Share

5. Ulah Anak Setan?

"Nduk, bangun! Nduk! Nduk Risna!" panggil Mbok Darmi seraya mengoleskan minyak angin pada bagian bawah hidung Risna. 

Perempuan itu mengerjapkan kelopak matanya kemudian terbangun. Setelah sadar, ia melihat ke sekeliling dan terkejut ketika pemandangan hutan yang masih cukup rindang menyapa indra penglihatannya. 

"Mbok, kita ...?" 

"Tenang dulu, kita masih belum sampai di kota. Sampean dan keluarga baru saja mengalami kecelakaan," terang Mbok Darmi membuat Risna terkejut setengah mati. 

"Kecelakaan, Mbok?" Risna terduduk di pinggir jalan dengan alas seadanya. Kemudian mengamati sekitar dan begitu syok ketika mendapati mobil yang ia tumpangi sudah ringsek menabrak pohon. Bagian kap mesin mobil sudah terbuka dan diselubungi asap serta kaca depannya juga retak parah. "Terus yang lainnya gimana, Mbok?"

"Tenang, Nduk, tenang. Pak Hasnan cuma luka ringan di bagian kepala sama kakinya. Den Satria tadi sempat pingsan sebentar, tapi sudah baikan. Malah sekarang ikut sama Mang Jajang nyari sinyal buat manggil tukang derek."

Risna menghembuskan napas lega, lantas meraba keningnya karena merasa sedikit pusing. Rupanya, sudah ada perban kecil di bagian pelipis kiri, rasa pusing itu pasti bersumber dari sana. Ketika ia memeriksa bagian tubuh lainnya, ternyata tidak ada luka serius yang ia alami, mungkin hanya memar di beberapa bagian. Syukurlah, sekarang ia sadar betapa pentingnya memakai sabuk pengaman saat berkendara. Karena entah akan seberapa banyak luka yang ia derita jika tidak menggunakannya, mengingat kecelakaan yang ia alami cukup parah.

"Mbok, saya lupa sesuatu. Anak itu ... gimana keadaannya?" tanya Risna setelah cukup lama diam. 

Mimik wajah Mbok Darmi berubah dingin. "Anak itu baik-baik saja, Nduk. Nggak ada luka sekecil apapun di badannya." Perempuan setengah baya itu menatap Risna dengan seksama. "Sekarang opo sampean nggak merasa aneh? Semua orang luka-luka kecuali dia. Waktu Mang Jajang liat ke jok belakang, dia masing anteng di posisinya, seperti nggak terpengaruh sama sekali. Padahal tadi, cuma dia yang nggak pakai sabuk pengaman."

Risna terkesiap beberapa saat. "Mungkin cuma kebetulan, Mbok. Anak itu beruntung."

"Beruntung kok aneh. Mbok malah mikir kalau kecelakaan ini ulah si anak setan itu. Sampean sial karena mengadopsi anak itu."

Risna tergugu. Karena jujur ia juga merasa aneh. Tapi ... apa iya anak sekecil itu mampu membuat kecelakaan yang begitu besar? Kenapa rasanya mustahil sekali?

"Sudah siuman kamu, Ris?" Tiba-tiba Hasnan muncul dari arah belakang dengan terpincang-pincang. Kepalanya yang semula baik-baik saja kini sudah terlilit kain perban untuk pertolongan pertama. 

Risna mengangguk pelan. 

"Untung kita pakai mobil yang mahal. Kalau nggak bisa kena luka lebih parah kita." Hasnan duduk di sebelah Risna setelah menyerahkan kotak P3K kepada Mbok Darmi. 

Tak berapa lama, Satria dan Mang Jajang juga menampakkan batang hidungnya. Supir di keluarga Hasnan itu langsung memeriksa keadaan mobil yang masih menempel pada batang pohon, berharap ia tahu alasan dibalik kecelakaan ini. Kebetulan, ia sedikit mengerti soal mesin dan sebagainya. Sementara Satri memilih duduk di sebelah kedua orangtuanya. 

"Udah berhasil nelpon, Sat?" tanya Hasnan sambil mengamati wajah anaknya yang masih pucat. 

Satria hanya mengangguk. 

Hasnan membuang napasnya kasar. "Aneh banget. Padahal sebelum berangkat tadi, aku udah periksa semuanya. Nggak ada yang bermasalah. Tapi kenapa tadi tiba-tiba remnya blong, ya?" 

"Kamu lupa kali, Mas?" Risna menanggapi. 

"Nggak mungkin. Daya ingat Mas ini masih baik. Kamu lupa kalau Mas sering makan makanan kualitas import? Nggak mungkin lah Mas lupa."

Risna terdiam, lantas melirik ke arah anak perempuan yang sejak tadi terus menatapnya dengan tajam. Bulu kuduknya tiba-tiba merinding. Hingga perhatiannya teralihkan saat Mang Jajang akhirnya datang menghampiri mereka. 

"Gimana, Mang? Remnya blong 'kan?" Hasnan bertanya. 

Kening laki-laki bertubuh kerempeng itu tampak bergelombang. "Maaf atuh, Pak, sepertinya Bapak salah. Mobilnya nggak ada kendala. Remnya juga bisa digunain." 

"Masa, sih, Mang? Salah kali. Soalnya tadi saya yakin banget kalau remnya blong." Hasnan berjengit heran. 

"Yeee, kalau Bapak nggak percaya, sok atuh dilihat."

Ayah satu anak itu bangun dari duduknya dan menyusul Mang Jajang memeriksa mobil. Aneh sekali jika perkataan supirnya itu benar. Padahal ia yakin kalau rem mobil tidak berfungsi sebelum kecelakaan itu terjadi. 

Hasnan mulai memeriksa kondisi mobil dengan teliti. Mang Jajang yang berdiri di belakangnya hanya celingukan sambil sesekali membantu Hasnan. Hingga akhirnya, Hasnan terkejut setengah mati ketika meneliti bagian rem. Tidak ada yang rusak. Tidak ada kabel yang putus. Lalu bagaimana kecelakaan itu bisa terjadi?

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status