Di dalam ruang kerjanya, Adnan mencoba untuk fokus pada pekerjaannya. Dia membaca berkas di tangannya dengan serius, berusaha untuk memahami isinya. Namun kali ini Adnan benar-benar tidak fokus. Sudah 30 menit berlalu tetapi dia tetap membaca berkas yang sama. Dia terus membaca ulang isi laporan itu karena takut jika akan terjadi kesalahan. Adnan memilih untuk menyerah. Dia menghela napas kasar dan mulai merenggangkan dasinya. Ruangan yang dingin itu mendadak terasa sesak dan membuatnya mulai berkeringat. Adnan meraih ponselnya dan kembali membaca pesan singkat yang dikirim Niko 30 menit yang lalu. Sebuah foto yang membuat hati Adnan merasa kesal dan dongkol. Di dalam foto itu, terlihat Fasya dan Saka yang tertawa bersama. Sebuah potret bahagia yang justru membuatnya muak. "Lagi sakit tapi masih bisa pacaran," rutuk Adnan untuk yang kesekian kalinya. Sejak insiden alergi yang berakhir di rumah sakit itu, kondisi Fasya berangsur mulai membaik. Meskipun masih ada ruam-ruam
Satu minggu telah berlalu setelah Niko menangkap basah perselingkuhan Adnan dan Kinan. Ya perselingkuhan, Niko menganggapnya seperti itu. Sejak itu pula hubungan Adnan dan Niko tidak sedekat dulu. Niko benar-benar berubah menjadi anak magang yang semestinya. Mencoba fokus pada pekerjaannya dan tidak lagi memedulikan hubungan Adnan dan Fasya yang ia kira benar-benar nyata. Niko memang bukan pria baik. Dia masih berada di zona nyamannya yang hobi menarik perhatian wanita. Namun tak pernah sekalipun dia berniat mempermainkan pernikahan. Itu yang ia sesali dari pernikahan sepupunya. Selain itu, sikap Adnan yang selama ini bertingkah seperti suami cemburu membuatnya seperti orang bodoh. Bagaimana bisa Adnan seperti itu di saat dia sudah memiliki kekasih? Cap sebagai pria bajingan masih Niko berikan untuk Adnan. "Lo ngapain sih ngikutin gue?" geram Fasya pada Niko yang berjalan di belakangnya. Niko berdecak, "Sekalian nitip cemilan juga," ucapnya sambil mengambil beberapa bungkus
Hari ini adalah hari yang Fasya tunggu-tunggu. Setelah melakukan perjalanan yang cukup panjang dan lama akhirnya dia bisa mengirup udara pulau Bali dengan bebas. Entah sudah berapa kali dia mengucapkan terima kasih ke pada para seniornya yang mau mengajaknya —yang merupakan anak magang— untuk mengikuti acara kantor ini. Fasya tahu jika dia masih harus bekerja untuk mendokumentasi acara. Namun dia tetap senang karena bisa berlibur dengan gratis. Gratis? Itu adalah alasan yang kesekian bagi Fasya. Yang paling utama adalah dia bisa bebas dari Adnan selama beberapa hari. Jujur saja, Fasya ingin menenangkan diri setelah banyaknya masalah yang terjadi padanya akhir-akhir ini. Akhirnya dia bisa tertidur tenang tanpa melihat wajah Adnan di pagi hari. Menyenangkan bukan? Dia memang harus memberikan ketenangan pada otaknya agar tidak gila. "Lo mandi dulu," ucap Dinar menghampirinya. Fasya mengabaikan sahabatnya itu dan mulai memejamkan mata. Dia tersenyum menikmati angin malam yang me
Perjalanan yang cukup melelahkan tidak membuat Adnan segera beristirahat. Jam sudah menunjukkan pukul 10 malam, tetapi dia masih terjaga dengan iPad di tangannya. Sesekali dia menatap ke arah pintu masuk hotel saat melihat ada pergerakan seseorang di sana. Adnan sadar apa yang ia lakukan saat ini adalah hal yang aneh dan membingungkan. Hingga saat ini dia masih tidak tahu kenapa bisa melakukan hal ini. Sudah satu jam Adnan duduk di lobi hotel dengan ditemani secangkir kopi. Bosan? Tentu saja, tetapi dia masih belum ingin beranjak. Apalagi saat melihat banyak karyawananya yang keluar-masuk hotel dan menyapanya. Artinya masih banyak dari mereka yang belum beristirahat bukan? Bisa jadi Fasya juga belum memejamkan matanya saat ini. Jika Adnan beristirahat sekarang, dia takut Fasya berhasil lolos dari pandangannya. Dia harus tahu ke mana gadis itu pergi dan dengan siapa. Jika Fasya pergi dengan pria lain maka Adnan harus membuat rencana. Semuanya menjadi merepotkan saat Niko memutuskan
