Dua minggu kemudian .... "Kamu yakin tak perlu bertemu dengan Wisnu lebih dulu sebelum sidang?" Revan menghampiri Kamila yang tengah mematut diri di depan cermin. Setelah dua pekan masa pemulihan, dokter menyatakan bahwa kondisi Kamila sudah stabil dan dia bisa beraktivitas dengan normal. Mengingat profesi sebelumnya, ketahanan fisik dan imun perempuan itu jelas lebih kuat daripada perempuan biasa sebayanya. Kamila menggeleng pelan. Pandangannya masih belum beralih dari cermin di hadapan yang menunjukkan bayangan dirinya dengan gaya rambut baru Classic Bob Hairstyle yang sangat cocok dengan kepribadiannya."Aku udah janji pada Kalina nggak akan menemui Wisnu sampai waktu sidang," ucapnya santai. "Sebenarnya apa yang tengah kalian rencanakan? Di mana Kalina sekarang?" tanya Revan yang penasaran karena selama dua pekan saudara kembar ini tak melibatkannya dalam rencana yang tengah dijalankan. "Jangan tersinggung, Van. Kita sengaja nggak libatin kamu karena ngerasa ini problem woman,
Kamila berhenti sejenak saat melihat mobil yang dia kenali milik Yuna sudah terparkir di pelataran kediaman Keluarga Wijaya, sedangkan mobil milik Wisnu belum dia dapati berada di lokasi. Dahinya mengernyit heran, dia mulai bertanya-tanya tentang tujuan Yuna datang? Padahal dua pekan lalu dia mengatakan sudah memutus segala hubungan dengan keluarga Wisnu saat datang bersama dengan kedua orangtuanya hari itu. Mencoba mengesampingkan segala teori tentang Yuna, Kamila memilih bergegas memasuki rumah. Namun, dia dibuat heran saat mendapati ruang utama justru dalam keadaan hening dan sepi. Ke mana perginya orang-orang? Padahal dia sudah tak sabar ingin menghajar wajah Pak Dahlan. Tanpa pikir panjang, serta pikiran yang masih dipenuhi dengan kekalutan, Kamila langsung berlarian menelusuri tiap ruang yang ada, dari satu lantai ke lantai lainnya, dari satu ruang ke ruang berikutnya. Sampai sebuah keributan yang berasal dari ruang kerja milik Pak Dahlan di lantai tiga, mengakhiri pencarianny
"Seminggu lalu saya menemukan wanita ini di salah satu rumah sakit di Singapura. Rupanya dia keguguran, karena stres dan tertekan." Semua orang menatap Kalina, ketika perempuan itu mengambil alih kesaksian yang seharusnya dilakukan Yuna."Keguguran?" Wisnu menoleh ke arah perut Yuna yang sudah kembali ramping. Sedangkan Kamila hanya bisa bungkam mendengarnya. "Janin dalam kandungan wanita itu, kan yang membuat Anda bungkam Tuan Adiwijaya?" Kalina menghampiri Wisnu, dan bergumam di telinganya. Kedua tangan Wisnu langsung terkepal. "Sayang sekali, padahal kalau janinnya tidak gugur, mereka bisa menjadi saudara yang akur," cibirnya sembari mengusap perut. Kalina kembali beranjak, dia beralih dari Wisnu menuju berlakang kursi Yuna. "Akh." Tanpa diduga Kalina menjambak rambut perempuan itu hingga wajahnya yang semula tertunduk, jadi mendongak lurus ke arah meja hakim. "Lawan bicaramu di depan, Nyonya! Bukan di bawah."Gemelatuk gigi Yuna terdengar sampai beberapa orang di belakang."Sek
'W.A anak pertama salah satu pebisnis terkemuka yang juga pemimpin perusahaan elektronik ternama baru saja dibebaskan dari segala tuduhan percobaan pembunuhan pada sang istri K.F. Sementara itu, aktris berinisial Y.J ikut terseret dalam kasus yang melibatkan para konglomerat tersebut.'Sraaak!Braaak!"Tamat, kita sudah benar-benar tamat sekarang." Pak Dahlan melempar semua barang yang ada di atas meja kantornya, kemudian mengempaskan diri ke kursi. "Yuna yang sebelumnya bersedia menjamin keselamatan kita malah lebih dulu masuk perangkap si wanita sundal. Sejak awal kita memang terlalu meragukan Kalina, Yang. Wanita itu benar-benar tak bisa diremehkan." Lelaki paruh baya itu menunduk dalam, sembari memijit pelipis pelan. "Semua aset kita ludes, banyak investor yang menarik investasi mereka setelah skandal Hendri pertama kali mencuat ke permukaan. Bahkan para pemegang saham sudah melakukan protes dengan terang-terangan agar Wisnu turun dari jabatannya. Sekarang tak ada lagi pilihan, s
