"Hmm." Aku berdehem malas.
Aku melayangkan pandanganku kedepan.
Tunggu itu mama Jessen!
Hah kok di sini?!
Apa lagi cari si Jessen?
Tapi kalau aku kasih tau Jessen, takutnya Jessen marah lagi..
Aduh, apa ya?
"Kau lihat apa?" Teguran Jessen membuatku melihat ke arahnya dengan cepat. Dia hendak melihat arah pandanganku tadi tapi kualihkan dengan memegang wajahnya dengan kedua tanganku, membuat wajahnya terarah padaku.
"Ngak, ngak ada." Aku bangkit berdiri dan menarik tangannya pergi menjauh dari kursi kami tadi.
Dia terikut tarikan tanganku. "Eh, kenapa?"
Sambil terus berjalan cepat aku menarik tangannya. "Udah ikutin aja."
Setelah cukup jauhku rasa aku melepaskan tanganku, namun tangan Jessen kembali mengenggam tanganku. "Jangan lepas."
Wait wait...
Aku ragu kenormalan otak Jessen sekarang. "Kau sehat?"
"Sakit." Jawabnya. "Obatnya cium aku." Sambungnya datar.
Aku terkekeh luar bias
Aku berjalan di taman yang lumayan jauh dari rumahku sepulang sekolah. Aku mencoba menjernihkan pikiranku dari berbagai masalah yang kuhadapi. Kumasukkan tanganku ke dalam saku rok sekolah, dan seperti ada sesuatu yang keras dan persegi. Kukeluarkan apa benda yang ada di kantongku. Buku mistis.Aku tak terlalu terkejut lagi melihat buku ini yang kadang nongol kadang ngilang, aku sudah terbiasa. Kubuka buku itu, masih tertata rapi kertas kecil pembatas buku berwarna emas yang terakhir kudapat karena menyelesaikan misi 4/15."Ini sebenarnya kertas untuk apa ya? Ngak mungkin iseng-iseng kan?"Krrrukk...Aku memegangi perutku. "Aku lapar. Mau bakso."Cling...Seketika aku berada di rumah makan bakso.Seorang pelayan datang menghampiriku dengan membawa mangkuk. "Silahkan di makan kak. Ini bakso spesial yang ada di tempat kami.""Loh eh. Saya ngak pesan kok pak.""Ini gratis kak, silahkan."Heh?...Sihir lagi?
Masih dengan dalam diam aku melihat Jessen tak percaya. Tangan wanita itu merangkulnya membuat wajah Jessen berpaling padanya.Aku membalikkan badan dan pergi menjauh sambil menahan rasa sesak di dada.***Aku cengo sendiri di dalam toilet berdiri di depan cermin. Apa yang terjadi tadi luar biasa di luar dugaan.Aku coba menelepon Jessen.Dia mengangkat panggilanku. "Hm.""Kau. Kau tunangan?!""Hm."Dia kok ngomong kayak ngak bersalah sih. "Kau kan pacarku!""Jadi?""Kau gila ya... Masa ngak ngerti sih?!"Terdengar hembusan berat darinya. "Ck. Dengar, sekalipun kita pacaran bukan berarti apapun bagiku. Tugasmu hanyalah berusaha menyelesaikan misi, bukan mencampuri urusan pribadi percintaanku. Kau paham."Apa-apaan sih dia!Aku mematikan telepon sepihak."Maksudnya apa coba? Dia mempermainkanku?" Aku memukul wastafel. "Ah."Tiba-tiba ada cahaya yang melingkupi ruangan ini sesaat,
Aku membaca buku sejarah yang pernah di berikan Jessen. Aku kembali menangis, aku mengelus buku itu. "Kenapa?" Aku melap air mataku, walau itu terus mengalir.Mataku kupalingkan ke arah buku mistis. "Misinya bertambah... Apa dia merasa bahagia?"Aku tersenyum lirih. "Sepertinya."Begitu kejamnya rasa bahagia Jessen yang nampar hatiku ini. Ini sangat sakit.Aku berjalan ke tempat tidurku dan membaringkan diriku.DrettPonselku bergetar, Jessen menelpon.Kuangkat panggilannya. "Hm.""Aku di luar. Keluarlah.""Kau pergi saja dengan wanitamu. Jangen dekati aku. Dasar berengsek!" Kumatikan ponselku. Aku tak ingin melihatnya lagi, hatiku terlalu sakit.Aku menutup wajahku dengan bantal tak peduli apapun yang terjadi.***"Val." Panggil Tessa."Hm."Tessa mengerucutkan bibirnya. "Kau jangan jutek-jutek terus dong. Jelek tau ngak."Aku memeluk Tessa. "Aku males Tes. Moodku buruk terus be
