Kayshilla berdiri dengan kedua tangan menungku pada pembatas balkon. Netranya memandangi langit malam yang cerah dengan banyak bulan dan bintang di sana. "Cantik, ya." Kayshilla tertegun saat tiba-tiba Aaraf berdiri di sampingnya. Beberapa saat lalu pria itu mengantarkan piring sisa makan malam ke luar, tetapi kenapa sudah kembali?"Tadi aku taruh depan kamar terus telepon pegawainya. Jadi aku nggak perlu turun biar kamu nggak nunggu kelamaan," jawab Aaraf seolah tahu isi hati istrinya.Sedangkan Kayshilla hanya mengangguk, tanpa Aaraf tahu di hatinya tumbuh banyak bunga bermekaran. Inti tubuhnya menghangat menyadari Aaraf yang begitu peka."Kamu suka?""Suka banget, Mas.""Syukurlah kalau begitu. Aku senang kalau kamu suka.""Kamu menyiapkan ini sendirian, Mas?"Aaraf mengangguk. "Aku merasa bersalah saat menolak tawaran Umik bulan madu. Kalau dipikir-pikir kita memang membutuhkannya agar bisa semakin dekat."Hening! Wanita cantik itu tidak bergeming. Ia hanya diam dengan kepala men
"Bagaimana tadi, Nduk?" tanya Izza — istri Paman Zaki.Ayrani baru saja sampai di rumahnya dan Mahesa langsung pulang setelah mengantar, wanita itu langsung menemui Bibinya yang tengah berkutat di dapur menyiapkan pesanan kue tradisional."Alhamdulillah Ayah dan Ibunya Mas Mahesa baik, Bi. Mereka menerima Ayrani di sana, tadi kamu juga ngobrol banyak hal.""Syukurlah kalau begitu." Izza menghela napas lega, bagaimanapun ia menginginkan keponakannya mendapatkan pasangan hidup yang baik."Tapi Ayrani tetap merasa canggung, Bi. Sungkan saja duduk di tengah-tengah orang kaya, apalagi saat tadi mereka membicarakan tamu undangan. Huh ... mereka undang banyak orang, sedangkan Ayrani hanya sedikit. Agak malu sebenarnya, Bi. Tapi Ayrani juga sadar, Ayrani hanya gadis biasa yang jarang bergaul."Izza mengelus lembut bahu keponakannya tersebut. "Kamu sungkan karena belum terbiasa, Nduk. Perbedaan itu hal wajar, namanya juga kita orang nggak punya disandingkan dengan orang kaya. Tapi semua itu sa
Tiba saatnya Aaraf dan Kayshilla menghadiri acara ulang tahun perusahaan yang ke-empat. Pasangan itu sudah siap dengan setelan senada mereka, juga banyak bingkisan untuk beberapa kolega."Iya, mungkin tiga puluh menit lagi aku sampai." Aaraf berbicara dengan seseorang di seberang telepon.Kayshilla yang masih menata bingkisan tak ayal menoleh, keningnya lantas mengerut saat melihat penampilan Aaraf yang acak-acakan.Kancing baju tidak rapi, dasi dipakai asal, belum lagi rambut tidak disisir. Tanpa membuang waktu, Kayshilla langsung membenahi penampilan suaminya. Aaraf langsung menahan napas lantaran kaget, tetapi ia juga senang. Pasalnya kemarin mereka berdua saling diam dan hari ini Kayshilla memperhatikannya. Meskipun tanpa sepatah katapun, tetapi ia tahu sang istri peduli dengannya.Aaraf mematikan sambungan telepon, kemudian ia menatap Kayshilla yang masih membenarkan dasinya."Makasih, Kay," ucap Aaraf saat Kayshilla sudah selesai."Sama-sama, Mas. Sekarang tinggal sisiran, masa
Ayrani membaca pesan dari Aaraf dengan lelehan air mata yang tiba-tiba mengalir. Ia ingat empat tahun lalu dirinya yang tidak paham apa-apa, tetepi selalu menjadi tempat Aaraf mencurahkan keluh kesahnya tentang perusahaan."Aku ikut bahagia, Gus." Ayrani langsung menghapus pesan tersebut, ia merasa tidak perlu membalas. Ayrani sadar bahwa keputusannya menemani Aaraf dulu adalah keinginannya sendiri, ia tidak menyalahkan kalau dirinya tidak ikut menemani di saat Aaraf sukses. "Keberhasilan perusahaan ini membuat hubungan njenengan sama Abah Yai baik, Gus. Semoga suatu saat nanti, Abah Yai dan Bu Nyai semakin bahagia dengan membaiknya hubungan njenengan dengan Ning Kayshilla," gumamnya dan lantas beranjak tidur.•Keesokan harinya.Dapur ndalem sudah disibukkan dengan persiapan syukuran atas keberhasilan perusahaan Aaraf. Hari ini akan ada makan besar, bahkan beberapa santri sampai dipanggil untuk membantu di ndalem.Hari sudah sore, semua makanan sudah siap. Acara akan dilaksanakan m
