Mencari sekeping hati Dengan penuh keterpaksaan ku lafadz kan kata talak kepada Putri.“Semua ini salah kamu yang begitu keras kepala dan juga keras Hati. Selama ini aku sudah berusaha untuk terus mempertahankan rumah tangga kita. Namun, ketamakanmu membuat aku harus mengambil keputusan ini.” Aku menghela nafas sebelum kembali berucap, “ Aku menceraikan mu dengan talak satu, wahai Putri Rahayu,” ucapku dengan satu tarikan nafas sebagai mana dulu aku menghalalkannya dalam ikatan suci pernikahan.Andai saja Putri tidak tamak terhadap diri ini dan mau berbagi dengan Mutia, sungguh perceraian diantara kami tidak akan pernah terjadi.Aku sengaja menceraikan Putri dengan talak satu, karena diri ini masih berharap untuk kembali bisa bersama seperti dulu lagi.Aku juga tidak menggubris meskipun Mutia sudah protes terhadap talak satu yang aku ucapkan. Bukan hanya Mutia, Putri juga tidak terima aku talak satu dengan berbagai macam ucapan pedas yang ia layangkan kepadaku.Aku sudah tidak peduli
Kenyataan Kalau dipikir-pikir, pasti sekarang Putri banyak uang dan akan menjadi janda incaran. Membayangkannya saja membuat aku panas, bagaimana jika kenyataan?Mutia memintaku untuk berbicara kepada Putri agar membiarkan Kami pergi. Aku hanya melirik ke arahnya sekilas, karena diri ini masih membayangkan hal-hal yang mungkin terjadi yang tak bisa hatiku terima.“Mas!” sentakan dari Mutia akhirnya membuat aku menuruti permintaannya.Namun, seolah lagi-lagi diri ini ditampar oleh kenyataan, di mana Putri mengatakan akan membawa kasus perceraian kami ke ranah hukum dan ia memenjarakan aku beserta Mutia karena pasal perzinaan dan perselingkuhan.Kembali aku tersalut emosi, tapi sebisa mungkin aku menahannya. Aku tarik tangan Mutia dan berlalu pergi meninggalkan ruangan Putri. Aku akan memutarkan otak agar perpisahan di antara kami tidaklah terjadi, karena diri ini sungguh tidak ingin kehilangan sosok Putri yang begitu lemah lembut dan kini ia juga begitu mandiri. Setidaknya Jika
Fun games “Mulai malam ini kalian ikut sama Papa. Mama kalian enggak bisa memberikan contoh yang baik untuk kalian,” ucap Mas Alfi tegas. Kali ini tatapannya mengarah ke arah kedua putraku.“Mas!” Tegur Mutia. Terlihat jelas jika ia ingin protes, karena anak-anakku akan ikut bersama mereka. Dia pikir aku akan melepaskan kedua belahan jiwaku untuknya.Aku tersenyum smirk dalam hati Mas Alfi tidak mempedulikan teguran dari Mutia. Ia kembali menatap ke arahku dengan tatapan menghunus tajam.“jawab aku Putri! Karena lelaki ini kan kamu minta pisah dariku?” hardik Mas Alfi dengan suara melengking tinggiKami menjadi pusat perhatian. Semua mata tertuju ke arah kami.Aldo menggebrak meja seraya bangkit berdiri.“Cukup, Pah,” bentaknya dengan suara yang tidak kalah tinggi.Aku hanya bisa membolakkan mataku melihat kemarahan putra sulungku.Aku merasa terlindungi oleh tindakan Aldo.Putraku itu berada di garda terdepan dalam melindungiku.Sekuat tenaga aku menahan agar air mata penuh haru t
Mas Farid menganggukkan kepalanya tanda setuju.“Kalau gitu, kita ke fun game yang di perempatan jalan aja ya! Biar deket.”“iya, Mas,” jawabku.Bukan Tanpa alasan Aku mau ikut serta diajak dengan mas Farid. Namun, aku harus meminta maaf kepadanya tentang kejadian tadi. Aku juga tidak mungkin membicarakan hal itu di depan kedua buah hatiku. Karena sudah kepalang ketahuan, biar sekalian aku ceritakan dan meminta pendapatnya. Lagian, selama ini Mas Faris sudah cukup baik kepadaku dan dia juga orang yang bisa dipercaya.Wajah kedua putraku yang tadinya sendu kini sudah berbinar kembali. Anak-anak memang semudah itu melupakan permasalahan. Aku berharap semoga mereka akan selalu bisa sebahagia seperti ini.Mas Farid juga membayar bakmie yang kami makan. Meskipun aku sudah menolaknya, tapi lelaki itu tetap bersi keras untuk membayarnya. Alasannya biar imbang, karena selama ini aku tidak pernah menerima pembayaran ketika ia mampir ke warungku.Tidak butuh waktu lama kami sudah tiba di fun ga
