Beberapa jam kemudian, sampailah Rania, Fatma dan Safa di Jakarta, ketiganya langsung menuju rumah sakit tempat Fathan dirawat. Tapi sampai disana Rania kecewa.“Jadi pasien sudah dipindahkan Ke Harafa Hospital, siapa yang minta dipindahkan?”“Bu Harafa dan Pak Bastian, mereka istri dan adik dari pasien.”Jantung Rania hampir copot, ia tak bisa membiarkan Harafa palsu mendekati Fathan.“Bu Fatma, aku rasa kita harus bicara dengan Bastian, tentang Haralina,” Rania terlihat cemas.“Bastian, akhir-akhir ini tidak mendukungmu di Harafa Hospital, apa dia akan percaya,” balas Fatma juga terlihat bingung.“Mamah coba dulu saja, dengan menunjukkan foto-foto wanita itu, setidaknya kak Bastian, akan mengawasi gerak–gerik wanita yang mengaku Bu Harafa,” saran Safa.“Safa benar, aku harus bicara dengan Bastian.” Akhirnya Rania memutuskan berbicara secara langsung dengan Bastian,. sedangkan Safa dan Fatma memilih pulang.Sementara itu di Harafa Hospital, Fathan masih belum sadar, setelah beberap
Sementara itu, Haralina terlihat kesal, dihadapannya duduk Anton, dengan muka kesal juga.“Aku sudah berusaha memindahkan Fathan ke Harafa Hospital, supaya kita lebih mudah melenyapkannya, tapi kenapa kamu, tidak bisa berbuat apapun, kau ‘kan, kepala devisi keamanan!” bentak Haralina.“Semua sudah diambil alih oleh polisi, hanya Dokter dan Perawat tertentu yang boleh masuk, dan di dalam kamar, sudah terpasang cctv, yang diawasi langsung oleh pihak kepolisian,” ungkap Anton.Ck!..Haralina berdecak kesal. “Kita harus bagaimana, jika Fathan, sembuh, usaha kita menyabotase mobilnya akan sia-sia,” gerutu Haralina.“Aku rasa, kita segera bertindak, manfaatkan kekuasaanmu, kita akan kuras semua harta di Hafara Hospital, seperti kamu menguras perhiasan Pak Fathan, dari rumahnya,” saran Anton.“Kamu benar, aku harus bisa, aku akan alihkan dana ke rekeningmu, setidaknya, jika Fathan telah menceraikanku, aku sudah kaya raya, aku yakin, setelah dia menceraikanku, dia juga akan mengeluarkan ak
Haralina menghentikan taksi di depan pintu pagar, lalu ia pun keluar, dari taksi, seorang security mendekati Haralina.“Maaf Nyonya, atas perintah Pak Bastian, Anda tidak diperbolehkan masuk, dan ini pakaian dan barang-barang Nyonya,” ucap security dan itu membuat Haralina meradang.“Kurang ajar Bastian, berani mengusirku, tes DNA baru besok pagi keluar, tapi ia sudah mengusirku,” gerutu Haralina.Haralina terpaksa menarik kopernya, dan menghentikan taksi. Lalu menuju ke suatu tempat.Beberapa jam kemudian Bastian mendapat kabar dari sopir kantor mengenai Abela.“Hallo Pak Bastian, Non Abel, sudah dijemput oleh Bu Harafa, satu jam yang lalu.”“Apa...jadi wanita pembohong itu membawa Abela,” Bastian tampak panik, ia lupa menghubungi pihak sekolah, perihal Harafa yang ternyata Haralina, dan kini terlambat, Haralina telah membawa Abela pergi.“Bagaimana Pak Bastian, saya harus mencari dimana?”“Aku akan menghubungi Surti, siapa tahu Abela, sudah di antar ke rumah,” jawab Bastian.Terl
Satu jam kemudian, Fathan terbangun, dan Rania masih di sampingnya.“Ran, kamu masih disini?”Rania tersenyum, sudah waktunya makan siang Mas, aku akan suapi dulu,” Rania meraih menu diatas nampan, membuka penutupnya,lalu membantu Fathan untuk duduk, kemudian Rania mulai menyuapi Fathan. Tak lama kemudian, Fadil dan Bastian datang.“Apa, Anda sudah membaik?” tanya Fadil.“Aku sudah membaik, Pak Fadil, aku ingin menyerahkan bukti, bahwa Haralina dan Anton, yang menyabotase mobilku, aku harap Pak Fadil bisa memenjarakanya, aku tidak mau, dua orang itu lolos!” perintah Fathan.“Haralina, sudah kabur, dan saat ini dalam daftar DPO,” jawab Fadil.“Kak Fathan jangan terlalu berat berpikir, polisi dan Pak Fadil akan mengurusnya, dan mengenai Harafa Hospital, untuk sementara jabatan direksi utama, aku yang pegang, sampai Kak Fathan sehat,” jelas Bastian.“Terima kasih Bastian, aku bisa mengandalkanmu,” sahut Fathan.“Kak Rania juga mulai besok sudah bisa bekerja,“ lanjut Bastian lagi.“Semua
