Share

3. Status Seorang Hananta

Matahari kini tengah berada di dalam kamar Airis, ia tengah menemani gadis kecil itu setelah sempat menangis karena mencarinya.

Matahari terus memandang Airis yang kini tampak nyaman berada di pelukannya, hingga ia sadar ternyata Airis begitu mirip dengan Hanan. Mulai dari bentuk bibirnya, hidungnya, bentuk wajahnya semua terlihat sama kecuali mata Airis yang terlihat bulat. Sedangkan Hanan memiliki mata yang tajam.

"Kamu gini terus gak capek?" Tanya Matahari dengan lembut sembari mengelus pelan puncak kepala Airis.

Sedangkan anak tersebut mendongak menatap wajah Matahari dan menggeleng dengan polos. Matahari sebenarnya sedikit merasa heran dengan Airis yang sampai saat ini masih tak mengeluarkan suara sama sekali, apakah Airis masih sedikit merasa tak nyaman dengannya?

Ah, dan ada satu hal lagi yang membuat Matahari amat sangat terkejut adalah sosok Hananta yang berstatuskan Ayah dari Airis.

Bukan hanya terkejut perihal ia harus kembali bekerja dengan mantan atasannya yang begitu ia benci, namun juga terkejut dengan status seorang Hananta yang sudah menikah.

Karena setahunya selama ia bekerja lima tahun dengan Hanan, Hanan itu berstatus lajang. Jangankan menikah, berdekatan dengan wanita saja Matahari tak pernah melihatnya. Hanan itu terlalu dingin dan sulit dijangkau, manusia ajaib mana yang mau hidup bersama orang seperti Hanan?

Ditengah lamunannya itu Matahari dikejutkan oleh kehadiran Hanan yang tiba-tiba membuka pintu kamar Airis dan berdiri disana sembari menatap sang anak yang berada di dalam dekapan Matahari.

Sosoknya hanya berdiri disana tanpa mengeluarkan suara apapun, sedangkan Airis malah semakin mengeratkan pelukannya.

Matahari sebenarnya sedikit heran dengan kedua manusia beda usia yang saat ini tengah berada disekitarnya itu.

"Ini." Matahari mengerutkan keningnya ketika Hanan menyodorkan kertas kearahnya.

Sedangkan Matahari membulatkan matanya dan kembali mendongak menatap Hanan tak percaya. Jujur saja ia benar-benar tak ingin berurusan apapun lagi dengan Hanan, namun karena tak ada pilihan ia harus kembali terjebak dalam rumitnya jalan hidup yang semesta tetapkan.

"Ini serius?" Tanya Matahari tak yakin.

"Kamu kira saya bakal bercanda?" Matahari mencebik mendengar balasan Hanan yang terdengar begitu menyebalkan. "Saya punya beberapa syarat dan beberapa hal yang harus kamu tau. Saya tunggu diruang kerja, Airis titipin ke Ibu saya dulu."

Setelah itu Hanan pun beranjak meninggalkan Airis dan juga Matahari di dalam kamar.

Matahari kembali menoleh kearah Airis dan tersenyum gemas ketika sosok gadis kecil itu juga menatap kearahnya. "Ayis sama Nenek dulu ya? Kakak ada urusan sama Ayah kamu dulu."

Setelah itu Matahari pun beranjak mengantarkan Airis kepada sang Nenek, meski sedikit sulit sebab Airis sempat menolak.

Setelah selesai dengan Airis, Matahari pun bergegas menghampiri Hanan yang kini sudah duduk di balik meja besar ruang kerjanya dengan wajah datar sedatar papan tulis.

"Saya setuju untuk menerima kamu jadi pengasuh anak saya, tapi saya punya beberapa syarat yang harus kamu setujui." Ujar Hanan sembari memberikan beberapa lembar kertas kepada Matahari.

Sedangkan Matahari pun segera mengambil kertas-kertas tersebut dan membacanya dengan seksama.

Disana tertera beberapa peraturan yang harus Matahari patuhi.