MKYHS BAB. LancarApa pun yang terjadi, waktu tetap akan terus berjalan.Tanpa terasa, tiga bulan sudah aku menjanda. Hari ini merupakan hari putusan sidang mengenai perceraian aku dan Mas Alfi.Tekadku untuk menjebloskan keduanya ke penjara sudah benar-benar bulat. Aku mengutarakan semua yang terjadi dalam rumah tanggaku tanpa ada yang dikurangi atau pun dilebihkan.Sebenarnya aku menolak mediasi dan menginginkan perkara ini cukup selesai dalam satu kali sidang saja karena semua bukti sudah aku kantongi. Namun, Karena Mas Alfi bersikeras untuk melakukan mediasi dan membantah semua tuduhanku, sehingga pihak pengadilan memutuskan untuk melakukan sidang satu kali lagi. Lelaki itu memutar balikkan fakta seolah akulah yang bersalah di sini. Dia menjadikan acara makan malamku yang tidak sengaja dengan mas Farid sebagai tuduhan jika aku juga melakukan perselingkuhan di belakangnya.Aku yang sempat menggadaikan BPKB mobil untuk menopang hidup, dituduhnya jika aku meminjam uang ke rentenir
Come backMaaf, Pak. Kami hanya menjalankan tugas. Mohon bekerja sama agar tidak terjadi kekerasan,” jawab salah satu polisi yang membawa Mutia dengan begitu sopan.“Putri lepaskan Aku. Aku tidak ada sangkut pautnya dengan Kau. Itu urusan Kau dengan suami Kau,” teriak Mutia.Mas Alfi beralih menetap ke arahku. Langkahnya bergerak mendekatiku.Pergerakannya begitu cepat. Kedua tangan Mas Alfi sudah berada di pundakku. Ia mencengkeram kedua bahuku kuat. Putri, tolong lepaskan Mutia ini permasalahan kita berdua, jangan menyeret wanita hamil itu,” ucap Mas Alfi penuh penekanan.Ini memang masalah kita berdua, tapi permasalahan ini hadir karena adanya wanita itu. Lagian aku sudah mencoba berbaik hati terhadap kalian, tapi kebaikanku kalian salah artikan.” Aku tersenyum miring.“kebaikan apa?” sargah Mutia cepat.“Andaikan kamu mengizinkan aku untuk menikah lagi, pasti kita tidak akan pernah bercerai sampai saat ini. Namun, semua sudah terlanjur.” Mas Alfi membuang nafas kasar. Ia terlihat
Tamu takterdugaSetelah melewati beberapa drama, akhirnya kami memutuskan untuk kembali.Bukan hanya aku yang tidak ingin pulang, tapi hal itu juga berlaku bagi Agus yang katanya masih merindukan masakan Mama tercinta.Setelah melewati perjalanan panjang, akhirnya aku kembali di sebuah kediaman yang pernah ada bahagia dan juga air mata di sini.Bibir ini hanya mampu tersenyum miring ketika mengingat takdir yang mempermainkan diri ini.Senin merupakan hari yang tidak ingin ditemui oleh kebanyakan orang dan hal itu juga berlaku kepadaku hari ini.Kemarin aku begitu puas memanjakan diri di rumah Mama. Namun, sekarang harus kembali baku hantam dengan pekerjaan untuk mencari sesuap nasi.Seperti biasanya, aku bangun sebelum adzan subuh berkumandang. Aku berkutat di dapur untuk membuatkan sarapan kepada kedua Putraku.Begitu lantunan adzan menyapu Indra pendengaranku, gagas diri ini melakukan kewajiban sebagai Muslim, tidak lupa membangunkan Aldo dan Aris sebelumnya untuk melaksanakan sa
Duda lapuk Aku merasa euforia manakala mataku dan matanya saling bertemu. Ini sangatlah tidak baik untuk jantungku, aku harus menjaga pandangan ini agar tidak semakin terperosok ke dalam pesonanya.“ Sekarang kamu percaya sama aku?” Tanya Lukas setelah aku mengalihkan pandanganku.“Aku rasa tidak ada alasan untuk Aku tidak percaya kepada kamu,” jawabku apa adanya.“By the way kamu tahu aku tinggal di sini dari mana?” tanya aku penasaran, karena seingat Aku, Aku tidak pernah memberitahu Lucas jika aku tinggal di sini.“Aku baca dari informasi kamu. Awalnya aku kira kamu itu gadis, ternyata....” Lukas menggantung ucapannya, matanya terbelalak lebar menatap ke arah ponselnya. Aku yakin jika dia sedang membaca informasi tentang diriku.“Ternyata apa?” tanyaku.“Ternyata ... Ternyata aku masih memiliki kesempatan,” jawabnya ambigu.Keningku berkerut mendengar jawaban darinya.“Kamu mau pindah ke sana kapan?” tanya Lucas mengalihkan pembicaraan.“Lah? DP rumah aja belum, sudah main pindah