Nurul Faizah Az-Zahra POV
Aku lelah. Jarak yang membentang di antara Gus Furqon dan aku semakin jauh dan lebar, bersamaan dengan dirinya yang harus pergi untuk mengikuti kegiatan Kuliah Kerja Nyata alias KKN saat liburan semester ini, yang membuat kami menjadi semakin berjarak, tidak hanya secara mental. Namun, juga raga.Untuk mahasiswa transisi semester lima ke enam sepertinya, program KKN gelombang pertama di kampus kami memang bisa diambil ketika liburan pergantian semester. Dan dengan terpilihnya Gus Furqon sebagai presiden mahasiswa fakultas, memutuskan mengikuti program KKN pada gelombang pertama adalah keputusan yang tepat, karena jika ia mengambil program KKN gelombang kedua, maka ia baru bisa mengikutinya ketika liburan transisi semester dari enam ke tujuh nanti, saat kampus dan fakultas kami sedang sibuk-sibuknya mempersiapkan dan mengadakan ospek yang kini disebut PBAK (Pengenalan Budaya Akademik dan Kemahasiswaan) untuk para mahasiswa baru.SeNurul Faizah Az-Zahra POVSesampainya di rumah, aku langsung mengecek ponselku. Hal yang tidak berani kulakukan saat masih berada di angkringan tadi. Takut apa yang dikatakan Selvi dan teman-temanku yang lain benar.Namun, begitu aku mengakses aplikasi Instagram, apa yang diceritakan Selvi dan yang lainnya ternyata benar adanya. Semua itu fakta.Tubuhku langsung lemas saat melihat Gus Furqon benar-benar me-repost story perempuan bernama Ziyana Nafisa itu pada Instagram story-nya.Tampak ia sedang membersihkan rumput di halaman sebuah bangunan masjid, yang kutahu pasti, itu merupakan salah satu program kerja KKN-nya karena aku sudah memantau Instagram resmi KKN mereka sejak lama, sedangkan perempuan bernama Ziyana Nafisa itu, ia berpose melakukan kiss tidak jauh dari Gus Furqon, dan seolah-olah, ciuman itu diberikan kepada Gus Furqon yang terlihat jelas tengah disorot perempuan itu dalam potretnya. Teman-teman mereka yang lain yang masuk ke dalam f
“Feiza?” panggil Furqon saat laki-laki itu baru saja keluar dari kamar selepas mandi. Sang kala saat ini menunjukkan pukul 17.03 WIB. Hari Kamis. “Iya, Gus?” balas Feiza yang segera mengalihkan pandangannya dari meja makan yang baru ditatanya. Terhidang beberapa makanan yang baru gadis cantik itu bawa dari indekosnya beberapa waktu lalu, tepatnya saat Furqon tengah mandi. Ada tiga bungkus nasi, sepiring capcai, gorengan ikan nila, dan sekotak Tupperware kecil penuh sambal. “Maaf aku baru bisa ke sini sore, Gus,” dengung Feiza. “Padahal hari ini Kamis. Tapi, paginya aku ndak bisa kemari dulu karena harus pergi ke kampus lebih awal,” lanjutnya menjelaskan alasan dirinya tidak datang ke rumah Furqon sejak tadi pagi seperti seharusnya. “Oh. Iya,” jawab Furqon sekenanya lalu datang menghampiri tempat Feiza. “Njenengan mau makan sekara
Feiza cepat-cepat kembali masuk ke dalam kamar ketika Ziyana Nafisa akhirnya berpamitan kepada Furqon. Ia duduk di pinggir ranjang setelah meraih ponsel dari tasnya lalu pura-pura sibuk menggulir video reels di aplikasi Instagram.Cklek.Pintu kamar terbuka dan sosok tegap Furqon muncul dari baliknya.“Tamunya sudah pulang, Gus?” Feiza yang baru berpura-pura sibuk dengan ponselnya menoleh dan melempar tanya.“Iya,” sahut Furqon lalu kembali menutup pintu.“Teman perempuan njenengan siapa, Gus, yang datang?” tanya Feiza pura-pura tidak tahu jika yang tadi datang adalah Ziyana Nafisa. “Kok cuma sebentar?” lanjutnya yang terdengar seperti menyindir.“Oh, teman pengurus DEMA, Fe. BPH-ku,” jawab Furqon. “Ada dokumen yang perlu kutandatangani,” tambahnya.Feiza mencoba mengulas senyuman menutup raut kecewanya karena Furqon memilih tidak berterus terang bahwa yang datang adalah Ziyana Nafisa, perempuan yang belakangan ini sante
Kabar cinta lokasi Furqon dengan Ziyana Nafisa semakin santer berembus. Terlebih, beredar video pengakuan Ziyana Nafisa jika perempuan cantik itu memang memiliki rasa terhadap sang presiden mahasiswa, Muhammad Furqon Al-Akhyar. Lalu momen-momen kedekatan keduanya semakin banter menjadi sorotan. “Tum, tahu yang namanya Ziyana Nafisa-Ziyana Nafisa itu nggak?” Ririn menyenggol lengan Feiza yang duduk di sebelah kirinya pada salah satu kursi yang ada di dalam basecamp HMJ mereka, Himpunan Mahasiswa Jurusan Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah (HMJ PGMI). “Eh?” Feiza yang sebelumnya berkutat dengan sebuah dokumen word di laptopnya menoleh. “Ada apa, Rin?” tanyanya karena sebelumnya memang tidak benar-benar menyimak pertanyaan Ririn. “Itu loh, kamu tahu yang namanya Ziyana Nafisa-Ziyana Nafisa yang katanya lagi deket sama Pak Pres Furqon?” Ririn menjelaskan pertanyaannya dengan perlahan. Sepersekian sekon Feiza langsung terdiam.
