Share

Bab 93 Sebuah Kunci Kamar

Aku ditarik masuk ke dalam ruang tersebut, lalu disusul dengan suara pintu yang ditutup. Seketika, aku pun mencium aroma parfum yang familier.

Aku mengangkat kepala, sebuah sosok yang tampan berdiri di depanku. "Tunjukkan lukamu."

"Kamu ngapain? Nanti ada yang curiga." Aku agak jengkel.

"Tunjukkan lukamu," katanya dengan arogan, dia sama sekali tidak memedulikan ucapanku.

Aku terpaksa menyeka poni untuk menunjukkan lukaku. Dia mengerutkan alis saat melihat luka di dahiku, tatapannya terlihat sangat mengerikan. Sebelumnya aku tidak pernah melihatnya bersikap seperti ini.

Aku langsung menurunkan poni dan menutup kembali lukaku. Aku agak gugup. "Aku baik-baik saja."

Dia tersenyum sinis. "Kamu mati rasa? Luka sebesar itu tidak sakit? Kamu masokis?"

Aku mengangkat kepala dan memelototinya. Namun perhatiannya membuat perasaanku tergelitik, air mata yang menggenangi mata membuat penglihatanku terasa buram.

Taufan mengernyit saat melihat aku yang berusaha tegar. "Kenapa tidak meneleponku?"

Aku
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status