Di tengah kegelapan malam, mata Fasya terpejam menikmati hembusan angin malam yang menerpa wajahnya. Udara yang dingin memang sedikit mengganggunya, tetapi Fasya berusaha untuk menikmati waktu tenang yang tak bisa sering ia nikmati ini. Selagi Adnan tidak ada di sampingnya, Fasya memanfaatkan waktunya untuk menenangkan diri. Dia bisa cepat gila dan tua jika selalu marah saat berdekatan dengan Adnan. Anehnya itu terjadi secara sendirinya. Emosi Fasya selalu mudah tersulut saat Adnan berkeliaran di sekitarnya. "Jagung," ucap Adnan yang datang dengan dua jagung bakar manis di tangannya. "Nggak laper." "Saya tau," jawab Adnan mulai duduk di samping Fasya. "Saya liat kamu makan dua piring tadi." Fasya mendelik dan menatap Adnan dengan sinis. Lihat, bukan? Pria itu selalu menemukan cela untuk membuatnya kesal. "Makan," ucap Adnan lagi. Aroma sedap makanan yang menggoda membuat Fasya mulai goyah. Hati dan pikirannya tengah bertarung saat ini. Apa dia harus mengambilnya? "Oke,
Langit pantai tampak indah malam ini. Terlihat banyak bintang bertaburan membuat perasaan manusia yang melihatnya menjadi tenang dan nyaman. Langit indah itu seharusnya bisa membuat perasaan manusia menjadi lebih bahagia. Namun sayangnya rasa tenang dan nyaman yang sempat Fasya rasakan tadi tidak berlangsung lama. Itu semua karena kehadiran Saka. Tanpa aba-aba dan tanda-tanda pria itu sudah berada di belakangnya dengan ekspresi wajah yang membuat jantung Fasya berdegup kencang. Fasya takut dengan isi kepala Saka saat ini. Apa yang pria itu pikirkan tentangnya? Jujur saja Fasya takut jika pria itu berpikiran yang tidak-tidak tentang dirinya. "Mas Saka di—di sini?" tanya Fasya gugup. "Aku mau jemput kamu," jawab Saka masih dengan wakah bingungnya. Begitu banyak pertanyaan di kepalanya ini. Dia menatap Fasya dan Adnan secara bergantian. Kenapa wajah Fasya dan Adnan begitu panik? Dan yang paling membuatnya bertanya-tanya adalah bagaimana bisa Fasya berada di tempat ini bersama
Di dalam sebuah kamar hotel, terlihat dua orang gadis yang tengah berpelukan dengan erat. Kamar yang seharusnya diisi oleh lima orang itu mendadak sepi karena semuanya harus hadir mengikuti kegiatan kantor. Keadaan Fasya yang memang tidak baik-baik saja membuatnya memilih untuk izin dan mengurung diri di kamar hotel. Dari semalam, dia sudah menahan tangisnya agar tidak menarik perhatian para seniornya. Saat keadaan sudah sepi, tangis Fasya pun pecah. Dia bergelung di pelukan Dinar seperti anak kecil. Tangisnya terdengar sangat menyakitkan. Semua kekesalan Fasya sudah benar-benar memuncak. Rasa lelah yang ia rasakan sudah berada di ujung batas. Fasya benar-benar ingin menyudahi ini semua. "Gue nggak kuat, Dinar." Dinar mengelus kepala Fasya sayang. Berusaha menguatkan sahabatnya agar tetap bertahan dan waras. Di mata orang asing, masalah yang Fasya alami bukanlah masalah yang sukit. Semua orang pasti beranggapan jika Fasya adalah orang yang beruntung karena bisa menikah denga
Dengan mata yang terpejam, Adnan menyandarkan kepalanya pada kepala ranjang. Sesekali dia menghantamkan kepala bagian belakngnya di sana, berharap jika semua pikiran-pikiran berat yang ada di kepalanya segera menghilang. Namun sayangnya, semakin dia berusaha mengenyahkan semuanya, semakin pula Adnan dibuat gila karena memikirkannya. "Pake ini dulu," ucap Niko memberikan kain yang berisi es batu. Tanpa membantah, Adnan menerima es berbalut kain itu dan menempelkannya pada pipi serta sudut bibirnya. Terdapat luka lebam yang cukup terlihat di sana. Tentu saja pukulan Niko bukan main kerasnya. Pria itu seolah menggunakan semua tenaga dalamnya. Untungnya emosi itu hanya sesaat karena malm harinya pria itu kembali datang dengan membawa beberapa obat. Bisa saja Adnan marah karena tingkah Niko yang menyebalkan. Namun entah kenapa dia pasrah dan menerima semua tuduhan dan umpatan Niko. Adnan sadar jika dia sudah menyakiti Fasya. Namun dia tidak bisa menahannya. Jika bisa, dia akan memb