Menjadi Istri Kedua Suami Sahabatku

Menjadi Istri Kedua Suami Sahabatku

By:  Alya Feliz  Updated just now
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
10
2 ratings
47Chapters
1.0Kviews
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
Leave your review on App

Ajeng dipaksa menjadi istri kedua Evan Braun oleh Ella, istri dari Evan sekaligus sahabat Ajeng. Tentu saja Ajeng menolak mentah-mentah usul gila itu. Tapi Ella tetap bersikeras agar Ajeng menikah dengan suaminya. "Rawat bayiku setelah dia lahir," pinta Ella. "Jangan melantur! Kamu pasti sembuh!" Ajeng hanya menganggap Ella sedang melantur dan bercanda. Tapi satu keadaan mengharuskan Ajeng dengan sangat terpaksa menerima tawaran Ella karena hanya wanita itu yang sanggup menolongnya. Bagaimana kisah Ajeng setelah menjadi istri kedua Evan? Apakah ia sanggup menghadapi keluarga Ella yang berubah membencinya karena menjadi madu Ella?

View More
Menjadi Istri Kedua Suami Sahabatku Novels Online Free PDF Download

Latest chapter

Interesting books of the same period

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments
user avatar
Kamu Saudaraku
lanjutt kakak
2024-06-13 16:12:27
1
user avatar
Alya Feliz
Maaf masih berantakan. Masih dalam proses revisi. Jangan lupa mampir juga di ceritaku yang berjudul "Bodyguard Hot Milik Nona Muda".
2024-06-05 21:29:52
0
47 Chapters
1. Penawaran Gila
"Jeng, kemarilah."Ajeng yang sejak tadi mondar-mandir gelisah di dalam kamar rawat inap salah satu rumah sakit swasta terkenal langsung berhenti. Ponsel masih menempel di telinga kanannya."Evan nggak bisa dihubungi, El. Sepertinya lagi meeting deh. Duh, aku belum ijin juga kalau ada urusan mendadak," kata Ajeng dengan wajah tak enak."Sini, Jeng," panggil Ella lagi.Melihat kondisi sahabatnya yang lemah di atas ranjang rumah sakit, Ajeng langsung bergegas mendekati Ella. Dia menyambut tangan Ella yang sejak tadi terulur."Kamu kenapa nggak bilang kalau sakit? Kanker darah itu bukan penyakit yang bisa disepelekan. Kenapa kamu nggak bilang sama Evan?" omel Ajeng dengan wajah jengkel.Ajeng dan Ella adalah sahabat sejak kuliah dan sudah seperti saudara kandung saking dekatnya. Orangtua Ella bahkan sudah menganggap Ajeng seperti anak mereka sendiri."Menikahlah dengan Mas Evan, Jeng."Sayang sekali, rumah orang tua Ella lumayan jauh dari rumah yang ditempati oleh Ella dan Evan. Tidak mu
Read more
2. Menolak Pengobatan
Mata Ajeng melotot ngeri sambil melambai-lambaikan tangan dengan cepat. "Nggak, Tante. Ella cuma bercanda kok. Dia lagi melantur," elak Ajeng sambil menggeleng. Tatapan Evan berubah menjadi dingin, menusuk Ajeng hingga membuat bulu kuduknya berdiri. Mana mungkin dia mau menjadi istri kedua pria dingin seperti kulkas itu? Apalagi Evan adalah big boss di perusahaan tempat dia bekerja. "Ella, mami minta penjelasan." Tante Dahlia, ibu mertua Ella, menarik tangan Ajeng dan menyeretnya menuju ke ranjang yang ditempati oleh Ella. Padahal Ajeng ingin segera kabur dari rumah sakit dan menenangkan diri dengan tenggelam dalam pekerjaan yang menumpuk. Tapi kehadiran wanita berusia setengah abad itu mengacaukan semuanya. Ella tersenyum ketika melihat cengkeraman tangan ibu mertuanya di pergelangan tangan Ajeng. Sementara Evan menatap sang istri dingin. "Jelaskan kenapa kamu sampai terbaring tak berdaya di rumah sakit ini? Kenapa nggak mengabari aku, malah dia yang lebih dulu tahu?" tunt
Read more
3. Pasangan Gila
