Share

4. Bukan Keluarga Biasa

Saat ini Matahari tengah beristirahat di dalam kamarnya, ia baru saja selesai mandi dan membersihkan diri sebelum waktu makan malam tiba. Tadi Nenek dari Airis menyuruhnya untuk istirahat lebih dulu sebelum makan malam selesai, ia benar-benar disuruh untuk mengistirahatkan tubuh dan diperbolehkan turun ketika makan malam sudah akan dimulai.

Dan kini yang Matahari lakukan ketika sudah selesai membersihkan tubuh adalah duduk sebari kembali memperhatikan kamar barunya.

Kamar itu terlihat luas, bahkan mungkin luasnya sama dengan apartemen yang ia tempati. Fasilitasi disini bahkan lebih lengkap dibanding apartemennya dulu. Ada ac, dispenser bahkan kamar mandi pribadi.

Matahari memilih untuk membereskan barang-barangnya yang tak seberapa itu, menyusunnya dengan rapi. Dan untuk barang-barangnya di apartemen rencananya ia akan meminta ijin untuk mengambilnya besok atau mungkin lusa, sedangkan sisa perabotan rumah tangga yang tak mungkin ia bawa akan ia jual nantinya.

"Enak banget jadi wong sugih, merem melek aja uangnya banyak. Kalo gue mesti banting tulang ama harga diri kali ya biar bisa dapet rumah segede ini." Gumam Matahari dengan mata yang terus memperhatikan kamarnya.

Setelah puas memperhatikan kamarnya, Matahari pun berniat untuk turun lebih awal. Ia ingin melihat Airis sekaligus kedua Kakaknya yang tampaknya sudah pulang dari kegiatan akademi.

Matahari menoleh menatap jam yang sudah menunjukan pukul tujuh kurang, lalu menggeleng sembari berdecak. "Belajar sampe jam segini gak mumet kah? Kasian banget anak orang."

Ketika Matahari hendak membuka pintu, tiba-tiba suara ketukan lebih dulu terdengar dan membuat Matahari segera membuka pintu tersebut.

"Kamu.. "

Seorang bocah dengan wajah yang terlihat sedikit mirip dengan Hanan itu tampak menatap Matahari dari ujung kaki hingga ujung kepala, sama seperti yang dilakukan Airis pada beberapa waktu lalu.

"Oma suruh Kakak turun buat makan malam." Kata sang bocah yang membuat Matahari mengangguk dan tersenyum.

Tampaknya bocah tersebut adalah anak dari Hanan, meski tak menuruni wajah Hanan sepenuhnya tetapi matanya terlihat persis sama seperti milik Hanan.

"Nama kamu siapa?" Tanya Matahari dengan ramah.

"Saka. Sakala Maza Adiguna." Balas bocah dengan tahi lalat yang berada di bawah matanya itu.

Ia tampak sedikit membungkuk ketika menyebutkan namanya. Melihat hal tersebut tentu saja Matahari terpana melihat sopan santun yang dimiliki oleh bocah tersebut.

"Kakak ambil Airis dulu." Kata Matahari sebelum ditahan oleh Saka ketika Matahari hendak melangkah menuju ke arah kamar Airis.

"Airis sudah sama Oma." Setelah itu mereka pun kembali melanjutkan langkah menuju ruang makan dengan Saka yang memimpin jalan.

Matahari mengikuti langkah Saka dari belakang. Bocah itu tak mengeluarkan suara sama sekali, jadi Matahari menyimpulkan bahwa Saka adalah tipe anak yang pendiam. Ketika keduanya sampai di ruang makan, Matahari dapat melihat meja tersebut sudah terisi oleh Ratih, Hanan, Airis dan juga seorang bocah berwajah persis sama seperti milik Saka.

Saka pun segera mendudukkan dirinya di samping bocah yang memiliki wajah yang sama dengannya. Sedangkan Matahari duduk di samping Airis.

Matahari tersenyum ketika melihat Airis menatapnya dengan tatapan polos yang seakan menyuruhnya untuk segera duduk disana. Bahkan perlahan tangan Airis bergerak menepuk lembut kursi yang berada di sampingnya.

Hal tersebut tentu saja membuat Hanan mengerjapkan matanya, begitupun dengan Saka dan kembarannya. Sedangkan Ratih hanya mengembangkan senyum saja.