Dia berhenti di satu ruangan, ini gudang sekolah. Pintu ruangan ini terbuka, dia membawaku masuk kedalam ruangan gelap ini dan menutupnya dengan menendang pintu. Dia melepaskanku.Aku langsung menjauh dan mencari benda keras untuk menukulnya.Ctak.Lampu ruangan ini hidup menapakkan sosok lelaki yang kukenal. "Kak Rio?!"Aku memasang kuda-kuda dan memegang sapu yang kuambil tadi untuk memukulnya. "Kalau kau mendekat, aku akan memukulmu. Tak peduli kau akan mati atau tidak!" Aku mengancam Rio dengan keras."Val. Please dengerin aku dulu."Dia menghembuskan nafas berat. "Aku ngak tau mau ngomong apa lagi. Ataupun mau bicara denganmu gimana lagi. Aku ngak tau. Aku cinta sama kamu. Sangat cinta."Dia mengacak rambut prustasi. "Kamu salah pengertian. Aku ngak mungkin berlaku mesum dengan gadis itu. Sumpah!""Dia yang mengajakku ke belakang sekolah dan kemudian dia langsung mencium aku Val!""Dia sangat agresif menolak badanku
2 Tahun Kemudian...Aku berlari secepat kilat pergi ke kampus, aku melihat jam tanganku menunjukkan pukul 08:30. "Sial. Terlambat!" Aku terus berlari dan berlari.Aku berhenti di halte bis. Aku terus berdecak kesal sambil terus mengenhentak-hentakkan kaki. "Lama banget sih busnya... Ck."Ponselku bergetar. Aku mengangkatnya."Val.. Kau di mana?! Udah masuk!.. Kakak pembinaan udah mulai Acara MOS-nya.""Ish.. sabar dong Tess, aku lagi nunggu bis nih.""Hah?! Kau masih nunggu bis. Terserahmulah Val.." Tessa yang kesal lihat aku langsung mematikan sambungannya."Ah elah... Gitu aja marah."Bushh.Suara angin dari kenalpot bus pun menguap ketika berhenti di hadapanku. Aku langsung masuk."Geser-geser." Seseorang datang bersamaan dari pintu masuk menyosorku be
"Hari ini harus lebih baik dari pada kemarin!" Aku menyemangati diri pergi ke kampus.Aku melihat jam tanganku menunjukkan pukul 7 pagi.Aku mengepal tanganku meyakinkan diri. "Huf, semangat Val. Semangat."Aku duduk di halte bis menunggu kehadiran bis datang, di sini ramai juga, banyak mahasiswa mahasiswi di sini. Walaupun kami bukan dari kampus yang sama, tapi memiliki arah jalan yang sejalan.Bip bip.Terdengar klekson kereta yang berhenti tepat di depanku. Orang itu memakai helm full face, arahan kepalanya tampak mengarah padaku. Dia membuka penutup helmnya. "Naik."Itu si Psikopat bis."Ngak." Tolakku.Dia turun dari keretanya dan berjalan ke arahku. Aku berdiri hendak memukulnya, aku benci setiap orang yang mirip tingkahnya dengan Jessen, apalagi dia juga guantengnya setaraf dengan si Jessen. Aku takkan mengulang kesalahan yang sama.Dia membuka helmnya. "Sayang yuk naik." Katanya lembut sambil tersenyum.Be
Prov Kenzo DwigantaraAku berlari sekencang mungkin berharap bis belum berangkat. "Sial... Kenapa bisa ketiduran sih." Aku memaki diri karena tak disiplin waktu.Baru pertama kali aku begini. Ck.Aku menatap depan, ternyata bis belum berangkat. "Yosh."Aku semakin mempercepat lariku."Geser-geser." Aku menyenggol seseorang di hadapanku. Gerakannya sangat lamban, aku benci harus menunggu.Aku mencari bangku kosong.Ah itu dia.Aku berjalan menuju bangku itu.Wanita lamban itu menyosor bangku yang mau kududuki tadi. Ck."Aku deluan, haha." Ucapnya bangga.Cari masalah dia. Aku menatapnya tajam.Dia yang tadi sekilas menatapku, malah tak menggubrisku.Ck. Terpaksa aku harus berdiri sepanjang perjalanan memeg
Aku mencoba mendorongnya keras. Dia tak mau melepaskan pelukannya. "Lepasin woy!""Aku lepasin. Tapi cium aku dulu." Katanya sambil sedikit tertawa.Aku memukul kepalanya. "Gila ya!! Pacarku aja ngak pernah aku cium... Gimana lagi kau.." Kataku marah.Eh tunggu. Aku bilang pacarku?...Aku masih menganggap Jessen pacar?Apasih yang kau pikirkan Val!!!Dia menjauhkan badannya dari padaku. Dia menatapku serius. "Kau udah punya pacar?"Hm. Sepertinya ini bisa jadi alasan biar dia menjauh dariku."Iya.. Makanya kau jangan dekati aku lagi!" Bentakku.Dia menatapku tak percaya. "Apa buktinya?"Aku jadi kaku.Aduh... Malah udah aku hapus lagi nomor si Jessen.Ah... Aku tau... Telpon si Tessa aja!"Lihat... Tak ada bukti." Katanya."Sabar... Buktinya aku telpon dulu temanku... Sebagai bukti."Dia menyentil jidatku. "Ngapain telpon temanmu kalau bisa telpon pacarmu. Dasar tukang ngeles."