Satu setengah tahun bukanlah waktu yang singkat bagi Evan untuk menunggu perpisahan Ajeng dan Dimas. Sudah berkali-kali dia ingin membeberkan kelakuan Dimas pada wanita itu, namun Ella selalu mencegahnya."Aku hamil."Dua kata yang membuat Evan menahan diri untuk tidak meledak-ledak saat itu juga. Dia hanya bisa mencaci maki Ella yang seperti mempermainkannya saat itu.Bayangkan saja. Dia sudah membiarkan pasangan haram itu berselingkuh di rumahnya, namun dia tidak kunjung bisa menikahi Ajeng."Seharusnya aku memakai caraku sendiri agar Ajeng segera berpisah dari si bajingan itu," ucapnya geram."Ajeng masih mencintai Dimas. Kamu nggak bisa membuat dia tiba-tiba patah hati. Dia nggak akan mau menerima kamu secepat itu," komentar Ella.Rasanya Evan hampir gila. Rasa cinta yang menggebu-gebu itu benar-benar membuatnya kalang kabut. Apalagi ketika melihat bagaimana Ajeng semakin hari semakin cantik. Dia ingin sekali merengkuh perempuan itu dan membawanya pulang, tapi dia tidak bisa.Samp
"Bos, Sekar Anjani itu ibu mertua anda," lapor Raka suatu hari sambil membawa sebuah map dan meletakkannya di atas meja kerjanya.Kening Evan mengernyit. Sudah hampir sebulan dia menikah dengan Ajeng, dan dengan bodohnya dia malah baru tahu nama ibu mertuanya. Yang dia hafal hanyalah nama ayah mertuanya saja."Kok aku bego banget nggak menghafal nama ibu mertuaku sendiri?" Evan menepuk dahinya, lalu membuka dokumen itu.Ada data lengkap dari wanita itu dan foto-fotonya. Ibu Ajeng terlihat cantik. Kecantikan khas wanita Indonesia yang diturunkan pada Ajeng. Meskipun wajah Ajeng lebih seperti wanita bule, tapi bentuk bibir, alis, dan warna mata mengikuti sang ibu."Ada hubungan apa Ella sama ibu mertuaku?" tanyanya heran.Selama menikah dengan Ajeng, Ella terlihat sangat perhatian pada wanita itu. Masih sama seperti sebelum dia menikahi Ajeng. "Anda ingat ketika Bu Puspa tiba-tiba melabrak Nyonya Ajeng? Dia mengetahui informasi dari Nadia setelah berkunjung ke rumah anda. Perlu anda ke
Evan masih menahan diri setelah mendengar pengakuan Ella. Dia masih menghormati kedua mertuanya, apalagi Susno yang pernah menyelamatkan nyawanya. Tapi dia punya batas kesabaran. Jika sampai Ella ingin mencelakai Ajeng, maka dia tidak akan tinggal diam."Bilang pada Ajeng kalau aku sedang ke Surabaya. Jangan bilang yang sebenarnya dulu," pesannya pada Raka sebelum menaiki pesawat.Dia masih menahan diri untuk tidak mengadukan kelakuan Ella pada ayah mertuanya. Dia juga akan merahasiakan masalah ini dari ayahnya. Dua pria itu tidak boleh tahu dulu, karena Ella masih dalam masa pengobatan.Biar bagaimanapun, Evan tidak tega jika harus membongkar kebusukan Ella pada dua lelaki itu. Ayahnya tidak suka dengan kelakuan tidak terhormat seseorang, sedangkan Susno tidak suka jika Ella berpotensi untuk mencemarkan nama baik keluarganya."Ceraikan Ella sekarang. Aku nggak mau anakku bernasab padamu."Evan berbalik dan melihat Rudi yang tengah menatapnya dingin. Dia mendengkus."Meskipun aku menc
Evan menggeleng dengan tegas. "Perlu saya tegaskan. Uang 21 milyar itu sebenarnya adalah uang milik saya. Ella menggunakannya atas namanya, agar Ajeng tidak curiga. Dan saya memang sengaja menyisihkan uang itu untuk pengobatan ayah. Jadi tolong, jangan menganggap saya telah membeli Ajeng atau menjebak dia. Tidak.""Tapi kamu menikahi dia dengan cara menjebaknya, seolah-olah dia berhutang segitu banyaknya," kata Mark.Evan gelagapan, lalu buru-buru memegang tangan ayah mertuanya lagi."Saya benar-benar mencintai Ajeng. Sejak pertama kali melihatnya di rumah Ella 2 tahun yang lalu. Saya ingin sekali menikahinya, tapi ternyata dia sudah menikah dengan pria lain," jawab Evan sebelum tersenyum getir."Aku sudah mendengar ceritamu tadi."Evan langsung melotot. Benarkah? Jadi tadi pria itu sebenarnya sudah bangun? Mendadak dia merasa malu karena ketahuan mengagumi anak mereka seperti seorang penguntit."Maafkan saya," gumamnya sambil menunduk.Mark menghela nafas panjang. Pandangan pria itu
