Kabar cinta lokasi Furqon dengan Ziyana Nafisa semakin santer berembus. Terlebih, beredar video pengakuan Ziyana Nafisa jika perempuan cantik itu memang memiliki rasa terhadap sang presiden mahasiswa, Muhammad Furqon Al-Akhyar. Lalu momen-momen kedekatan keduanya semakin banter menjadi sorotan.
“Tum, tahu yang namanya Ziyana Nafisa-Ziyana Nafisa itu nggak?” Ririn menyenggol lengan Feiza yang duduk di sebelah kirinya pada salah satu kursi yang ada di dalam basecamp HMJ mereka, Himpunan Mahasiswa Jurusan Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah (HMJ PGMI). “Eh?” Feiza yang sebelumnya berkutat dengan sebuah dokumen word di laptopnya menoleh. “Ada apa, Rin?” tanyanya karena sebelumnya memang tidak benar-benar menyimak pertanyaan Ririn. “Itu loh, kamu tahu yang namanya Ziyana Nafisa-Ziyana Nafisa yang katanya lagi deket sama Pak Pres Furqon?” Ririn menjelaskan pertanyaannya dengan perlahan. Sepersekian sekon Feiza langsung terdiam.Rencana Feiza untuk segera bertemu dan bicara dengan Furqon tidak berjalan lancar seperti yang diinginkannya. Suaminya itu sangat sulit ditemui. Terlebih, setelah Furqon memberi keputusan sepihak agar Feiza tidak perlu lagi datang ke rumah kontrakan Furqon guna tinggal bersama. Feiza semakin sulit meski sekadar bertatap muka dengannya. Apalagi bicara empat mata.Sebelumnya saat Feiza masih berkeharusan tinggal bersama Furqon selama empat hari dalam seminggu di rumah laki-laki itu, Feiza sudah cukup sulit berdialog karena Furqon yang sangat sibuk bulak-balik meninggalkan rumah untuk mengurus organisasi yang ia pimpin. Bagaimana saat Feiza sudah tidak memiliki kesempatan tinggal dengannya? Tentu bertemu berdua hanya menjadi angan-angan yang semakin susah direalisasikan.Lalu karena saat ini, siang menjelang sore hari di taman samping ndalem rumah keluarga Furqon di Kediri, ketika Feiza akhirnya bisa duduk berdua dengan Furqon setelah ayah dan ibu mertuanya pergi meni
“Feiza?!”Suara terkejut itu berasal dari seseorang yang sejak sore tadi Feiza tunggu-tunggu kedatangannya.Itu suaminya.Muhammad Furqon Al-Akhyar. Orang yang beberapa waktu lalu membuka pintu depan rumah kontrakannya.“Kamu … di sini?” tanya laki-laki itu terdengar begitu terkejut sekaligus heran.Cepat, Feiza yang sudah mengangkat kepalanya yang tadi telungkup di atas meja makan menyeka kedua belah pipinya yang basah dengan gerakan yang cukup kasar.Gadis itu hanya menatap Furqon yang berdiri di bibir pintu penghubung ruang tamu dan ruang keluarga dengan kedua mata sembabnya, tanpa menyahut apa-apa.Diam.Hening.Yang terdengar hanya suara detak jam di dinding.Furqon yang terkesima selama beberapa sekon lantas berjalan menghampiri Feiza, berdiri di hadapannya. Ia benar-benar terkejut melihat presensi Feiza di dalam rumahnya dengan berbagai makanan yang terhidang di atas meja makannya.
Furqon ternyata tidak diam saja. Ia langsung menyusul Feiza masuk ke dalam kamarnya.Cek!“Tetap di sini, Feiza!”Furqon menahan tangan Feiza yang sedang memasukkan ponsel, charger, dan barang-barangnya ke dalam tas.“Tetap di sini,” ulang Furqon. “Aku minta maaf. Sekarang ayo bicara baik-baik,” tambahnya pelan.Feiza yang berdiri membelakangi Furqon tidak menjawab dan kembali mengusap air matanya.“Ayo bicara, Fe! Luapin semua amarah dan kekecewaan kamu selama ini ke aku supaya aku tahu. Ayo bicara,” ucap Furqon masih memegang tangan Feiza.“Aku mau pulang, Gus,” kata Feiza yang akhirnya mau kembali bersuara.“Sekarang sudah lewat tengah malam. Jangan pergi, Feiza! Kamu nggak boleh pergi.”Feiza langsung berbalik dan menepis tangan Furqon yang masih memegang tangannya dengan kencang.“Apa hak njenengan nyuruh aku nggak pulang? Nyuruh aku nggak pergi?” Feiza juga kembali merespons kata-kata Fur
"Kamu sudah menikah, Feiza."Rasanya seperti mendengar sambaran petir saat cuaca di luar kelewat cerah dan matahari sedang bersinar terik-teriknya.Oh, yang benar saja! Dia, menikah?Kapan? Di mana? Dengan siapa?Feiza percaya apa yang barusan dikatakan ibunya, perempuan yang telah mengandung dan melahirkannya itu pasti sebuah lelucon. Ibunya ini pasti sedang bercanda."Bu, Ibu tidak serius, kan? Kapan Feiza menikah? Feiza kan sibuk kuliah di kota lain. Pulang ke rumah pun hanya bisa sekali-dua kali dalam sebulan. Lalu bagaimana Feiza menikah? Aku bahkan nggak tahu apa-apa," ucap Feiza."Kamu sudah dinikahkan Ayahmu sebulan yang lalu, Nduk. Nikah agama," jelas ibunya."Hah?" Feiza langsung terperangah mendengarnya. "Ta-tapi, bagaimana bisa, Bu? Kuliah Fe gimana?"Sang ibu terlihat menghela napasnya. "Kamu tetap bisa kuliah, Nduk. Kami mengambil keputusan ini bukannya tanpa pertimbangan," jelasnya lagi."Bukan tanpa pertimbangan? Lalu kenapa Feiza tidak Ayah dan Ibu libatkan? Yang meni
