Kini Ruth tak dapet lagi menahan tangisnya, mendengar ucapan puteranya. Anggara mendongkrak motornya dan kembali merangkul mama Ruth. Sebenarnya diapun tidak ingin seperti ini, hidup terpisah dengan mamanya. Namun kata-kata terakhir Baskoro begitu melukai perasaannya."Maafin Aang, Ma." Ucapan Anggara tulus pada sosok wanita yang telah melahirkannya itu Pak Slamet yang masih melihat pemandangan yang mengharukan itu, ikut merasa sedih. Dia sendiri merasa kehilangan dengan kepergian anak majikannya itu.Setelah dirasanya mama Ruth menghentikan tangisnya, Anggara mulai melonggarkan pelukan itu dan menatap ke wajah Ruth, menghapus air mata yang masih ada di pipi Ruth dengan jarinya."Aku baik-baik aja, Ma. Mama gak perlu kuatir ya."Anggara tersenyum tulus ke arah mama Ruth.Ruth membalasnya dengan anggukan, kini dia melepas cincin berlian yang berada di jari manisnya dan memberikan pada Anggara.Pemuda itu mengerutkan alisnya karena merasa bingung."Apa ini, Ma?" Ucap Anggara kembali m
Perjalanan memakan waktu tiga puluh menit, hingga akhirnya mobil hitam Argi memasuki gang masuk rumah Akira.Argi memarkirkan mobil di depan gerbang rumah Akira. Mematikan mesin mobil itu dan melangkah keluar untuk membukakan pintu kekasihnya."Sudah sampai, tuan putri." Ucapnya setelah membuka pintu.Akira turun dari mobil diikuti Dany."Makasih ya Gi." Ucap Akira sembari membuka pintu gerbang."Sama-sama, sayang." Argi masih berdiri di belakang Akira, dan ketika pintu gerbang terbuka dia mengikuti langkah gadis itu.Akira yang merasa diikuti menoleh kembali ke arah pemuda di belakangnya."Gimana Gi? Ada yang kurang?" Alis Akira mengerut, karena merasa agak bingung."Aku mau pastiin aja kamu bisa buka pintu rumah? Ga apa kan?"Akira baru teringat kalau kunci pintu rumahnya bermasalah, dia pun merogoh kunci rumah dari dalam tas dan memberikannya pada pemuda itu.Argi tersenyum dan berjalan mendahului. Mulai membuka pintu rumah Akira, dan dengan beberapa kali coba akhirnya bisa terbuka
Angin malam berhembus, cukup terasa dingin, namun tak berlaku untuk orang yang tengah jatuh cinta.Perasaan yang menggelora dalam jiwa, membuat detak jantung yang tak normal, membuat hawa dingin yang menusuk menjadikannya terasa hangat di masing-masing insan yang tengah dimabuk cinta.Tangan Akira melingkar di pinggang Anggara. Hatinya saat ini begitu bahagia, bisa bersama pemuda itu. Menikmati setiap momen yang tercipta dengan sendirinya di antara mereka berdua.Anggara sendiri tidak mengerti dengan jalan pikirannya, ketika otaknya menyuruh untuk menjauhi gadis ini, namun hati kecilnya memintanya untuk menemui gadis ini. Dan fisiknya selalu menuruti apa yang dipinta oleh hati kecilnya.Anggara melihat di sepanjang jalan yang mereka lalui, hanya ada pedagang nasi goreng dan pedagang sate kaki lima.Dia pun menepikan motornya di samping pedagang nasi goreng yang bersebelahan dengan pedagang sate, mematikan motor, menyentuh tangan kanan gadis itu, yang melingkar di pinggangnya."Akira,
'Tok, Tok, Tok. 'Suara ketukan terdengar dari depan pintu ruang tamu. Dany duluan yang mendengar suara ketukan itu, membuka matanya dan membangunkan Akira yang masih tertidur."Na, bangun.. Ada yang ngetuk pintu tuh." Ucap Dany sambil mengguncang tubuh gadis di sebelahnya.Akira membuka matanya sekilas, "Bukain aja Dan, gue masih ngantuk." Dia mulai memejamkan kembali matanya, masih terasa amat berat. Karena semalam tidurnya yang terlalu larut."Bangun, Na. Takut gue buka sendirian." Lagi Dany mengguncang tubuh Akira, kini lebih keras dari yang tadi.Dengan berat Akira membuka matanya, bangkit dari tidurnya, mengucek-ngucek matanya sebentar. Kemudian melangkah keluar dari kamar, diikuti oleh Dany yang berjalan di belakangnya.Setelah berada di ruang tamu, Akira membuka pintu itu. Terlihat Argi dengan seorang lelaki berumur yang menenteng peralatan."Maaf ganggu sayang, ini pak tukang kuncinya mau benerin pintu." Wajah Argi terlihat sangat segar, padahal ini masih sangat pagi jam sete
