Share

Empat Pusara

Butuh empat kali peminuman teh, barulah Buyung Kacinduaan sampai juga di lokasi bekas rumahnya.

“Di sinilah lokasi di mana rumah Sialang Babega pernah berdiri, Sati,” ujar si orang tua. “Sebelum orang-orang buruk kulikat[1] membakar rumah itu, membantai keluarganya. Ooh, dewa, kuharap Sialang Babega dan keluarganya tenang di Suwarga.”

Ya, samar-samar, Buyung masih dapat mengenali lokasi itu. Lokasi rumahnya. Memang, sudah tidak ada rumahnya lagi di sana, tidak pula puing-puing hangus, semua sudah tertutup rumput liar dan semak belukar.

Hanya barisan pohon-pohon di kiri dan kanan itu, juga pohon-pohon yang ada di bagian depan itu saja yang bisa menjadi petunjuk bagi Buyung.

Dengan cepat pula bola mata si pemuda berkaca-kaca, namun ia sadar, dua orang di belakangnya itu pasti akan menjadi curiga jika ia menangis.

“Di—di mana pusara Sialang Babega itu, Apak Tuo?” tanya Buyung dengan suara yang serak

Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status