Setelah itu makan malam pun dimulai setelah sebelumnya Saka memimpin doa untuk mereka. Dalam diamnya Matahari mengapresiasi didikan ketiga anak tersebut.

Semua mulai mengambil makanan masing-masing, kedua Kakak Airis akan dibantu oleh seorang pekerja untuk mengambil makanan yang tak bisa mereka jangkau, bahkan Hanan juga terkadang ikut turun tangan.

Sedangkan Matahari fokus pada Airis yang memang masih membutuhkan bantuan untuk segala sesuatu, meski anak itu makan sendiri tetap saja masih banyak yang harus diperhatikan.

Suasana ruang makan begitu sepi, hanya diisi oleh suara dentingan alat makan yang sebenarnya juga tak begitu terdengar. Mereka seakan makan dengan begitu hati-hati dan tertata.

Matahari tau jika makan memang tak boleh bersuara, namun aura ruang makan saat ini terasa dingin dan hampa. Bukan diam yang nyaman dan hangat ala makan malam keluarga.

Matahari memperhatikan mereka satu persatu sembari menolong Airis dengan makanannya hingga Matahari bersitatap dengan Saka.

Bocah itu tersenyum begitu tipis seakan menyadari kebingungan Matahari, lalu kembali melahap makanannya tanpa sisa.

Sedangkan bocah satunya yang belum Matahari ketahui namanya itu terlihat sesekali mencuri pandang kearah Matahari tanpa membuka suara.

Dan begitu makan malam selesai dan menu berganti menjadi hidangan penutup, barulah Ratih angkat suara dengan memanggil ketiga bocah tersebut.

"Kala, Saka ayo kenalan sama Kakak ini, namanya Kak Matahari. Kak Matahari bakal bantuin Oma jagain kalian dan mungkin kalian bakal terus dijagain sama Kak Matahari kalo Oma udah balik lagi ke jepang." Saka terlihat menegakkan tubuhnya ketika mendengar penuturan sang Oma.

"Balik ke jepang? Terus Kala, Saka sama Ayis gimana?" Ratih tersenyum kecil.

"Opa sendirian di jepang, Kala gak kasihan?"

"Yaudah berarti kita semua balik ke jepang aja lagi." Sahut Saka dengan tenang.

"Mulai sekarang kalian harus stay di indonesia, bareng Ayah. Dan Kak Matahari yang bakalan jagain kalian." Saka tampak tak terima, ia berniat untuk segera berdiri meninggalkan ruang makan, namun suara Hanan membuat Saka mengurungkan niatnya.

"Duduk, Sakala. Oma belum selesai bicara." Bocah itu tampak menunduk ketika mendengar perintah dari Hanan.

Melihat itu Matahari jadi tak tega. Matahari pun melirik kearah Hanan. Ternyata lelaki satu itu memang menyebalkan, jangankan kepada dirinya kepada Saka yang imut lucu saja dia begitu.

"Ayo sapa, Kak Matahari."

Matahari tersenyum kearah Kala dan juga Saka, dan dari sana Matahari menduga bahwa tampaknya pendekatan kepada si kembar tak akan semudah dengan Airis.

"Halo.. nama Kakak Matahari, kalian bisa manggil Kak Ayi atau Kakak aja juga boleh." Kata Matahari dengan nada sedikit rasa malu sebab Hanan sedari tadi memperhatikan gerak-geriknya.

"Halo Kak Ayi, aku Kala." Ucap Kala sembari menyenggol Saka pelan.

"Halo Kak Ayi, aku Saka." Balas Saka setelah melirik kesal kearah Kala.

Setalah itu kembali hening, tak ada suara yang keluar selain Hanan yang tiba-tiba bangkit berdiri dari duduknya membuat atensi ketiga anaknya ikut teralihkan.

"Kamu mau langsung balik? Gak nginep aja dulu?"

"Saya disini dulu, besok pagi-pagi saya berangkat." Balas Hanan yang dibalas anggukan dan senyum oleh Ratih.

Sedangkan Saka dan Kala hanya diam saja, tak ad respon berarti yang kedua bocah itu keluarkan.

Sedangkan Airis, bocah itu sudah beralih pada dekapan Matahari. Ia bahkan enggan dekat dengan Hanan.

Matahari hanya bisa diam melihat interaksi keluarga yang tak biasa itu. Ia penasaran, namun tak bisa melakukan apapun dan membiarkan waktu yang membantunya untuk menemukan jawaban.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status