Selama beberapa detik, Ajeng hanya diam di tempatnya. Mencerna perkataan Evan yang terdengar seperti dialog dalam sebuah drama. "Apa kamu tuli?" Bentakan Evan menyadarkan Ajeng. Dia sedikit mundur ketika melihat tatapan Evan yang dipenuhi dengan kebencian dan amarah. "Cepat tandatangani perjanjian pranikah ini dan kita menikah. Aku nggak mau menunda-nunda pengobatan istriku lagi." "Kamu gila, Van? Kalian memang pasangan gila. Kenapa kamu malah setuju dengan permintaan Ella?" cecar Ajeng. "Kamu pikir aku mau menikahi kamu? Kalau bukan karena Ella yang mengancam akan membiarkan bayi kami celaka karena penyakitnya nggak diobati, aku nggak akan sudi menikahi kamu." Ajeng tahu Evan sangat mencintai Ella. Bahkan pria itu begitu setia dan tidak mencari wanita lain hanya karena berbulan-bulan tidak dilayani di atas ranjang seperti kata Ella. Tapi tetap saja, perkataan itu menyakiti hatinya. Seolah-olah Ajeng sengaja menawarkan diri dan memaksa Ella agar Evan mau menikah denganny
Read more
4. Akad Nikah
"Hari ini kamu cantik banget, Jeng. Meskipun sederhana, kamu masih kelihatan seperti memakai kebaya mewah," ucap Ella dengan wajah semringah.Memang kebaya yang dia pakai harganya ratusan juta. Entahlah, Ajeng merasa Ella sengaja menyindirnya. Orang dengan ekonomi pas-pasan seperti dirinya pastilah tidak akan mampu membeli kebaya mahal hanya untuk akad nikah yang berlangsung selama beberapa menit saja."Kamu kok nggak kelihatan senang, Jeng?" tanya Ella heran.Seharusnya Ajeng yang bertanya pada Ella. Kenapa wanita itu justru terlihat bahagia padahal suaminya akan menikah dengan sahabatnya sendiri? Dunia macam apa yang ditinggali oleh Ajeng sekarang? Jangan-jangan ini semua hanyalah mimpi. Mungkin dia sudah mulai gila karena berhalusinasi."Kamu sama Evan kelihatan cocok banget. Nggak salah aku memilih kamu sebagai istrinya," lanjut Ella sambil memegang kedua tangannya dengan senyum bahagia.Ajeng semakin tidak bisa berkata-kata. Apakah Ella sudah berubah menjadi gila karena penyakitn
Read more
5. Khilaf
Selama seharian, Ajeng tidak melihat Evan di mana pun. Mungkin pria itu langsung pergi ke rumah yang ditinggalinya bersama Ella. "Hah, syukurlah. Lebih bagus lagi kalau nggak usah kembali lagi ke sini. Besok, aku masuk kerja seperti biasa. Menjenguk Ella, pulang, istirahat sendirian di rumah ini. Ah, nikmatnya hidup," ucapnya menghibur diri. Setelah ini dia harus lebih sering mengunjungi Ella. Jangan sampai sahabatnya itu berpikir macam-macam. "Sudah lapar, Nyonya? Saya baru saja selesai masak." Seorang wanita paruh baya menyambutnya dengan tersenyum. "Perkenalkan, saya Bi Marni. Saya ke sini di jam-jam tertentu saja Nyonya. Pagi dan sore. Nyonya mau makan sekarang? Dari tadi siang belum makan apa-apa, pasti lapar lho." Ajeng mengedarkan pandangannya ke sekitar. Tidak ada tanda-tanda kehidupan lain selain dirinya dan Bi Marni. "Boleh deh, Bi. Kebetulan saya lapar banget. Panggil saya Ajeng aja, Bi. Saya masih muda kok dipanggil Nyonya." Ajeng duduk di meja makan dan mengambi
Read more
6. Alergi
Sepanjang perjalanan, Ajeng dan Evan saling diam. Bukan berarti sebelumnya mereka terbiasa berbincang dengan akrab. Tidak. Hanya saja, aura di dalam mobil terasa dingin karena perkataan Evan tadi.Ajeng berusaha untuk tidak menangis. Berkali-kali ia mengerjapkan matanya yang berkaca-kaca. Lagi-lagi dia merasa seperti wanita murahan. Menurut saja ketika Evan menyentuhnya, sedangkan pria itu justru mengaku hanya sedang khilaf."Aku minta maaf," ucap Evan memecah keheningan.Ajeng tidak menjawab. Dia buru-buru membuka pintu mobil agar bisa segera menemui Ella dan menanyakan apa maksud wanita itu memintanya untuk datang ke rumah."Ajeng, tunggu." Evan mencekal lengannya, tapi Ajeng tidak menoleh. "Aku...maaf, aku pria normal. Sudah lama Ella tidak...""Tidak usah dibahas lagi. Aku sadar diri kok, menikah dengan kamu karena apa," potongnya.Tanpa menunggu balasan dari Evan, Ajeng pergi meninggalkan pria itu dan bergegas memasuki rumah Evan yang jauh lebih besar dari rumah yang dia tempati.
Read more
7. Mantan yang Tak Diinginkan