Flashback (1)Satu tahun yang lalu"Heran sama anak-anak ustaz ustazah jaman sekarang. Kenapa banyak banget yang pacaran sih? Pakai diumbar-umbar segala lagi. Nggak malu apa? Nggak takut dosa?"Seorang gadis muda dengan jilbab berwarna hitam yang membalut wajah cantiknya mendesis lirih.Sepasang mata mongoloidnya menatap jengah dua orang sepantarannya yang duduk berdempetan, berjarak beberapa meja dari tempatnya duduk di sebuah warung kopi yang penuh sesak akan mahasiswa dan kawula muda itu.Gadis itu menatap dua orang yang bisa dibilang cukup dikenalnya itu dengan lirikan tajam tanpa benar-benar menolehkan kepalanya. Membuat seorang pemuda yang duduk di depannya terkikik lirih memecahkan tawa."Kamu bisa julid juga, ya, ternyata? Kukira selama ini kamu kalem," kata laki-laki itu mengganti tawa lirihnya dengan seulas senyum kecil sembari menatap dalam-dalam gadis yang ada di hadapannya."Kalem?" balas gadis itu dengan nada terkejut yang sarat mengejek. Ia menatap balik. "Kamu aja yang
"Fe," panggil Fahmi setelah beberapa saat."Iya?" sahut Feiza yang kini sibuk memasukkan pentol goreng tusuk ke dalam mulut dan mulai mengunyahnya."Jadi, kamu belum pernah pacaran, ya?"Uhuk!Feiza hampir tersedak."Fahmiii." Gadis itu langsung memelototi Fahmi dan menggeram. "Aku lagi makan!" protesnya.Fahmi menahan senyumnya. "Jawab aja, Fe," katanya.Feiza langsung menyambar gelas teh tawarnya dan menenggaknya tanpa sisa. "Iya lah. Kenapa tanya-tanya?" jawabnya kemudian dengan begitu tidak santainya. "Masa iya calon istrinya laki-laki salih, kaya, penyayang, cerdas, perhatian, dan yang gantengnya jiddan jiddan gini punya mantan? Nggak dong. Makasiih."Feiza kemudian kembali menyuap sebuah pentol goreng ke dalam mulutnya dan mengunyahnya.Fahmi dibuat tertawa sembari menggeleng-gelengkan kepala melihat kelakuan gadis yang ada di depannya itu. "Sombong amat," ejeknya.Feiza tidak menghiraukannya. "Biarin. Bodo amat." Feiza tetap menyantap pentol gorengnya dengan tenang. "Sombong da
"Fe," panggil Fahmi setelah beberapa saat saling diam lagi. "Pernah denger kalimat kalau seseorang yang pacaran lalu dia bertaubat, dan tidak pernah berpikir untuk mengulang lagi, maka dia lebih mahal dari berlian?" tanyanya."Pernah." Feiza mengangguk. "Apa lagi kalau nggak pernah pacaran, ya, kan?" lanjutnya.Fahmi terkekeh. "Jadi, kamu bener-bener nggak mau pacaran, ya, Fe?""Hem. Bisa dibilang gitu sih, Mi. Untuk saat ini."Fahmi langsung mengerutkan dahi. "Untuk saat ini?" pekaunya mempertanyakan kalimat terakhir dari jawaban Feiza."Iya." Feiza menganggukkan kepala. "Aku nggak mau dicap munafik, sok alim ataupun sok suci." Jeda. "Setelah ngobrol sama kamu hari ini, aku mengakui kalau aku orang yang sangat naif sekali, Mi. Jadi, aku mau menjawab pertanyaan kamu dengan rasioal aja."Dari mengerutkan dahinya, Fahmi kini mengangkat sebelah alisnya karena tertarik dengan apa yang dikatakan oleh Feiza."Manusia adalah makhluk yang dinamis. Sifatnya fluktuatif. Sekarang bisa aja aku bi
"Kamu sendiri gimana, Mi?" ucap Feiza kemudian. "Apa termasuk orang yang berpandangan kalau pacaran itu seperti taaruf kayak yang kamu bilang tadi?" lanjutnya."Hm. Mungkin?" jawab Fahmi."Wah." Feiza langsung berseru. "Kamu pernah pacaran?" tanyanya.Fahmi menatap lekat mata Feiza. "Jujur, bisa dibilang iya."Feiza kembali berseru 'wah' lantas membekap mulutnya. Bukannya ekspresi antipati, wajah terkejut Feiza malah seperti menatap tidak percaya, tidak menyangka, sekaligus takjub kepada Fahmi. Semuanya campur baur."Cuma cinta monyet. Pacarannya pun nggak aneh-aneh kok, Fe. Cuma SMS-an sama Inbox-an di jaman itu. Waktu itu aku SMP. Nggak pernah jalan berdua, pegangan tangan, ataupun lainnya," jelas Fahmi tanpa diminta."Emm." Feiza mengangguk kecil. "Temen sepondok kamu?" tanyanya."Iya.""Seangkatan ... atau adik tingkat?""Seangkatan.""Sekelas?""Enggak.""Ohh."Tercipta keheningan."Fe," panggil Fahmi setelah beberapa lama."Iya?" sahut Feiza yang kini tampak kembali menyuap pent