Semalam Kayshilla tidur cepat dan bangun saat jam menunjukkan pukul tiga pagi, wanita itu lekas beranjak ke kamar mandi guna mengambil wudhu, baru kemudian ia menunaikan salat tahajud. Seusai salam, ia tersentak saat menoleh dan mendapati suaminya tengah duduk di sofa.Aaraf memandang Kayshilla tanpa berkedip, bahkan bibir itu mengulas senyum manis. Sedangkan Kayshilla langsung mengalihkan wajah dan mulai berdzikir."Padahal aku ingin jamaah tahajud, Kay. Tapi ternyata kamu bangun lebih dulu.""Saya kebangun, Mas. Mas kalau mau salat silakan saja," sahutnya tanpa menoleh.Aaraf lekas beranjak menuju kamar mandi, pria itu terlihat melangkah pelan dari ujung netra Kayshilla. Jujur saja Kayshilla merasakan perih di ulu hati, apalagi saat mengingat tadi Aaraf memuji seseorang di masa lalunya.'Entah sebesar apa perjuangan Ayrani dulu, sampai suamiku tidak bisa menghapus bayang-bayangnya,' batinnya.Tidak seberapa lama kemudian Aaraf sudah keluar dari kamar mandi, saat itu juga Kayshilla b
"Kamu ngomong sama siapa itu, Kay?" Adele bertanya seraya menatap seorang pria yang tadi berbincang dengan Kayshilla."Dosenku di kampus yang dulu, dia tanya-tanya aku kuliah di mana, terus tanya juga alasanku pindah karena apa.""Terus kamu jawab jujur kalau di suruh pindah sama Gus Aaraf?" tanya Adele yang membuat Kayshilla mencebikkan bibir.""Ya nggak lah, Del. Ngapain aku omongin, aku tadi cuma bilang kalau cari kampus yang dekat dari kantornya Gus Aaraf. Jadi biar mudah antar jemputnya."Adele tergelak. "Gus Aaraf itu aneh, ya, Kay. Dia cemburu kamu dekat sama laki-laki lain, tapi dia masih menjalin hubungan dengan perempuan lain.""Aku juga nggak tahu mau nya gimana, Del." Kayshilla mengulum senyum saat mengingat suaminya cemburu ketika ia dekat dengan Devano, tetapi senyum itu langsung padam saat mengingat hubungan suaminya dengan Ayrani.Kayshilla masuk ke dalam mobil Adele dan langsung melesat menuju pesantren. Jalanan lumayan ramai lantaran berbarengan dengan anak pulang sek
Hari-hari terus berlalu, berganti minggu bahkan bulan. Seorang wanita cantik tengah menengadahkan muka ke arah langit, menghitung sudah berapa kali purnama berganti."Aku besok ada perjalanan ke luar kota, Kay," celetuk Aaraf yang baru saja keluar dari kamar mandi."Memangnya kamu nggak capek, Mas? Hampir satu minggu ini kamu lembur terus, lho." Ia sontak berbalik badan."Nggak papa, toh malam ini bisa beristirahat. Aku nanti akan tidur cepat biar besok nggak lemas."Kayshilla mengangguk, menatap pria tampan yang selama tiga bulan ini masih mengacuhkan dirinya. Aroma wangi menguar memenuhi ruangan, tetapi ia hanya bisa menghirup tanpa mendekapnya.Tiga bulan terkahir ini Aaraf sangat sibuk mengurus perusahaannya, hampir setiap hari ia akan lembur. Sementara Kayshilla, wanita itu semakin tenggelam dalam kesepian."Kamu nggak papa 'kan aku tinggal lagi?""Nggak papa, Mas. Sudah biasa."Aaraf langsung menghentikan gerakan tangan yang tengah mengusap ponsel, pria itu menatap Kayshilla yan
Ayrani tengah menatap pantulan dirinya dari kaca, ia tersenyum saat menatap bayangannya yang begitu cantik. Riasan minimalis itu tampak menyatu sempurna dengan wajah manisnya."Nduk," ucap Bibi Izza yang baru saja masuk ke dalam kamar."Iya, Bi?" sahutnya.Wanita paruh baya itu langsung memeluk bahu keponakannya. "Mahesa baru saja tiba bersama keluarganya. Berdoa, ya ... semoga ijab qabulnya lancar.""Iya, Bi.""Sekarang kamu harus tenang, jangan mikir macam-macam, takutnya nanti malah pusing. Besok 'kan masih ada acara di Hotel, Nduk."Wanita itu hanya mangut-mangut, ia hampir lupa kalau acara resepsinya besok diselenggarakan di hotel."Nduk ... jadikan pernikahan ini sebagai ibadah. Kamu harus berbakti kepada Mahesa dan kedua orang tuanya, kamu harus mencurahkan banyak kasih sayang kepada mereka."Ayrani mengangguk pelan, ia merasakan telapak tangan sang Bibi mengusap lembut punggungnya."Setelah ini, kalau ada apa-apa dahulukan kepentingan suamimu dan kedua orang tuanya, Nduk. Pama