Rencana Feiza untuk segera bertemu dan bicara dengan Furqon tidak berjalan lancar seperti yang diinginkannya. Suaminya itu sangat sulit ditemui. Terlebih, setelah Furqon memberi keputusan sepihak agar Feiza tidak perlu lagi datang ke rumah kontrakan Furqon guna tinggal bersama. Feiza semakin sulit meski sekadar bertatap muka dengannya. Apalagi bicara empat mata.Sebelumnya saat Feiza masih berkeharusan tinggal bersama Furqon selama empat hari dalam seminggu di rumah laki-laki itu, Feiza sudah cukup sulit berdialog karena Furqon yang sangat sibuk bulak-balik meninggalkan rumah untuk mengurus organisasi yang ia pimpin. Bagaimana saat Feiza sudah tidak memiliki kesempatan tinggal dengannya? Tentu bertemu berdua hanya menjadi angan-angan yang semakin susah direalisasikan.Lalu karena saat ini, siang menjelang sore hari di taman samping ndalem rumah keluarga Furqon di Kediri, ketika Feiza akhirnya bisa duduk berdua dengan Furqon setelah ayah dan ibu mertuanya pergi meni
“Feiza?!”Suara terkejut itu berasal dari seseorang yang sejak sore tadi Feiza tunggu-tunggu kedatangannya.Itu suaminya.Muhammad Furqon Al-Akhyar. Orang yang beberapa waktu lalu membuka pintu depan rumah kontrakannya.“Kamu … di sini?” tanya laki-laki itu terdengar begitu terkejut sekaligus heran.Cepat, Feiza yang sudah mengangkat kepalanya yang tadi telungkup di atas meja makan menyeka kedua belah pipinya yang basah dengan gerakan yang cukup kasar.Gadis itu hanya menatap Furqon yang berdiri di bibir pintu penghubung ruang tamu dan ruang keluarga dengan kedua mata sembabnya, tanpa menyahut apa-apa.Diam.Hening.Yang terdengar hanya suara detak jam di dinding.Furqon yang terkesima selama beberapa sekon lantas berjalan menghampiri Feiza, berdiri di hadapannya. Ia benar-benar terkejut melihat presensi Feiza di dalam rumahnya dengan berbagai makanan yang terhidang di atas meja makannya.
Furqon ternyata tidak diam saja. Ia langsung menyusul Feiza masuk ke dalam kamarnya.Cek!“Tetap di sini, Feiza!”Furqon menahan tangan Feiza yang sedang memasukkan ponsel, charger, dan barang-barangnya ke dalam tas.“Tetap di sini,” ulang Furqon. “Aku minta maaf. Sekarang ayo bicara baik-baik,” tambahnya pelan.Feiza yang berdiri membelakangi Furqon tidak menjawab dan kembali mengusap air matanya.“Ayo bicara, Fe! Luapin semua amarah dan kekecewaan kamu selama ini ke aku supaya aku tahu. Ayo bicara,” ucap Furqon masih memegang tangan Feiza.“Aku mau pulang, Gus,” kata Feiza yang akhirnya mau kembali bersuara.“Sekarang sudah lewat tengah malam. Jangan pergi, Feiza! Kamu nggak boleh pergi.”Feiza langsung berbalik dan menepis tangan Furqon yang masih memegang tangannya dengan kencang.“Apa hak njenengan nyuruh aku nggak pulang? Nyuruh aku nggak pergi?” Feiza juga kembali merespons kata-kata Fur
"Kamu sudah menikah, Feiza."Rasanya seperti mendengar sambaran petir saat cuaca di luar kelewat cerah dan matahari sedang bersinar terik-teriknya.Oh, yang benar saja! Dia, menikah?Kapan? Di mana? Dengan siapa?Feiza percaya apa yang barusan dikatakan ibunya, perempuan yang telah mengandung dan melahirkannya itu pasti sebuah lelucon. Ibunya ini pasti sedang bercanda."Bu, Ibu tidak serius, kan? Kapan Feiza menikah? Feiza kan sibuk kuliah di kota lain. Pulang ke rumah pun hanya bisa sekali-dua kali dalam sebulan. Lalu bagaimana Feiza menikah? Aku bahkan nggak tahu apa-apa," ucap Feiza."Kamu sudah dinikahkan Ayahmu sebulan yang lalu, Nduk. Nikah agama," jelas ibunya."Hah?" Feiza langsung terperangah mendengarnya. "Ta-tapi, bagaimana bisa, Bu? Kuliah Fe gimana?"Sang ibu terlihat menghela napasnya. "Kamu tetap bisa kuliah, Nduk. Kami mengambil keputusan ini bukannya tanpa pertimbangan," jelasnya lagi."Bukan tanpa pertimbangan? Lalu kenapa Feiza tidak Ayah dan Ibu libatkan? Yang meni