1. Tidak boleh menyebarkan informasi apapun terkait hal-hal yang terjadi di dalam rumah kediaman Adiguna.

2. Tidak boleh menyebarkan informasi perihal anak-anak keluarga Adiguna kepada siapapun.

3. Bersedia untuk menetap dikediaman keluarga Adiguna.

4. Bersedia mengawasi anak-anak selama dua puluh empat jam.

"Peraturan yang harus kamu patuhi itu gak banyak. Dan semua itu terkait satu sama lain, yang intinya adalah kamu tidak boleh menyebarkan informasi apapun." Ucap Hanan dengan tangan yang bersidekap di depan dada. "Dan ada satu peraturan tidak tertulis yang harus kamu patuhi. Jangan mencari tau hal-hal yang gak harusnya kamu tau. Mengerti Matahari?"

Matahari menghela napas dalam dan mengangguk patuh. Bahkan ketika ia melamar pekerjaan menjadi sekertaris atmosfernya tak semencekam ini.

"Ah, satu lagi. Kamu terikat kontrak lima tahun dan orang yang bisa memutuskan kontrak ditengah jalan itu hanya saya. Mengerti Matahari?" Matahari memejamkan matanya dan lagi-lagi mengangguk.

Hanan ini tampaknya masih menyimpan dendam perihal Matahari yang memutuskan untuk mengundurkan diri secara tiba-tiba enam bulan lalu.

"Dan ini daftar makanan yang harus kamu hindari untuk anak-anak saya." Matahari mengerjapkan matanya ketika melihat list bahan makanan yang tak bisa anak-anak Hanan makan. Ada beberapa dan tidak bisa dibilang sedikit, jadi ia harus ekstra hati-hati.

"Masih ada lagi?" Tanya Matahari untuk mengantisipasi akan ada informasi tambahan terkait anak-anak yang akan mejadi tanggung jawabnya itu.

"Airis punya trauma dengan orang-orang baru, usahakan jangan biarkan anak-anak saya bertemu dengan siapapun diluar lingkungan rumah. Jangan pernah tinggalkan Airis di ruang terbuka sendirian."

Setelah itu Matahari pun segera bergerak untuk menandatangani kontrak kerjanya. Namun belum sempat ia menandatangani kontrak tersebut, Hanan sudah lebih dulu menarik kertas tersebut.

Matahari hanya bisa pasrah melihat kebiasaan Hanan yang selalu sukses membuat orang emosi dengan mudahnya.

"Apa alasan kamu mau bekerja disini?" Matahari mengerutkan keningnya mendengar pertanyaan tak masuk akal Hanan. Lihat? Hanan itu adalah makhluk paling menyebalkan yang pernah ada.

Entah apa yang sudah terjadi hingga Hanan selaku curiga pada setiap orang yang berurusan dengannya.

"Cari uang? Apalagi?" Tanya Matahari dengan wajah kesalnya. "Saya bukan mata-mata kayak yang Bapak pikir. Saya gak sejago itu buat direkrut orang untuk jadi mata-mata."

Hanan tampak menatap Matahari curiga, sedangkan Matahari hanya bisa menghela napas lelah. "Kalo Bapak nanya kenapa saya bisa tau pertanyaan yang mau Bapak tanyakan, jawabannya karena Bapak juga menanyakan hal yang sama dan sering nuduh saya jadi mata-mata dulu. Jadi Bapak gak usah khawatir, kalo saya emang mata-mata saya udah bocorin soal project besar di sydney dari dulu, cuan saya juga bakal banyak kalo jual info yang itu."

"Tapi yang kamu pegang sekarang itu sekarang itu bahkan jauh lebih besar dari project sydney atau apapun itu." Matahari menghela napas panjang.

"Saya gak butuh duit banyak, saya cuma mau duit yang cukup. Jadi jagain mereka udah cukup buat saya daripada jual informasi yang bisa aja buat saya mati konyol." Balas Matahari sembari menarik kembali kontrak yang ada di tangan Hanan dan menandatanganinya.

"Dan ingat, bos saya itu Bu Ratih. Dan kalo Bu Ratih gak ada di tempat, bos saya itu anak-anak Bapak. Jadi kita gak ada urusan apapun selain ngasih kabar perkembangan soal anak-anak Bapak yang bakal rutin saya kirim setiap harinya. Kalau begitu saya permisi dulu."

Setelah itu Matahari pun bergegas meninggalkan ruangan Hanan sebab ia masih harus mengakrabkan diri dengan Airis.

Dan perihal status Hanan, tampaknya Matahari harus menelan rasa ingin taunya. Lagipula untuk apa ia tau perihal status pernikahan Hanan? Toh, tak ada untungnya juga kan?

"Fokus Matahari, lo cuma mau cari uang. Bukan malah ngurusin idup orang."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status