Arum masih terpaku. Dia tidak tahu harus berkata apa. Dia sudah terjebak dengan situasi dan kondisi di hadapannya. Mau tidak mau, jawaban yang harus dikeluarkan Arum harus memuaskan hati Mustika.
“Saya selalu membuat kue dari tepung beras, dicampur dengan kelapa. Mungkin Romo akan menyukainya, jika aku membuat makanan itu,” ucapnya dengan berat. Sebenarnya Arum tidak mau berpura-pura. Ingin rasanya dia tegas mengatakan itu salah! Namun, Arum berusaha untuk membuat anak gadis pertama Soewojo bahagia.
Kedua mata Mustika berbinar, mendengar jawaban Arum yang sangat memuaskan dirinya. Dia memeluk Arum dengan erat, lalu menarik telapak tangannya. Mendadak Mustika menyatukannya dengan telapak tangan Romo. Mereka berdua sontak hanya saling menatap tanpa memperlihatkan ekspresi masing-masing.
“Benarkan, apa yang aku katakan, Romo? Mulai sekarang, Romo tidak perlu kawatir dan curiga dengan perlakuan Nyai Utama. Semua pasti ada alasannya. Baiklah, aku ak
Hendra masih nekat mendekati Arum. Spontan Arum menggelengkan kepalanya. Dia menunjukkan jemari kuat menuju pintu. Hendra sejenak memandangnya, kemudian keluar kamar. Mustika yang melihat pamannya dari luar kamar, menutup mulut dengan kelima jarinya. Dia terkejut bukan main. Sang paman masih saja nekat menggoda ibu tirinya.Arum bergegas masuk ke dalam kamar mandi. Dia menyalakan air shower. Dia akan berpura-pura mandi di sana.“Arum!” teriak Wojo. Kedua matanya mengedar ke seluruh kamar, tidak menemukan sosok wanita yang dia cari. “Di mana dia?” gumamnya sekali lagi.Kakinya melangkah, semakin masuk ke dalam kamar. Gemericik air terdengar cukup keras. Wojo menelisik suara itu. Bola matanya menyorot tajam ke pintu kamar mandi yang sedikit terbuka. Kakinya melangkah, untuk memeriksanya.“Kau …,” batinnya. Hatinya tak percaya, melihat Arum sangat cantik dengan rambut panjang hitam terurai. Sontak wojo meremas sendi
Perputaran nasib tidak ada yang bisa tahu. Segala perubahannya tak pasti datang. Semua makhluk hidup diperbudak oleh nasib. Begitu juga dengan Pandu. Terkadang setelah mengalami kesenangan, seseorang akan merasakan penderitaan.“Plak!”Tamparan kembali Pandu rasakan. Pipinya memerah seketika. Dia seperti orang yang sangat bersalah. Orang yang biadab, memperlakukan wanita dengan sangat kejam. Padahal dirinya selalu memperjuangkan cinta. “Tuan, saya tidak bersalah,” balas Pandu masih menyorotkan pandangan tajam. “Jangan pernah main hakim sendiri. Kau pun pasti juga pernah melakukan kesalahan. Aku akan membuktikan diriku tidal bersalah,” lanjutnya semakin tegas.“Jangan pernah membantahku. Kau sekarang keluar. Kepala Polisi ingin menemuimu!”“Dia … ingin menemuiku? Ini pertanda baik,” gumam Pandu. Wajahnya sedikit semringah.Sebuah berkah yang terjawab. Pandu akhirnya bis
Arum bergegas mendekati pintu kamar. Dia mendengar suara tidak asing di telinganya. Suara yang hampir mirip dengan sosok yang dirindukannya.“Mas Pandu?” ucapnya pelan. Tangannya bergemetar memegang gagang pintu kamar. Seakan jiwanya tidak mau kecewa sekali lagi. Dia tidak mau menganggap dirinya ternyata berhalusinasi. Sembari menarik napas panjang, Arum mulai menekan gagang itu ke bawah. Pintu perlahan terbuka.“Mas?”Kedua matanya tak percaya. Sosok Ardi sudah berada di depan pintu kamarnya. Arum sangat panik. Dia tidak tahu harus berbuat apa.“Mas, kenapa bisa di sini? Sangat bahaya,” ujarnya berbisik.“Arum, aku mau menyampaikan pesan Pandu. Ini sangat penting. Aku harus masuk ke dalam kamarmu,” balas Ardi berbisik. Kedua matanya terus mengamati semua ruangan, untuk memastikan tidak ada yang melihatnya.“Pesan?” tanya Arum semakin terkejut. Spontan dia membuka pintu kamar sediki
Sumpah, sudah terlaksana. Beberapa kata yang terlontar dari sepasang wanita teraniyaya saat itu. Dua wanita yang dianggap rendah. Tanpa kasta dan kedudukan yang dimilikinya, mereka dipermalukan di depan semua orang.Kini, pemilik sumpah berdiri tegak, menganggukkan kepala dengan senyuman di hadapan Nyai Ani yang tidak jauh dari posisinya.“Saras …”Nyai Ani meninggalkan ruangannya. Kakinya melangkah cepat keluar dari kediaman, berdiri di tengah gerbang untuk melihat dengan kedua mataya sendiri. Jika, sumpah itu memang benar adanya. Ternyata … sumpah sudah terbukti nyata!“Biarkan saja dia menikmati kedudukan itu. Akan lebih baik jika dia menerimanya. Kau, tidak perlu seperti itu. Kekayaan kita lebih dari segalanya. Yang terpenting, Pandu tetap bersama Sabrina Walongsono.” Romo tiba-tiba datang, berada di belakang Nyai. “Kau tidak perlu cemas, Nyai,” lanjutnya sambil menatap Nyai yang terdiam, menatapnya ta
