“Mah...setelah Safa berpikir, Safa lebih mendukung Mamah rujuk lagi dengan Papah. dua hari kemarin bersama Papah, aku kasihan dengan Papah, ia selalu murung, apalagi ketika melihat Mamah bersama Pak Fathan, Papah bilang, jika tidak bersama Mamah, papah akan bunuh diri, Safa takut Mah...”Safa terlihat menahan tangis.“Jangan percaya dengan ancaman Papahmu,itu hanya ancaman untuk menarik simpatimu, supaya kamu mendukungnya, apa kamu tidak ingat bagaimana merayumu, supaya mendukung hubungan gelapnya bersama Tante Kinan dulu,”timpal Rania kesal.“Bagaimana, jika papah tahu Mamah telah menikah?”“Safa, untuk sementara ini, tolong kamu jaga rahasia ini, mamah memberitahukan padamu, supaya kamu tidak berpikiran buruk tentang Mamah dan Pak Fathan.”Safa hanya mengangguk, tapi batinnya sangat mengkhawatirkan orang tuanya.Sementara itu Fathan, sudah berada dikantor pengacara, ia duduk di kursi, dimana berhadapan dengan sang pengacara.“Pak Fadil, aku ingin memberikan tunjangan pada Harafa,
“Tapi Pak Fathan sudah menginginkan perceraian,”timpal Fadil, seraya menatap dalam wanita yang disangka Harafa, yang masih menunjukan wajah tegang, sesekali mengetuk-ngetukan jarinya di meja.“Sebenarnya Pak Fathan telah berbaik hati, aku menjadi pengacara Pak Fathan sudah 5 tahun, kalian sudah terpisah dua tahun, dan itu sudah dikategorikan perpisahan, dukumen itu hanya administrasi yang harus dilengkapi,”lanjut Fadil.“Sudah aku bilang, aku tidak menginginkan perceraian, pertemukan aku dengan Mas Fathan, aku tidak punya ponsel, untuk menghubunginya, kamu tahu sendiri ‘kan, selama aku kecelakaan, aku hilang ingatan, dan selama dua tahun, aku hidup seperti orang primitif, tidak tahu kehidupan diluar, selain lingkungan terpencil,”dalih Haralina.“Saya akan sampaikan keinginan Anda pada Pak Fathan,”jawab Fadil.Setelah pembicaraan yang ternyata tidak sesuai yang diharapkan , Fadil, sang pengacara pun pergi meninggalkan Haralina yang mengaku sebagai Harafa.Setelah kepergian Fadil, Hara
Rania menarik tangan Faiz, disaat yang tepat, mereka terjatuh di pinggir taman.“Bodoh, apa yang kamu lakukan Mas..!”bentak Rania dengan kesal, dan menahan rasa sakit , lututnya terbentur batu.“Ran, katakan kamu masih menicintaiku ‘kan, buktinya kamu menyelamatkanku.”Faiz terus mendesak Rania.Rania bangkit berdiri.”Aku menyelamatkanmu karena Safa, lihat Safa Mas!”Safa berdiri dengan kaki gemetar, airnya matanya mengucur, deras menyaksikan kejadian didepan matanya.Dug! Tiba-tiba pukulan mendarat di tubuh Faiz.”Kurang ajar kamu, Faiz, hampir membuat Rania celaka!”bentak Fathan yang tiba-tiba ada ditempat itu.“Mas Fathan, cukup, sudah hentikan.”Rania berusaha menarik tangan Fathan yang siap memukul Faiz lagi.“Rania mencintaiku Fathan, kamu harus meninggalkannya,”Faiz terus saja memaksa.“Lain kali jika mau bunuh diri, jangan dihadapan Rania dan Safa!”suruh Fathan dengan mengepalkan telapak tangannya.“Fathan, seharusnya kamu pergi dari sini, kamu mengacaukan segalanya!”gertak Fai
Safa terlihat gelisah, mentari sudah meninggi, tapi ayahnya belum keluar kamar sejak kejadian kemarin malam, Safa takut jika Faiz, berbuat bodoh lagi, berniat mengakhiri hidupnya.“Pah.. sudah siang, apa Papah tidak berangkat kerja,”suara Safa di depan pintu kamar Faiz.Ceklek! Pintu kamar terbuka,”Hari ini, Papah malas kerja,”balas Faiz, matanya sembab dan wajahnya kusut.“Iya, izin kerja tak mengapa , tapi kamu harus tetap makan, ibu sudah siapkan sarapan untukmu,”suruh Larasati“Aku tidak berselera makan Bu..,”lalu Faiz menutup pintu kembali dan menguncinya dari dalam.Safa dan Larasati saling pandang, dengan tatapan cemas.“Bagaimana ini Oma, jika Papah sakit,”ucap Safa mencemaskan Faiz.“Haduh, bagaimana ini, dulu Rania waktu dicerai Faiz, tidak seperti ini, tapi kenapa sekarang Faiz, terlihat frustasi dan stres, ketika mendengar Rania menikah dengan Fathan.”Larasati mengaruk kepalanya yang tak gatal itu.“Oma, apa perlu kita bawa ke psikiater saja, sebelum terlambat,”saran Safa
