraung tanpa henti. Dika mengamuk sehingga Pak ustad dan Pak Bagus terpaksa mengurungnya di kamar hingga pagi ini. Sekarang, satu-satunya orang yang mungkin saja tahu dimana bayi itu berada hanya Bu Mala. Hanya saja kondisinya masih belum memungkinkan untuk ditanyai."Pakde, saya turut berduka cita ya. Padahal semalem masih ketemu sama neng Mirna, masih di kasih kue juga sama Dika. Yang sabar ya, Pakde insyaallah almarhum sudah tenang di syurga- Nya." "Iya, nduk. Maafkan semua kesalahan almarhumah ya." Leha yang bertandang bersama suaminya mencoba menghibur Pak Bagus yang duduk seorang diri di dalam rumah, setelah itu Leha bergabung dengan ibu ibu tetangga dan saudara Bu Mala di dapur, tengah menyiapkan hidangan untuk acara tahlilan nanti malam."Eh, Mbak Leha baru dateng?" sapa sa
Baca selengkapnya
BAB 4.
Subuh harinya, Bu Siti tergopoh gopoh mendatangi rumah Leha. Karna beberapa saat lalu ia mendengar suara jeritan Bu Yem, simbok nya Leha. Wanita tua itu menjerit dan menangis memanggil nama Leha berulang kali membuat Bu Siti yang tengah melaksanakan sholat subuh menjadi tidak khusuk.TokTokTok."Assalamualaikum! Mak! Mak Yem! Kenapa, Mak?" seru Bu Siti dari depan pintu rumah Leha, dari dalam masih terdengar suara tangisan Mak Yem yang terus memanggil nama Leha."Mak! Buka pintunya, Mak! Leha kenapa?" seru Bu Siti lagi. Tak lama terdengar suara pintu terbuka, di susul Mak Yem yang keluar dengan wajah bersimbah air mata."Sitiiii ... Lehaaa, Sitiiii!" "Ya, iyaa ... Leha kenapa, Mak kenapa Emak sampe jejeritan subuh subuh begini?" cecar Bu Siti. Mak Yem tak menjawab dan malah menarik tangan Bu Siti masuk ke rumahnya, langsung menuju dapur dimana Leha terbujur pingsan di sana."Astagfirullah! Leha kenapa, Mak?" Bu Siti sedikit berlari mendekat ke arah Leha yang masih tak sadarkan di
Baca selengkapnya
BAB 5.
"Waalaikumsalam, mari mari silahkan masuk." Pak Bagus mengajak para tamunya masuk, terdiri dari seorang lelaki paruh baya dan seorang perempuan yang mungkin adalah istrinya dan anak perempuan berusia hampir sama dengan Marni, wajahnya pucat pasi dengan rambut acak acakan."Ya Allah, Ranti kenapa, Pak Yono?" tanya Pak Bagus begitu melihat kondisi anak tetangganya tersebut. Pun Bu Siti yang mulai menerka nerka dalam hati."Jadi ... begini ,Pak Bagus." Bu Ambar, sang istri yang menjawab. "Sebenarnya ... tadi malam ..." Malam tadi, sekitar pukul satu, Ranti anak bungsu Bu Ambar dan Pak Yono pergi ke kamar kecil. Kebetulan sudah menjadi kebiasaan gadis yang masih mengenyam pendidikan di bangku kuliah itu belajar hingga larut, terlebih saat ini ia sudah mulai menyusun skripsi terkadang semalam suntuk ia bisa begadang.Sekembalinya dari kamar kecil, Ranti kembali hendak menekuri laptopnya. Mengejar deadline sidang skripsi yang tinggal menghitung minggu. Namun, begitu sampai di pintu kama
Baca selengkapnya
BAB 6.
"Nanti saja kita bahas masalah ini lagi, Pak. Baru satu hari, dan keluarga kita masih berkabung. Ada baiknya yang begini begini nggak jadi beban pikiran dulu, ibu masih sedih, Pak." Pak Bagus mengambil nafas dalam dan mengangguk. "Ya wes kalau begitu, kita fokus ke tahlilan tujuh harinya Marni dulu. Semoga saja tidak ada lagi warga yang di datangi oleh Marni, yang tenang di sana, nduk. Setelah acara tujuh harian nanti kita cari tahu apa yang terjadi," tandas Pak Bagus menerawang.***"Mak, gimana kondisinya Leha?" "Alhamdulillah, Ti. Sudah baikan, itu dia lagi ambil jambu di belakang, sini mampir, Ti." Mak Yem melambai meminta Bu Siti mendekat. Setelah duduk bersama Bu Siti pun mulai bercerita jika tadi ia bertemu dengan keluarga Pak Yono yang mengaku anak gadisnya pun di datangi oleh arwah Marni."Mungkin almarhum masih ada yang mau di sampaikan, Ti. Denger denger meninggalnya nggak wajar to? Terus bayinya katanya hilang?" bisik Mak Yem kepo. Bu Siti mengangkat bahu. "Nggak tah
Baca selengkapnya
BAB 7.