Sebuah keinginan yang benar-benar akan terwujud bagi Hendra. Kali ini dia bisa bernapas lega, mendengar Arum memberikan persetujuannya. Hendra saat itu melihat Ardi masuk bersama tukang kebun. Dia sedang menikmati kopi di kursi taman.Sesuatu mencurigakan Hendra lihat. Ardi tiba-tiba masuk ke kediaman. Spontan Hendra mengikutinya, sangat terkejut melihat Ardi memasuki kamar Arum. Apalagi Hendra mendengar semua perkataan mereka. Namun, dia tidak mempedulikan itu. Dalam dirinya, hanya ingin memiliki Arum. Dan, kali ini dia berhasil melakukannya.Hendra segera mengajak Ardi keluar dari kamar Arum. Dengan santai, dia berjalan keluar dari sana. Wojo yang tidak sengaja berpapasan, hanya melewati mereka begitu saja. Dia menganggap Ardi adalah teman Hendra. Namun, “Tunggu!” cegah Wojo. Dia menghentikan langkahnya, mendekati Hendra.“Aku … sepertinya mengenalmu. Kau …,” tunjuknya tepat di wajah Ardi.“Apakah dia akan men
Spontan, semua mata menatap sosok wanita berkebangsaan Inggris memasuki ruangan persidangan dengan mendadak.“Saya wanita yang dia selamatkan. Im the woman. Dia tidak bersalah. Aku akan menjamin keselamatannya. Tidak ada bukti kuat untuk kalian menghukumnya. Pengacaraku akan mengurus semua kebebasannya. Let him free!”Mawar berlari menerabas para petugas untuk mendekati Pandu. Dia tidak menyangka wanita itu akhirnya menemukan dirinya. Wanita yang bernama Selena. Yang sudah Pandu selamatkan saat akan melakukan bunuh diri.“Raden, kau akan selamat. Dia … wanita itu bernama Selena. Dia sudah mengurus semuanya. Kita akan bebas.”“Mawar … wajah itu. Apa yang dia lakukan kepadamu? Kenapa?!”Pandu tidak mempedulikan kebebasannya lagi. Dia memeluk Mawar dengan erat. Kedua matanya tak percaya melihat wajah Mawar lebam membiru.“Untuk apa kau melakukan pengorbanan ini? Aku tidak akan memaafkannya
Permintaan mustahil tetap Wojo pertahankan. Walaupun dia akan menundanya hari ini akibat peristiwa menyeramkan menimpa Arum.“Aku … tidak bisa!” ucapnya tegas. Spontan dia melepaskan telapak tangan Arum. Padahal, dia baru saja akan mengobatinya. “Persiapkan dirimu sesegera mungkin. Kita akan mengikat satu sama--”“Kenapa? Yah, kenapa kau berubah pikiran?” sela Arum memelas. Dia bangkit, mendekati Wojo yang seketika memalingkan wajahnya. “Katakan kepadaku. Kenapa?” lanjutnya memaksa.“Karena aku--” Wojo tidak sanggup melanjutkan perkataannya. Dia berusaha sedikit melawan hatinya. Namun, sejak detik itu. Ia mulai menyadari dirinya merasakan getaran hebat ketika bersitatap dengan mata bersinar bak bintang sang istri. Rasa sakit dalam hati dikalahkan oleh kilauan kecantikan alami di hadapannya.Wojo menarik napas panjang. Dia membalikkan tubuhnya. Tak kuasa memandang lagi sosok di hadapannya.
Senyuman semakin mengembang di wajah Sabrina. Pengawal mengatakan kabar baik untuknya. Para aparat mendengarkan penjelasan sang pengawal sambil memberikan segepok uang, mengatakan sebuah mobil membawa seorang lelaki bernama Pandu."Kami akan memberikan uang ini. Maafkan kami. Yah, kami hanya mencari lelaki bernama Pandu. Mungkin Anda bisa membantuku. Dia adalah majikan kami yang menghilang.""Pandu? Apakah dia ...."Salah satu aparat terkejut mendengar nama yang disebut. "Yah, kami mengetahui seseorang yang bernama Pandu. Tentu saja dia adalah lelaki yang baru saja terbebas dari hukuman.""Apa?""Aku akan mengatakannya. Tapi ..." Dia akan mengatakan keberadaan Pandu jika pengawal memberikannya uang cukup banyak sekali lagi."Aku akan memberikan uang ini. Terimalah." Tanpa berpikir, Pengawal memberikan semua uang yang dia bawa untuk melayani Sabrina. Para aparat tersenyum lebar, menerima semua uang begitu saja. Dalam sekejap, keberadaan Pandu