Bel sekolah berbunyi, menandakan jam pelajaran telah usai. Akira mengemas buku dan peralatan sekolahnya. Begitupun sama halnya yang dilakukan oleh Dany.Setelah memastikan tak ada yang tertinggal, Akira melangkah beriringan dengan Dany menuju parkiran sekolah.Di tengah perjalanan, seorang pemuda berkacamata mendekat ke arah mereka."Hay, Magdalena. Apa Kabar?" Ucap David dengan senyum yang tersungging di bibirnya yang tipis."Hay, Kak David. Baik kak." Jawab Akira seraya menghentikan langkahnya. Dany ikut menoleh ke arah pemuda itu."Besok, jangan lupa datang ya ke ibadah pemuda.""Baik kak, besok aku datang. Aku pulang dulu kak, mari.." pamit Akira pada pemuda itu, lalu kembali melangkahkan kakinya sambil menarik tangan sahabatnya."Hati-hati. Sampai jumpa." David melambaikan tangan pada Akira. Meskipun gadis itu terlihat cuek, namun David masih berusaha mendekatinya. Melihat punggung Akira yang lama-lama menjauh, dengan senyuman yang masih mengembang di bibirnya.Tak lama David pun
Akira dan Dany kini telah berada di rumah. Saat ini mereka tengah menikmati nasi bungkus, yang dibeli di pinggir jalan, sepulang sekolah tadi.Dany menikmati makan siangnya sembari matanya fokus menatap ke layar ponsel. "Na, ntar lu mau ikut? Bayu ngajakin gue, katanya ada acara party." Ucap Dany tanpa mengalihkan pandangannya."Kemana? Gue kayaknya gak ikut deh, Dan. Gue capek, mau tidur aja." Akira memang tipe yang tidak terlalu suka keramaian, apalagi acara kumpul party."Serius? Gue pulang malam lho, Na. Apa gue minta Argi buat nemenin lu di sini?" Kini pandangan Dany menatap ke arah Akira."Duh, gak usah Dan. Kalau Argi kesini nanti jadi masalah, gue gak enak sama tetangga di samping rumah." "Hmm, iya juga sih. Tapi beneran lu berani sendiri di rumah?" Tanya Dany lagi memastikan, sebenarnya dia tidak enak hati meninggalkan Akira sendirian, cuma ajakan Bayu juga susah untuk dia tolak."Lu santai aja, gue berani." Ucap Akira meyakinkan sahabatnya.Dany pun mengangguk paham, setel
Hari itu cafe dalam kondisi tidak terlalu banyak pengunjung. Leo masih setia mendampingi Anggara duduk di balik meja kasir.Anggara meraih ponselnya dan mulai menghubungi mama Ruth yang dia tinggal sendiri di kontrakannya. Gak menunggu lama teleponnya terhubung dengan wanita itu."Halo, mama sedang apa? Udah makan?""Ya, Nak. Mama udah makan. Jam berapa pulang, sayang?" "Dua jam lagi aku pulang. Mama mau aku bawain sesuatu?" "Gak Nak, hati-hati di jalan. Mama tunggu di sini ya."Setelah memastikan keadaan mamanya baik, Anggara pun mengakhiri panggilan itu. Kembali bekerja melayani para pengunjung cafe yang ada.Hingga tak terasa jam pun berlalu dengan cepat, kini dia berkemas-kemas untuk menyelesaikan pekerjaannya. Sementara itu Leo kini tengah duduk menemani Maya yang masih setia menunggu Anggara. Meskipun pemuda itu sudah menolak permintaannya, namun Maya masih bersikeras untuk berada di sana menunggunya."Udah May, daripada elu capek nungguin Aang, mending lu pulang sama gue, gue
Tak lama, Anggara sampai di kontrakannya. Terlihat mobil ayahnya masih terparkir di depan kontrakan.Dia turun dari motor dan berjalan menuju kamar sambil menenteng kantong plastik berisi nasi goreng yang tadi dia pesan.'Tok, tok, tok' "Mama, ni aku." Tak ada jawaban dari dalam kamar.Kembali dia mengetuk pintu itu, hingga akhirnya pintu itu terbuka. Terlihat wajah mama Ruth yang seperti baru bangun tidur, dia tengah ketiduran ketika menunggu anaknya pulang."Nak, udah pulang?" Wajah kantuk dari Ruth terlihat jelas namun dia begitu senang melihat kedatangan anaknya."Hmm." Anggara meraih tangan mama Ruth dan menciumnya.Ruth melebarkan pintu kamar agak anaknya bisa masuk ke dalam. Lalu dia menyalakan lampu kamar. Membuat Anggara terkejut dengan penampakan kamarnya saat ini. Kasur miliknya kini berubah dengan kasur berukuran besar yang sama persis dengan kasur miliknya, yang berada di rumah. Lemari kecilnya kini sudah berubah dengan lemari besar dengan pintu geser. Rak sepatunya yan