Share

Titik terang

Athirah mencoba menenangkan Neimara yang menangis histeri. Setelah wanita itu agak tenang, Athirah mengajaknya berbicara. Wanita cantik itu menanyakan beberapa hal kepada Neymar.

“Kak, apa boleh aku menanyakan sesuatu?” Tanya Athirah hati-hati.

Neimara menganggukkan kepalanya sebagai respon. Sungguh saat ini lidahnya terasa kelu walau hanya untuk sekedar berucap. Kehilangan Kirana membuat dadanya begitu sesak, separuh jiwanya seolah sirna. Kirana adalah berlian yang paling berharga bagi Neimara dan juga Revan. Mereka akan melakukan apapun demi Putri semata wayangnya itu.

“Apakah Kirana menikah atas dasar cinta atau karena perjodohan?” Bukan Tanpa alasan gadis cantik itu menanyakan hal demikian kepada kakak iparnya itu.

Athirah tahu selama ini Kirana tidak pernah berpacaran, tapi tiba-tiba saja mendengar kabar Kalau gadis cantik itu akan segera menikah.

“pertemuan antara Kirana dan Gibran memang disengajakan. Kami memang berniat menjodohkan mereka, tapi kami tidak memaksa keduanya untuk menikah jika memang keduanya ingin menolak. Namun, siapa sangka ternyata Gibran sudah lama menaruh hati kepada Kirana dan ternyata pemuda itu sendiri yang merengek kepada kedua orangtuanya, meminta dinjodohkan dirinya dengan Kirana. Pasti anak itu juga akan sangat terpukul,” ucap Neimara yang kembali terguguh dalam tangisnya. Wanita paruh baya itu tidak bisa membayangkan perasaan Gibran yang kehilangan pengantin wanitanya di hari pernikahan. Bahkan yang lebih menyakitkannya lagi, mereka belum sempat mengucapkan janji suci di hadapan Ilahi.

Athirah mengulurkan tangannya untuk kembali menepuk lembut punggung Neimara, guna memberikan ketenangan kepada wanita paruh baya itu.

“Udah Kak. Kakak yang sabar. Kalau Kakak kayak gini, Kakak nggak akan bisa berpikir dengan jernih dan kita akan sulit mencari solusi untuk menemukan Kirana,” nasehat bijak Athirah.

Terlihat Neimara mencoba untuk mengatur nafasnya.

“Apa Kakak yakin Kirana tidak terpaksa atas pernikahan ini? Maksud aku mungkin dia tidak ingin membuat orang tuanya kecewa. Kakak kan tahu sendiri seperti apa Kirana, anak itu tidak pernah ingin membuat orang tuanya bersedih. Mungkin Kakak memang tidak memaksa Kirana untuk menerima pinangan Gibran, akan tetapi Kakak mendesak dia untuk segera menikah supaya rumah ini ramai,” tutur Athirah. Bukan tanpa alasan Athirah berasumsi demikian. Sudah dua tahun terakhir kakak iparnya itu selalu mendesak Kirana untuk segera mencari pacar dan menikah. Namun, gadis cantik itu selalu saja menolak dengan alasan belum ada yang bisa membuat hatinya bergetar.

“Aku melihat sendiri binaran kebahagiaan di mata putriku di hari ia bertunangan. Bahkan semalam ia begitu gembira karena akan mengakhiri masa lajangnya bersama pria yang sangat mencintainya. Semua sahabat Kirana menjadi saksi kebahagiaan Kirana semalam. Bahkan aku sampai harus menegurnya untuk tidur karena tidak ingin terjadi sesuatu di hari pernikahannya. Namun, siapa sangka hal yang lebih tragis terjadi sekarang!” papar Neimara panjang lebar.

Ajal tidak bisa di elak, malang tidak ada siapa yang tahu!

Meskipun berlari ke ujung dunia, jika memang waktunya telah tiba maka kita akan tetap kembali menghadap kepadaNya.

Athirah mencoba menimang ucapan kakak iparnya itu. Setelah dipikir-pikir ada benarnya ucapan Neimara, karena Athirah juga melihat kebahagiaan di mata Kirana semalam. Kirana juga begitu bersemangat dalam melakukan perawatan menjelang pernikahannya.

Namun, banyak hal yang mungkin saja terjadi. Mungkin saja Kirana selama ini berkamuflase.

Berbagai macam kemungkinan bisa saja terjadi, tapi jika memang gadis cantik itu kabur, pasti ia akan meninggalkan surat untuk orang tuanya.

“Jika memang Dia kabur, bagaimana mungkin Dia pergi tanpa meninggalkan sebaris kalimat pun untuk kami yang sudah membesarkannya? Aku tahu betul bagaimana putriku, Dia bukanlah anak pembangkang dan suka mempermalukan orang tuanya,” lirih Neimara. Wanita yang masih cantik di usia nya yang mulai senja itu kembali larut dalam isak tangisnya, mengingat keberadaan Sang Putri saat ini dan hal-hal yang mungkin saja terjadi.