Dari sekian banyaknya manusia yang hidup di kota ini, kenapa Ajeng harus bertemu dengan orang yang paling tidak ingin ditemuinya saat ini? Ia menatap laki-laki yang dengan santainya duduk di sebelahnya itu dengan wajah tak suka. Mood-nya semakin memburuk. Setelah berburuk sangka pada Ella yang sengaja memasukkan udang ke dalam nasi goreng itu, kini ia harus bertemu dengan mantan suaminya."Kamu nungguin siapa? Bukannya kamu sendirian di kota ini?"Ajeng sengaja mengabaikan pria itu. Hatinya masih terasa sakit. Bertahun-tahun mencintai Dimas secara ugal-ugalan, bahkan Ella mengatainya bodoh karena terlalu bucin, kini Ajeng sangat menyesal.Seharusnya dulu dia tidak terlalu mencintai lelaki itu, apalagi sampai percaya sepenuhnya. Pria mana lagi yang bisa dipercaya sekarang? Bahkan Evan pun dengan mudahnya menuruti permintaan Ella untuk menikah lagi. Bukan tidak mungkin suatu saat Evan akan menikah lagi jika dia dan Ella pergi."Ajeng, aku tahu kamu masih sakit hati dengan keputusanku.
Read more
8. Telepon dari Sekretaris
"Aku kira tadi kamu tidur," kata Ajeng tak percaya. Dia mendekati Evan yang sudah terlihat membaik. Tidak lagi kesulitan bernafas seperti tadi."Kalian berantem seperti di sinetron-sinetron. Aku yang mendengarnya saja malu." Evan mendengkus, terlihat meremehkan."Bukan salahku kalau aku menampar dia. Kamu pasti mendengar sendiri tadi dia bilang apa," ucapnya dengan wajah kesal.Ajeng sudah siap jika Evan mengolok-oloknya karena dulu pernah menjadi istri Dimas. Pasti pria itu tidak akan melewatkan kesempatan ini. Tapi di luar dugaannya, Evan justru memejamkan mata.Menghela nafas panjang, Ajeng akhirnya keluar dari ruangan itu untuk menuju ke bagian farmasi dan administrasi. Dia menoleh ke sekitar dengan was-was. Malas jika harus bertemu dengan Dimas lagi.Dari kejauhan, Ajeng melihat Dimas yang berjalan sambil memeluk pinggang Ayu. Tidak bisa dipungkiri bahwa hatinya masih berdenyut nyeri ketika melihat pemandangan itu.Tentu saja Ayu bisa hamil. Berbeda sekali dengannya yang tidak ak
Read more
9. Mulai Curiga
Ajeng buru-buru mematikan sambungan itu dengan tangan bergetar. "Mati aku. Mati aku. Bagaimana kalau Siska tahu itu suaraku? Harusnya aku nggak usah mengangkat panggilan itu."Bisa gawat kalau sampai seluruh karyawan tahu bahwa ia dekat dengan Evan. Statusnya sebagai janda saja sudah mengerikan. Apalagi ditambah dengan rumor bahwa ia tengah bersama Evan di rumah sakit. Bisa-bisa ia dicap sebagai pelakor."Bodoh kamu, Jeng! Seharusnya kamu nggak usah mengangkat panggilan itu," gerutunya.Lagi pula sejak kapan karyawan rendahan seperti dirinya tiba-tiba ada di tempat yang sama dengan sang CEO perusahaan multinasional? Dipikir secara logika saja sudah tidak masuk akal."Ya, seharusnya kamu nggak usah mengangkat panggilan itu."Tubuh Ajeng langsung membeku. Ia bahkan tidak sadar masih menggenggam ponsel Evan dengan erat."Kamu sudah biasa merogoh saku celana laki-laki tanpa ijin ya? Gimana? Nggak salah sentuh, kan?"Mendadak Ajeng merasa jengkel. Dengan kesal ia berbalik dan malah melihat
Read more
10. Ella yang Mulai Aneh
Wajah Ella langsung berubah dingin. Meskipun perutnya kembali mual dan tulang belakangnya terasa sangat nyeri, ia berusaha untuk tidak menampakannya di hadapan sang ibu."Mama kebanyakan nonton sinetron, jadinya mikir yang aneh-aneh. Ajeng tuh sahabat Ella. Dia udah biasa datang ke rumah ini. Mas Evan juga kenal dekat dengan Ajeng. Jadi nggak masalah dong, kalau Ajeng bantuin Mas Evan.""Tapi Ajeng itu janda, El. Meskipun mama sayang sama dia, tapi kamu nggak boleh membiarkan mereka terus berduaan. Banyak artis yang cerai karena ternyata suaminya selingkuh dengan sahabatnya sendiri," protes Puspa.Ella menggeleng-gelengkan kepalanya. "Apapun yang terjadi nanti, jangan salahkan Ajeng. Dia nggak tahu apa-apa." Ella menutup mulutnya karena rasa mual itu kian menjadi-jadi."Lho? Kamu mau muntah? Bi! Bibi! Ambilkan wadah buat Ella! Dia mau muntah!" teriak Puspa panik.Kursi roda Ella didorong menuju ke ruang makan dan seorang pembantu tergopoh-gopoh menghampiri mereka sambil membawakan wa
Read more
DMCA.com Protection Status