" ... lihat aku baik-baik. Aku masih orang yang sama. Lelaki yang kamu sebut Nunu. Lelaki yang masih mencintaimu.""Apa artinya cinta kalau yang kamu rasakan cuma keegoisan aja? Apa artinya cinta kalau hanya satu pihak yang memperjuangkannya? Kalau dengan mencintaiku kamu menyakiti saudaraku, aku nggak bisa menerima perasaan itu, Wisnu. Lagi pula lelaki pengecut sama sekali bukan tipeku!"Jdug! "Aw." Kamila mengusap dahinya yang baru saja terbentur meja saat tengah melamuni tentang kejadian hari itu. "Sudah kubilang. Melamun tak akan bisa menyelesaikan sesuatu," cibir Revan sembari terkekeh ringan. Saat ini mereka tengah menikmati Nasi Padang di salah satu rumah makan tak jauh dari apartemen tempat mereka tinggal. "Setidaknya melamun bisa memperluas imajinasi," dalih Kamila sembari menyeruput es teh manisnya. "Lebih tepatnya halu," ralat Revan. "Mending halu daripada nganu," balas Kamila tak mau kalah. "Tergantung, nganu yang bagaimana dulu?"Kamila memutar bola mata. "Ng, ngan
"Kamu yakin dengan ini, Mil?" Kalina menghampiri saudaranya yang baru saja menuruni tangga menuju lantai dasar. Dia terlihat sudah mengenakan celana joger cargo dan jaket jins crop dengan ransel sedang yang sudah bertengger di punggungnya. Kamila melangkahkan kaki di undakan tangga terakhir dan mengangguk mantap. Dia letakkan tangan di kedua sisi bahu Kalina"Yakin banget. Kamu nggak usah kuatir, Kal. Aku udah sehat dan fit, kok. Lagian udah lama nggak aktivitas di luar, kangen rutinitasku yang dulu." Senyum lebar yang dia tunjukkan sekejap menghilangkan keraguan pekat yang sempat menyelimuti diri Kalina. "Aku janji bakal bawa mereka ke hadapanmu," yakinnya dengan tangan terkepal. Kalina menggeleng, dia menurunkan kedua tangan Kamila dari bahu, lalu menggenggamnya, erat. "Bagiku, keselamatanmu masih yang paling utama. Tolong berjanji! Pulanglah dalam keadaan dan kondisi apa pun. Aku dan ayah akan menunggumu selalu."Kamila tersenyum hangat, lalu menarik saudara kembarnya dalam peluka
"Belum ada tiga jam sejak kepergian Kamila, tapi aku sudah begitu mengkhawatirkannya," aku Kalina saat dia dan Revan tengah menikmati sunset di bangku dekat kolam berenang. Ayahnya dan Bu Hilma juga sudah kembali ke Surabaya untuk melanjutkan kesibukan mereka. Vila yang beberapa waktu ditempati Kalina, Kamila, Revan, dan beberapa asisten rumah tangga ini terletak di daerah Puncak, Bogor dengan view yang luar biasa indah. Tempat ini sengaja dia jadikan hunian sementara, sejak merebaknya kasus Keluarga Wijaya yang didalanginya. Pemandangan yang asri, tempat yang luas dan nyaman menjadi hiburan tersendiri di tengah penatnya segala masalah yang datang bertubi akhir-akhir ini. "Percayalah Kamila akan baik-baik saja, Kal. Sebenarnya dia hebat dalam segala hal kecuali mengendalikan perasaan, kecerobohan, dan ingatan.""Ya, dia juga sangat pandai membuat orang lain yang ada di sekitar merasakan nyaman." Kalina menoleh ke arah Revan. "Benar, begitu?"Revan tertegun. Dia paham maksud Kalina.
"Pegangan, oi!" teriak Kamila saat mendapati Detektif Nizar hendak terjungkal, karena motor yang dikendari dengan ugal-ugalan melewati jalan setapak yang hanya muat untuk satu kendaraan roda dua. Wajah lelaki manis berumur akhir dua puluhan itu terlihat begitu tertekan setelah dibawa berputar-putar melewati kompleks, lalu masuk dari satu gang ke gang lainnya sampai Kamila benar-benar berhasil menyusul laju motor Feri yang berjalan cepat menuju daerah pesawahan yang baru saja dibajak manual menggunakan Kerbau. Meskipun sempat ragu, dan merasa kikuk. Terpaksa Detektif Nizar melingkarkan tangan di pinggang ramping Kamila, daripada menerima risiko terjungkal, tepelanting, dan terguling-guling dipematang sawah. "Udah punya istri atau anak?" teriak Kamila lagi saat motornya semakin mendekati kendaraan Feri. "Hah?" Detektif Nizar memastikan lagi. "Anak sama bini!" ulang Kamila dengan suara yang lebih keras. "Oh, belum.""Bagos. Berarti nggak akan ada yang khawatir meskipun lecet dan te