Share

2. Demi Sebuah Janji

Vincent fokus menyelesaikan seluruh pekerjaannya dan mengambil jatah istirahat makan siang, lantas kembali dengan pakaian penuh debu dan bercak semen yang habis tercampur dengan air.

Dalam hatinya, ada sedikit rasa percaya kalau apa yang dikatakan wanita itu adalah fakta. Pasalnya, dengan perawakan atletis dan wajah tampan, harusnya dia merupakan anak orang kaya. Apalagi saat dia pertama bekerja sebagai kuli bangunan, badannya gatal-gatal karena debu dan dempulan semen yang terciprat ke wajah.

“Ah, sial. Ini membingungkan,” gerutunya.

Sekembalinya dari kantor kontruksi, Vincent berjalan menuju sebuah komplek mewah di sekitaran kota JC.

Seperti biasa, satpam komplek menghinanya karena menganggap Vincent beruntung telah jadi suami kontrak Keluarga Tatumia.

“Cih, si miskin sudah pulang. Mampus, kamu cuma dimanfaatin di sana!? Cerai aja, deh, dari pada hidupmu makin tersiksa,” ujar Joko, sopir salah satu keluarga terkaya di komplek itu. Dia sedang bincang santai dengan para satpam.

Vincent tidak menghiraukannya dan memilih pulang. Tapi, belum sempat dia melangkahkan kaki ke halaman villa, sebuah mobil Mercy merah datang dan menekan klakson keras-keras.

“Ma-maaf, Bu!”

Perempuan di dalam mobil adalah ibu mertuanya, Anindya Amelia!

“Jangan panggil aku ‘Ibu’, dasar miskin tidak tahu diri!?” Anindya memandang Vincent dengan tatapan kotor nan jijik. Dia lalu mengeluarkan map cokelat berisi beberapa kertas. “Ini, cepat tanda-tangani surat perceraianmu dengan Stevia, secepatnya!”

Wajah Vincent berubah 180 derajat. “I-ini, kenapa tiba-tiba?”

“Kenapa? Kamu tanya kenapa? Ingat ya, Vincent, kami sudah berbaik hati memberimu tempat tinggal selama tiga tahun. Kami memenuhi hakmu untuk membantu biaya perawatan penyakit langka ibumu, Hana, harusnya kamu penuhin hak kami buat minta kamu ceraiin Stevia!?”

“Ingat ya, kamu itu cuma kuli bangunan sama pelayan di klub malam, nggak ada bandingannya sama pacar baru Stevia! Kamu emang tampan, maskulin, sama punya body bagus, tapi itu semua nggak berguna karena kamu miskin, nggak bisa beliin semua keinginan kami. Sekarang, apa yang kamu punya selain tenaga? Nggak ada, kan?” Anindya menatap Vincent dengan alis terangkat.

“Tuh, lihat, pacar baru Stevia, anak miliarder paling kaya di kota ini. Tas ini, harganya 40 juta, dibeliin pacar baru Stevia. Habis ini, keluarga Tatumia mau dibeliin mobil Fortuner putih. Lah kamu, bisa apa? Bayar sewa tukang kebun sama petugas keamanan villa aja kadang nunggak. Cih, kerja cuma kotor-kotoran tiap hari, tapi hasilnya apa? Beli tas mahal aja nggak sanggup!?”

Semua itu bermula ketika Vincent kehilangan ingatan akibat insiden kecelakaan tiga tahun lalu. Dia diselamatkan seorang perempuan baik hati bernama Hana yang waktu itu jadi asisten villa tangga keluarga Tatumia. Naas, baru beberapa bulan jadi pembantu di sana, ayah kandung Stevia meninggal beberapa bulan setelah mereka menikah dan terpaksa mereka menjadikan Vincent sebagai suami kontrak untuk menutupi aib kehamilan Stevia, sekaligus menjadikan Vincent sebagai tulang punggung keluarga.

Anindya dan Stevia tidak bekerja dan hanya memanfaatkan hasil kerja keras Vincent.

Tapi, sebaliknya, Vincent tidak pernah dianggap. Meski setelah semua yang Vincent berikan pada keluarga Tatumia, keduanya masih tidak tahu diri dan merasa bahwa Vincent adalah laki-laki yang tidak berguna sama sekali.

Tiga tahun belakangan Vincent bekerja dan memberikan semua hasilnya pada ibu mertua dan istrinya. Tapi, parahnya, dia tidak dianggap, bahkan diperlakukan layaknya seorang budak di keluarga Tatumia.

Kalau bukan karena kebaikan ayah kandung Stevia yang berkenan membiayai perawatan penyakit ibu angkatnya, Vincent pasti sudah membalas perlakuan Stevia dan Anindya.

“Kenapa malah bengong? Ini berkasnya, cepat tanda-tangani!?” Anindya kembali mencibir. “Setelah menandatangani ini, cepat kemasi barang-barangmu dan balik sama ibumu yang sudah sakit-sakitan! Aku sudah menghubungi petugas keamanan buat usir kamu.”

“Aku bekerja keras selama tiga tahun dan seluruh gajiku, kalian semua yang pakai. Satu rupiah pun tidak ada yang aku ambil, tapi kenapa aku malah diusir?” ekspresi Vincent semakin bingung.

“Heh, apa kamu bilang? Uangmu bekerja tiga tahun setara sama uang yang diberi pacar baru Stevia setelah mereka menjalin hubungan selama dua minggu. Mau apa? Cepat pergi dari sini dan jangan sekali-kali kamu injakin kaki di villa keluarga Tatumia!”

“Villa keluarga Tatumia, apa maksudnya? Aku yang bayar cicilan villa ini sampai benar-benar lunas.”

“Hahaha, apa kamu lupa, nama di sertifikat tanah dan villanya adalah nama Stevia, tidak ada hubungannya denganmu. Karena itu, cepat tandatangani surat cerai ini dan pergi! Aku bisa gudikan terus berdiam di sekitarmu!”

Kondisi Vincent sudah capek fisik, ditambah lagi capek pikir karena memikirkan tawaran wanita cantik tadi. Kalau dia emosi, dia bisa pingsan karena dia belum sama sekali memakan jatah nasi bungkus istirahat siang tadi.

Demi menuruti janjinya pada ayah kandung Stevia, Vincent terpaksa bekerja keras demi bisa membahagiakan Stevia dan Anindya, tapi nyatanya, semua itu tidak cukup.

Kini, penyelamat ibu angkat Vincent sudah tiada dan Vincent merasa, dia telah menunaikan janjinya pada Micky, ayah mertuanya agar terus menafkahi keduanya selama tiga tahun.

Vincent tidak langsung menandatangani surat perceraian itu karena ini sudah mendekati akhir bulan. Yang berarti, jika dia pergi dari villa keluarga Tatumia, dia juga harus hengkang dari pekerjaaannya sebagai kuli bangunan, kontraktor dan pelayan klub malam. Dia tidak ingin gaji bekerja sebulan utuh, hangus begitu saja.

“Aku mohon, beri aku waktu sampai ganti bulan. Aku janji akan tanda-tangani surat cerai itu! Aku bersumpah!”

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status