Rania berjalan pelan menyusuri lorong kamar hotel, hingga ia menghentikan langkah kakinya di depan pintu kamar, dengan sedikit gemetar, ia membunyikan bel pintu, tak lama kemudian pintu dibuka, terlihat pria di depannya mengulum senyum.“Masuklah Ran,” ajak Faiz. Rania ragu, untuk melangkahkan kaki masuk ke dalam kamar, tapi ia teringat nasib Abela, Rania pun melangkah masuk, setelah Rania masuk, pintu ditutup oleh Faiz.“Apa yang kamu inginkan, Mas?” tanya Rania.“Aku menginginkan dirimu, Ran, hanya dirimu,” sahut Faiz, menatap lekat tubuh Rania dari atas sampai bawah.Rania menatap tajam ke arah pria yang berdiri tepat di depannya dengan tatapan seakan ingin menelanjangi tubuhnya.Rania tersenyum, sinis. ”Menyedihkan sekali dirimu, Mas, aku dulu menjadi milikmu selama tujuh belas tahun, dan kamu mengkhianatiku dengan wanita lain, bahkan mencampakanku, dan sekarang, kamu seperti terobsesi denganku, kenapa?” suara Rania meninggi.“Aku sudah bilang, saat aku ini aku, mengilai dirimu
Raniai menutup ponselnya, desahan terdengar dari bibirnya. Rasa benci kian menyusup pada mantan suaminya. Tapi satu yang dipikirkan Rania, keselamatan Abela.Rania bangkit dari duduknya, lalu menuju ke kamar perawatan Adi, pria muda itu masih belum sadar, kakinya baru saja dioperasi.Rania memutuskan kembali ke apartemen, ia harus berpikir cepat, untuk menyelamatkan Abela, tanpa harus menikah dengan Faiz. Langkah kakinya dipercepat menuju unit apartemen. Sesampai disana ia melihat Safa, sedang duduk di kursi menikmati semangkok mie diatas meja.“Safa...”panggil Rania pelan, seakan tenaganya suduh terkuras habis.“Mah.. kenapa, sakit?”Safa menghentikan suapannya, lalu berjalan mendekati ibunya.“Safa, apa Papahmu setelah pulang dari rumah sakit pernah ke sini?”Safa tampak berpikir. “Pernah Mah, tapi cuma sebentar,”jawab Safa“Apa yang papahmu lakukan disini?”“Cuma duduk dan memberiku hadiah arom terapi itu,”Safa menunjukkan sebuah benda berbentuk bulat, yang ditaruhnya di meja kecil
Fathan menuju keruangan Bastian, dengan tertatih-tatih, dua kenyataan yang ia terima pagi ini. Rania yang minta cerai, dan Abela yang ternyata diculik Haralina, langkah Fathan dipercepat, dan kini ada di depan pintu ruang Bastian, ia membuka pintu. Terlihat Bastian sedang berbicara serius di ponsel, dengan membelakangi pintu, hingga dia tak melihat kedatangan Fathan.“Haralina, ditemukan tewas, dan Abela belum diketahui dimana posisinya, aku akan ke kantor polisi sekarang untuk minta kejelasan dari pihak polisi.”Fathan meradang mendengar percakapan Bastian, tangannya mengepal. “Bastian!”suaranya meninggi memanggil Bastian.Bastian kaget mendengar panggilan suara Fathan, seketika melihat ke arah pintu.“Kak Fathan,”ucap Bastian“Apa yang kamu sembunyikan dariku haa!”bentak Fathan, berjalan pelan, sambil menahan sakit, dibagian kaki dan perutnya, tangan kiri memegangi perutnya.“Kak Fathan, duduklah dulu kak, aku akan menceritakan semuanya.”Bastian berkata sambil mendekati Fathan, da
Mobil Faiz menuju kediamannya, Larasati heran melihat Faiz, yang datang bersama Rania.Fais dan Rania masuk ke dalam rumah.“Kalian bersama, kenapa?”Larasati bertanya dengan mengerutkan dahinya.“Kami akan rujuk kembali Bu, besok kami akan menikah,”jawab Faiz.“Benar, Ran, apa yang dikatakan Faiz?”“Benar Bu, aku sudah meninggalkan Mas Fathan dan memilih Mas Faiz,”sahut Rania.“Aku merestui hubungan kalian, Faiz, biar semangat kerja lagi seperti dulu,”senyum semringah terbit di bibir Larasati.Safa yang mendengar itu, keluar dari kamar,”Jadi Papah dan Mamah akan rujuk?”“Iya Safa, kamu senang ‘kan?”timpal Faiz.Safa tersenyum, lalu memeluk kedua orang tuannya.”Safa bahagia Pah.”“Mah, Safa buatkan minum ya, Safa juga ingin membicarakan masalah universitas yang aku pilih,”ujar Safa“Baiklah Safa, mamah tunggu di taman belakang saja,”sahut Rania, lalu langkahnya menuju taman belakang rumah.Rania memilih taman belakang, karena ia tahu, Safa akan membicarakan soal Faiz.Dan saat ini Ran