Sementara di sisi lain Revan yang masih sibuk mencari keberadaan putrinya mengalihkan atensi ketika benda pipih di saku celananya berdering. Revan mengerutkan kening ketika melihat deretan nomor asing yang terpampang di layar ponselnya. Tanpa membuang waktu, Revan langsung menggeserkan logo berwarna hijau agar panggilan tersambung dan Ia berharap itu dari Kirana yang mengabari dirinya.

“selamat pagi Tuan Revan yang terhormat!” sapa sebuah suara asing di seberang sana.

“Pagi. Maaf ini dengan siapa dan Ada perlu apa?” tanya Revan tanpa basa-basi. Firasat buruk langsung menyergap tubuh Revan ketika mendengar sapaan penuh ejekan dari seberang sana.

“sepertinya anda sedang terburu-buru? Pasti lagi sibuk mencari putri kesayangan?” bukannya menjawab, pria di seberang sana malah kembali melontarkan pertanyaan yang membuat lelaki paruh baya itu semakin tak karuan.

“siapa sebenarnya kamu?” tanya Revan penuh penekanan. Lelaki paruh baya itu sebisa mungkin mengontrol emosinya.

“Ingat usia Tuan, jangan suka marah-marah, nanti bisa terkena stroke,” ucap lelaki misterius itu diikuti dengan tawa mengejek dari seberang sana.

Revan merasa dirinya sedang dipermainkan saat ini. Namun, sebisa mungkin lelaki paruh baya itu mengontrol emosinya, mengingat kemungkinan saat ini putri yang sangat ia cintai sedang berada di tangan si penelpon yang misterius itu.

“Sebenarnya mau kamu itu apa?” tanya Revan dengan suara bergetar, karena menahan amarah.

“Aku mau minta izin sekaligus mengabarkan kalau saat ini Putri anda sedang baik-baik saja dan berada bersamaku di tempat yang cukup aman. Aku ingin minta izin untuk memperistri anak gadismu,” jawab suara di seberang sana yang diikuti oleh kekehannya pada akhir kalimat.

Deg

Jantung Revan seolah berhenti berdetak ketika mendengar pengakuan lelaki misterius di seberang sana.

“Sebenarnya kau itu siapa? Kenapa kau menculik anakku?” kembali Revan melontarkan pertanyaan. Kaki lelaki paruh baya itu bagaikan jelly ketika mengetahui putrinya yang sedang berada di tangan orang asing.

Seingat Revan, dirinya tidak memiliki musuh. Dibilang kaya raya, tidak. Dibilang memiliki bisnis yang cukup berkembang, juga tidak.

“kalau bertanya itu, satu-satu. Mungkin anda memang tidak memiliki urusan apapun dengan saya, tapi calon menantumu itu, ia mempunyai hubungan yang begitu rumit denganku. Jika ingin anak gadis anda kembali dengan selamat, mintalah menantumu untuk menjemputnya. Karena hanya dia yang bisa membayar harga untuk Putri kesayangan anda ini.” usai berkata demikian panggilan pun terputus sebelah pihak.

“Hallo. Halo. Halo....” panggil Revan mengudara.

“Sial. Brensek,” upat Revan.

Kini pikiran laki-laki paruh baya itu bagaikan kaset kusut yang tak berpenghujung. Revan pun tidak melanjutkan lagi pencariannya dan memutuskan menghampiri istrinya yang masih berada di kamar anak mereka.

“Sayang,” tegur Revan.

Neimara menghentikan tangisnya ketika Indra pendengarannya menangkap suara lembut sang suami yang memanggilnya.

Neimara mengalihkan atensinya ke arah Revan yang kini sudah berdiri di sampingnya.

Tatapan mata Neimara seolah mengisyaratkan bagaimana?

“Putri kita diculik oleh seseorang. Aku tidak tahu siapa dia, tapi calon menantu kita pasti sangat kenal dengan penculik itu karena pria asing itu tadi mengatakan, Jika dia memiliki hubungan yang rumit dengan calon menantu kita,” papar Revan memberitahu istrinya.

“Apa? Anak kita diculik?” pekik Neimara memastikan.

“lebih tepatnya dijadikan tawanan,” ucap Revan mengklarifikasi.

“Kasihan sekali keponakanku itu, dia menjadi tawanan di malam pernikahannya,” ucap Athirah iba.

“Abang, cepat dihubungin Gibran. Hanya dia satu-satunya harapan Kita,” desak Neimara.

Revan hanya bergeming, pikirannya kini sedang menglala buana.

“Ayo, Bang. Pasti musuhnya Gibran yang menculik anak kita. Pasti bisnis orang itu kalah saing sama menantu kita,” ucap Neimara menggebu.

Revan mereguk saku celananya mencari kota Gibran dan langsung menghubungi calon menantunya itu.

Sementara Athirah, ia mencari suaminya untuk mengabarkan tentang keberadaan Kirana agar mereka semua berhenti mencari gadis cantik itu.

“Apa? Kirana diculik?” pekik Gibran tidak percaya.

Lelaki tampan itu terduduk lemas ke atas sofa kamarnya begitu mengetahui tentang kabar Kirana. Khawatir, syok, dan emosi bercampur menjadi satu.

Ia begitu syok. Pasalnya hanya tinggal satu langkah lagi, dirinya dan Kirana sudah resmi menjadi pasangan suami istri.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status