Rania berjalan ragu menuju rumah Larasati, beberapa jam yang lalu Safa mencemaskan Faiz, dan meminta Rania untuk membujuknya, sebenarnya Rania kesal, dengan sikap Faiz, yang kekanak-kanakan, tak seharusnya, ia mogok makan dan minum, jika Fathan mengetahui dirinya datang ke rumah mantan suaminya, pastilah Fathan akan marah.Setibanya disana, Rania disambut Safa,”Mah...terima kasih telah datang, kasihan Papah, sejak kemarin malam tidak makan sekalipun,”ujar Safa.“Aku akan berusaha memberi pengertian pada Papahmu, Safa, tapi setelah ini, tolong jangan libatkan aku dengan masalah Papahmu,”pinta Rania.Safa , hanya mengangguk pelan.“Iya Ran, aku minta tolong padamu, Faiz sangat frustasi dengan kabar pernikahanmu,”sela Larasati dengan tatapan penuh permohonan pada Rania.Rania berjalan ke arah kamar Faiz, lalu mengetuk pintu pelan Tok!..tok!.. Mas...aku Rania, ingin bicara, keluarlah,”suruh Rania.Seketika pintu terbuka, dan terlihat Faiz dibalik pintu,”Ran...”Faiz berbinar melihat Rania
Rania dan Fathan pergi ke Harafa Hospital, besama, kini mereka lebih sering memperlihatkan kemesraan, walau di lingkungan Harafa Hospial belum ada yang tahu, jika Rania dan Fathan menikah, bahkan Bastian juga belum tahu.“Ran, nanti siang aku tunggu di kafe green, dekat rumah sakit, kita makan siang bersama,”suruh Fathan, sebelum berpisah memasuki ruangan masing-masing.”“Baik Mas..”jawab Rania.Kemudian mereka berpisah menuju lorong ruangan kerja masing-masing.Rania berjalan menyusuri lorong rumah sakit, dan tiba-tiba ia berhenti, dan menoleh ke arah ruangan staf administrasi, terlihat Dinda sedang duduk menatap komputer diatas meja.Lalu Rania berjalan mendekat ke arah Dinda. ”Dinda, sejak kapan kamu berkerja disni?”tanya Rania“Sejak hari kak Rani, Dokter Bastian, yang merekomendasikan aku,”balas Dinda, seraya senyum mengembang diwajahnya.“Ohh ... semoga kamu bisa menjalankan pekerjaanmu di Harafa Hospital, dan tidak menyia-nyiakan kepercayaan Bastian,”balas Rania.“Tentu saj
Rania meraih tubuh mungil Safa, yang tangisnya semakin deras.”Kendalikan dirimu Safa, sebuah cinta itu harus datang dari dua arah, kau tidak bisa hidup dengan cinta yang bertepuk sebelah tangan,”ucap Rania berusaha memberi pengertian kepada Safa.“Tapi Mah, aku sudah memendam rasa ini, selama satu tahun, aku berharap, suatu saat bisa sepadan dengan kak Bastian, dengan menjadi dokter.”Safa berucap sambil menahan tangis.Rania mengusap air mata Safa.” Kamu masih terlalu dini membicarakan tentang cinta, Mamah ingin, kamu fokus pada pendidikanmu,yang sesuai dengan hati nuranimu, bukan hanya karena seseorang yang membuatmu kagum, jika kamu ingin menjadi Dokter, itu bukan karena Bastian, tapi karena kamu memang menginginkan dan kamu harus berkomitmen kuat untuk mencapai cita-citamu itu,”jelas Rania.Safa kembali menjatuhkan kepalanya di pangkuan Rania, sambil terisak, batinya hancur mengetahui kedekatan kembali antara Dinda dan Bastian.Sepanjang malam Rania menemani Safa tidur disampingnya
Faiz yang tak sengaja melihat Fathan, ia pun mengambil kesempatan untuk membuat Fathan panas hati, ia mendekatkan kursinya di sisi Rania, dan memberikan perhatian pada Rania. Fathan memilih meninggalkan pantai, ia berjalan menuju area parkir, baru saja ia akan menginjak gas mobil sedannya , Faiz, menghampirinya. “Malam Pak Fathan, kenapa Anda tidak bergabung bersama kami,”ujar Faiz. “Aku tidak mau menganggu kebersamaan kalian, Safa membutuhkan kalian, aku tahu diri untuk tidak merusak suasana kebersamaan kalian,”jawab Fathan dengan tenang dan santai. “Apa Rania mengatakan, jika kemarin malam ia menemaniku makan malam di rumahku?” Fathan menatap tajam Faiz, ia mengerurtkan dahi dan tidak tahu apa yang dimaksudkan pria yang berdiri disamping mobilnya itu. Faiz kemudian memperlihatkan layar ponsel, dan disana ada foto, Rania dan Faiz makan berdua. “Kamu tahu, moment kemarin malam dirumahku tidak akan aku lupakan,”lanjut Faiz lagi sengaja membakar api cemburu di dada Fathan. Fathan