Share

85. Menolak Tegas

Nadina mesti kembali menelan pil pahit bersamaan dengan salivanya yang terasa sulit tertelan. Senyuman yang terasa amat palsu terpaksa mesti kembali hadir di wajah wanita cantik itu.

“Umi, kenapa umi memutuskan itu tanpa berbicara dengan Nadhif? Nadhif tidak bisa!” sergah Nadhif sedikit keras.

“Ha? Tidak bisa? Kenapa? Bukankah kamu selalu hadir dalam peringatan hari besar? Bahkan Nadina juga masih bisa mengikuti separuh acara!” pekik Aminah.

“Umi, jika Nadina ada sesi pemotretan, itu artinya Nadhif juga harus pergi! Lagi pula kenapa harus selalu Nadhif?! Santri lain tidak akan belajar berani jika tidak dipaksa menjadi pembawa acaranya!” sergah Nadhif.

“Nadhif benar, Umi! Semestinya Umi mengajukan nama lain saja. Pasti banyak santri lain yang ingin berkontribusi!” pekik Ali.

“Tapi sudah tidak bisa dibatalkan. Umi sudah menyetujuinya. Bahkan mereka telah membuat pakaian MC dengan warna senada untuk acara ini dengan ukuran yang pas dengan Nadhif dan Azalea. Apa yang mereka pikirkan
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status