Harlow si nomor dua berdecak malas. Dia memandangi wajah Alexander dengan penuh rasa muak. “Apa pun yang sudah kau janjikan barusan tidak akan berguna bagi kami! Tadi kau bilang bisa membantuku menjadi Wakil Rektor? Tidak perlu! Aku tidak perlu pertolongan dari pria lemah seperti mu! Alex, sebentar lagi kau akan pergi dari sini! Kami bisa menerima semua gagasan gila mu, anggap saja itu hiburan terakhir bagi kami semua di sini, anggap saja hiburan perpisahan untuk kita semua.”Brendon si putra sulung menyilangkan kedua tangan di dada seraya berkata angkuh, “Kami terlalu tinggi dan mewah untuk menerima sampah kecil seperti mu, Alex. Sebelum kami semua malu lantaran kehadiran mu, lebih baik kau menyerah, menceraikan istrimu lalu pergi dan jangan pernah kembali. Aku masih berbaik hati pada mu. Bagaimana pun, aku adalah walikota yang harus baik terhadap siapa pun, termasuk pada pria rendahan seperti mu.”Terakhir, Pablo menghela napas panjang sebelum berkata dengan penuh penyesalan. “Aku m
Brendon menyuruh Alexander supaya sedikit menggeser kursinya lalu meletakkan satu kursi lagi di pas di samping Alexander.Tidak lama berselang Martin pun muncul di ruang keluarga lalu menyalami enam kakak beradik satu per satu. Kehadiran Martin menjadi pembeda. Dia disambut baik, bak seorang pahlawan yang baru saja menyelamatkan negaranya.Padahal, dia masih sangat cupu.Namun, kepercayaan diri Martin sangat tinggi seakan-akan dia sudah seribu tahun menjadi pasukan perang dan mendapatkan banyak penghargaan.Semua orang dia salami dan dia sapa, kecuali Alexander.Dia merapikan seragam tentara kebanggaannya di hadapan Alexander seraya meng-glorifikasi dirinya sendiri dengan penuh keangkuhan :“Aku seorang perwira di militer yang dimuliakan banyak orang!” Martin sedikit berjongkok untuk memperlihatkan lambang pangkat Letnan Dua (Strip kuning satu doang) pada Alexander. “Tidak mudah menjadi seorang Letnan. Jika di luar sana banyak wanita yang bemimpi punya kekasih selevel Prajurit kecil
“Kau! Bajingan!” caci Martin menyeringai. “Aku pasti menerima omongan semacam itu kalau kau Jenderal atau setidaknya lebih tinggi pangkatnya dariku. Tapi, kau ... Haduh! Parah! Kau bukan siapa-siapa! Kau bahkan lebih tidak berguna dari pada orang yang menyedihkan di kota ini! Lalu kau beraninya bicara seperti itu padaku?!”“Tentu saja aku berani. Kenapa harus takut?” Alexander tak mau kalah suara. Dia menegakkan bahu dan mengeraskan rahangnya. Tatapannya tegas dan jauh lebih tegas dari pada Martin.“Dan kau berani menyela?” sentak Martin lalu menyilangkan kedua tangan di depan dada. Matanya melotot tajam dan napas menderu-deru. Dia tidak terima suara Alexander lebih lantang dari pada suaranya. Menyaksikan keberanian Alexander, enam kakak beradik di sana lantas terperangah. Mereka kira, Alexander tambah menciut nyalinya setelah berhadapan dengan Martin.Di sana juga ada Winnie. Dia membekap mulutnya sendiri dengan dua telapak tangan karena tidak percaya keponakannya yang begitu dia ba
Alexander masih tersenyum tapi kali ini senyumannya berubah kaku. “Ayah mertua, kita semua menyaksikan bahwa dia yang barusan ingin menonjok wajahku. Aku hanya menangkis pakai telapak tangan lalu setelah itu dia kesakitan sendiri. Hal yang bisa aku tarik dari peristiwa barusan adalah ... rupanya dia sangat lemah. Aku tidak pernah melihat pria lemah seperti Martin. Apakah dia merasa pantas untuk menjaga Gabriella nantinya?”Martin masih mengelus-elus tangannya yang perih dan kaku. Darah di tangannya berhenti mengalir. Sendinya tak berfungsi. Dan ada beberapa titik keretakan di tulang tangannnya. Beberapa detik kemudian, rasa sakitnya menjalar dari pergelangan tangan sampi ke siku lengannya.“Aaahhh!” Martin meraung.Dokter Shinta mendekat dan memeriksa tangan Martin. Dengan wajah terkejut, dia berkomentar. “Parah! Martin harus mendapat perawatan sekarang juga di rumah sakit. Dia bisa cacat seumur hidup kalau dibiarkan.”Apa?Semua orang terperanjat.Sadis. Mengerikan.Padahal Alexander
Kapten Farrell naik pangkat jadi Mayor. Pangkat ini langsung diberikan karena prestasinya yang luar biasa selama mendampingi Jenderal Naga Emas. Didampingi satu perwira tinggi dari AD, Mayor Farrell membawa satu bungkusan. Bungkusan itu sama seperti apa yang tadi dibawa oleh Alexander, hanya brownies yang tidak begitu mahal.Namun, karena dibawa oleh orang besar, maka Brendon tidak mungkin membuangnya ke kotak sampah. Dia tidak punya keberanian untuk melakukannya.Pablo dan Brendon menyambut baik kehadiran dua tamunya dan langsung mempersilakan masuk.Pablo mengira bahwa kehadiran Mayor Farrell dan Brigjend Chris memang ingin bertemu dengan dirinya. Secara, dia adalah Letnan Jenderal Purnawirawan, meskipun, ada banyak kasus yang mencoreng namanya.“Kami membawa bingkisan kecil dari Jenderal Naga Emas,” ucap Mayor Farrell. “Terimalah.”“Terima kasih,” balas Pablo sumringah. Mendapat hadiah dari Jenderal Naga Emas, sang pahlawan negara, merupakan pencapaian besar yang mesti dibanggakan.