Keesokan harinya, orang tua Dika, Pak Wirya dan Bu Pratiwi benar benar datang. Saat melewati jalan kampung banyak pasang mata yang melihat dan mulai berbisik bisik."Lihat deh, masa menantunya meninggal sudah seminggu baru datang ke sini? Mau ngapain lagi coba?""Hush! Mana tau mereka sekeluarga mau bahas masalah hantunya Marni, memangnya kamu mau di datengin?""Hiyyy emoh! Ya syukur kalau memang mau bahas itu, bosen aku tiap malam di rumah terus nggak bisa main. Semua orang takut ketemu hantunya Marni. Kasian ya, kembang desa meninggalnya tragis.""Iya, dulu aku sempat iri sama kehidupannya si Marni. Tapi setelah kejadian itu, aku jadi bersyukur hidupku biasa biasa saja. Setidaknya itu meminimalisir kemungkinan adanya orang iri dengki sampai main dukun sama aku." Dua orang gadis yang dulunya adalah teman Marni terkikik setelah mobil orang tua Dika yang memang sudah di kenal sebagian warga kampung lewat menuju arah rumah Pak Bagus. Banyak warga yang berharap dengan kedatangan kedu
Baca selengkapnya
BAB 8.
DeghDeghDegh "Kenapa, Bu? Teriak teriak malam malam?" Pak Bagus duduk seraya mengucek matanya yang masih lengket lalu bergegas menghidupkan lampu kamar. Bu Mala melotot, melihat ke arah pintu dan tak mendapati tangan pucat itu lagi disana. "Ibu ngapain duduk di lantai begitu?" tanya Pak Bagus lagi, lalu lekas mendekat dan membantu Bu Mala berdiri."Ya ampun, Bu. Badan ibu dingin sekali loh, ibu sakit?" Bu Mala menggeleng lemah, lalu perlahan duduk di kasur dan mengambil segelas air yang selalu ada di nakas dan meneguknya hingga tandas."Ibu ngapain tadi duduk di lantai? Muka ibu juga pucat, apa ibu ... habis lihat sesuatu?" tebak Pak Bagus. Bu Mala menoleh cepat, menatap tajam mata suaminya dengan wajah gusar."Apa jangan jangan ....""Sudah, Pak. Ibu mau tidur lagi, dingin." Bu Mala menyela ucapan Pak Bagus, lalu tanpa menunggu reaksi suaminya ia lantas masuk ke dalam selimut dan menutup tubuhnya hingga ke kepala. Tak lama terasa kasur bergerak, pertanda Pak Bagus sudah kemb
Baca selengkapnya
BAB 9.
Pak Bagus yang tengah menjerang air di dapur tergopoh gopoh masuk ke kamar kala mendengar suara teriakan Bu Mala, sampai di sana di dapatinya Bu Mala sudah duduk di atas kasur dengan keringat membanjiri tubuhnya, tatapannya lurus ke depan dengan nafas terengah engah."Bu! Kenapa, Bu?" Pak Bagus mendekat lalu menelisik sekitar, khawatir jika ada sesuatu yang membuat istrinya takut."M- Marni ... Marni, Pak," bisik Bu Mala lirih, bulir bulir bening mulai membanjiri wajahnya."Kenapa sama Marni, Bu? Coba cerita sama bapak? Ibu mimpi ketemu Marni?"Bu Mala mengangguk pelan. "Terus apa yang terjadi, bu? Marni bilang apa?"Bu Mala menoleh dengan air mata semakin deras."Ma- Marni bilang ... hiks. .. di- dia ... dia dan bayinya di tumbalkan sama seseorang, Pak. Huhuhu ... dan ... dan sekarang Marni jadi budak makhluk seram entah dimana," raung Bu Mala langsung histeris. Pak Bagus merangkul Bu Mala sambil beristighfar berkali-kali, walau sudah menduga ada yang salah namun Pak Bagus belum t
Baca selengkapnya
BAB 10.
"Bapak? Ibu? Mau apa ke sini?" Dika mendekati ke dua mantan mertuanya itu dengan wajah seperti tak senang. Pak Bagus masih diam terpaku melihat ke arah wanita dan bocah lelaki itu, keduanya tampak kebingungan."Siapa mereka, Dika?" tanya Bu Mala yang lebih dulu bisa menguasai diri, walau dadanya terasa sesak karna sudah bisa menebak jawaban atas pertanyaan nya.Dika membuang wajah jengah. "Bukan urusan bapak sama ibu, sekarang Dika tanya kalian mau apa kemari? Seharusnya kita sudah tidak ada urusan apa apa lagi, setelah Marni meninggal kan?" geram Dika membuat Bu Mala dan Pak Bagus kaget bukan main melihat sikapnya yang berubah drastis ketika saat masih tinggal di rumah mereka."D- Dika ... apa maksud kamu?" tanya Pak Bagus terbata. Ia sungguh kaget dengan perubahan sikap Dika, sebab dulunya dialah yang paling dekat dengan menantunya itu. Dan sebelum ini sikap Dika sangatlah santun dan lembut terhadapnya dan istrinya. "Mas, siapa?" tanya wanita berambut panjang yang sejak tadi mem
Baca selengkapnya
DMCA.com Protection Status