"Jeng, kemarilah."Ajeng yang sejak tadi mondar-mandir gelisah di dalam kamar rawat inap salah satu rumah sakit swasta terkenal langsung berhenti. Ponsel masih menempel di telinga kanannya."Evan nggak bisa dihubungi, El. Sepertinya lagi meeting deh. Duh, aku belum ijin juga kalau ada urusan mendadak," kata Ajeng dengan wajah tak enak."Sini, Jeng," panggil Ella lagi.Melihat kondisi sahabatnya yang lemah di atas ranjang rumah sakit, Ajeng langsung bergegas mendekati Ella. Dia menyambut tangan Ella yang sejak tadi terulur."Kamu kenapa nggak bilang kalau sakit? Kanker darah itu bukan penyakit yang bisa disepelekan. Kenapa kamu nggak bilang sama Evan?" omel Ajeng dengan wajah jengkel.Ajeng dan Ella adalah sahabat sejak kuliah dan sudah seperti saudara kandung saking dekatnya. Orangtua Ella bahkan sudah menganggap Ajeng seperti anak mereka sendiri."Menikahlah dengan Mas Evan, Jeng."Sayang sekali, rumah orang tua Ella lumayan jauh dari rumah yang ditempati oleh Ella dan Evan. Tidak mu
Mata Ajeng melotot ngeri sambil melambai-lambaikan tangan dengan cepat. "Nggak, Tante. Ella cuma bercanda kok. Dia lagi melantur," elak Ajeng sambil menggeleng. Tatapan Evan berubah menjadi dingin, menusuk Ajeng hingga membuat bulu kuduknya berdiri. Mana mungkin dia mau menjadi istri kedua pria dingin seperti kulkas itu? Apalagi Evan adalah big boss di perusahaan tempat dia bekerja. "Ella, mami minta penjelasan." Tante Dahlia, ibu mertua Ella, menarik tangan Ajeng dan menyeretnya menuju ke ranjang yang ditempati oleh Ella. Padahal Ajeng ingin segera kabur dari rumah sakit dan menenangkan diri dengan tenggelam dalam pekerjaan yang menumpuk. Tapi kehadiran wanita berusia setengah abad itu mengacaukan semuanya. Ella tersenyum ketika melihat cengkeraman tangan ibu mertuanya di pergelangan tangan Ajeng. Sementara Evan menatap sang istri dingin. "Jelaskan kenapa kamu sampai terbaring tak berdaya di rumah sakit ini? Kenapa nggak mengabari aku, malah dia yang lebih dulu tahu?" tunt
Selama beberapa detik, Ajeng hanya diam di tempatnya. Mencerna perkataan Evan yang terdengar seperti dialog dalam sebuah drama. "Apa kamu tuli?" Bentakan Evan menyadarkan Ajeng. Dia sedikit mundur ketika melihat tatapan Evan yang dipenuhi dengan kebencian dan amarah. "Cepat tandatangani perjanjian pranikah ini dan kita menikah. Aku nggak mau menunda-nunda pengobatan istriku lagi." "Kamu gila, Van? Kalian memang pasangan gila. Kenapa kamu malah setuju dengan permintaan Ella?" cecar Ajeng. "Kamu pikir aku mau menikahi kamu? Kalau bukan karena Ella yang mengancam akan membiarkan bayi kami celaka karena penyakitnya nggak diobati, aku nggak akan sudi menikahi kamu." Ajeng tahu Evan sangat mencintai Ella. Bahkan pria itu begitu setia dan tidak mencari wanita lain hanya karena berbulan-bulan tidak dilayani di atas ranjang seperti kata Ella. Tapi tetap saja, perkataan itu menyakiti hatinya. Seolah-olah Ajeng sengaja menawarkan diri dan memaksa Ella agar Evan mau menikah denganny
"Hari ini kamu cantik banget, Jeng. Meskipun sederhana, kamu masih kelihatan seperti memakai kebaya mewah," ucap Ella dengan wajah semringah.Memang kebaya yang dia pakai harganya ratusan juta. Entahlah, Ajeng merasa Ella sengaja menyindirnya. Orang dengan ekonomi pas-pasan seperti dirinya pastilah tidak akan mampu membeli kebaya mahal hanya untuk akad nikah yang berlangsung selama beberapa menit saja."Kamu kok nggak kelihatan senang, Jeng?" tanya Ella heran.Seharusnya Ajeng yang bertanya pada Ella. Kenapa wanita itu justru terlihat bahagia padahal suaminya akan menikah dengan sahabatnya sendiri? Dunia macam apa yang ditinggali oleh Ajeng sekarang? Jangan-jangan ini semua hanyalah mimpi. Mungkin dia sudah mulai gila karena berhalusinasi."Kamu sama Evan kelihatan cocok banget. Nggak salah aku memilih kamu sebagai istrinya," lanjut Ella sambil memegang kedua tangannya dengan senyum bahagia.Ajeng semakin tidak bisa berkata-kata. Apakah Ella sudah berubah menjadi gila karena penyakitn