Seharusnya Pablo peka. Alexander mengambil hadiah tersebut. “Terima kasih, Mayor Farrell. Sampaikan salamku juga pada Jenderal Naga Emas ya.”“Siap, Tuan Alexander!”Kemudian Alexander bilang bahwa brownies pemberian dari Jenderal Naga Emas bisa dinikmati bersama-sama. “Ini adalah pemberian spesial. Kita harus menikmatinya bersama-sama.”Sementara itu Martin masih meringis kesakitan. Shinta dan Winnie masih menenangkannya.Sesuai tadi instruksi dari Alexander bahwa Farrell harus berakting. Farrell memperhatikan gerak-gerik Martin, lalu dia pun berkata, “Jenderal Naga Emas bilang kalau Tuan Alexander bisa membantu menyembuhkan beragam penyakit, termasuk penyakit aneh yang diderita oleh perwira kurang ajar ini. Jika kalian bersedia, sebaiknya mintalah tolong pada Tuan Alexander.”Semua orang melongo tak percaya.Winnie menggeleng keras, menolak hal konyol itu.Tapi sebelum Winnie berkomentar, Pablo langsung menyergah, sebab Pablo khawatir nanti istrinya salah bicara di hadapan Farrell
Pablo langsung menyela. “Apa-apaan kau, Shinta? Tidak perlu memberikan kesepakatan lagi untuk dia. Tidak ada gunanya.” Pablo sudah kepalang kesal sama menantu pria menumpang itu. Maka baginya sudah tidak ada lagi kesepakatan yang boleh dibuat. Percuma. Amarah di dada Pablo sudah terbakar, hingga menghanguskan semua asa dan harapan. Tidak ada tempat bagi Alexander.Shinta merapikan kemeja putihnya lagi lalu membalas, “Bukankah kita semua di sini tidak percaya kalau pria payah di depan kita itu bisa melakukannya? Bukankah kita anggap dia hanya pembohong dan pembual? Nah kalau begitu biarkan dia bersandiwara di dalam semua omong kosongnya sendiri. Dia tidak akan pernah bisa berhasil menyembuhkan penyakit Gabriella. Jadi untuk apa kita khawatir? Sudah dipastikan dia akan enyah dari sini.”Masuk akal.Pablo termenung beberapa saat, menimbang-nimbang kalau omongan adiknya ada benarnya juga. Ketika dia meminta saran dari kakak pertama, Brendon pun setuju untuk memberikan kesempatan pada mena
Sore hari itu Alex pergi ke pasar, membeli beberapa bahan yang akan dia gunakan untuk meracik ramuan obat untuk istrinya. Begitu sudah sampai di rumah, dia dihadang oleh Winnie.“Dari mana saja kau berjam-jam menghilang? Apa kau mau kabur lagi dari rumah lagi? Takut jadi babu ha?” cecar Winnie dengan pandangan sinis. Bibirnya langsung berkerut malas.Alexander menjawab simpel dan apa adanya. Percuma juga kalau dia berhadapan dengan ibu mertua (tiri) terlalu lama. Menghabiskan waktu saja.“Dua tahun kau menjadi pesuruh, aku kira kau memang tidak betah, Menantu sialan! Jika kau memang sudah enggan dan bahkan muak, bilang saja!”“Aku masih kerasan tinggal di sini, Bu. Tenang saja, aku tidak mungkin kabur dari rumah karena aku memang tidak kabur dari rumah waktu itu.”Winnie melengos cepat seraya membalas, “Rumput halaman depan sudah pada tinggi. Kotor pula. Aku tidak mau tahu, semua harus beres satu jam lagi.”“Kan ada tukang kebun, Bu. Bukankah dia tiap satu minggu mengurusnya?”“Kau! B