Pagi ini Aaraf sudah masuk kantor, semalam Danang mengatakan kalau ada perusahaan baru yang menawarkan kontrak kerja sama, tetapi pria itu belum sempat memeriksa karena masih menunggu Aaraf sebagai penentu keputusan."Sudah kamu cek?""Sudah, Gus. Ternyata ini cabang perusahaan barunya Pak Roy, kepala cabangnya putra tunggalnya sendiri.""Pak Roy?" gumam Aaraf. "Rayhan?" tanyanya yang lantas disahuti anggukan kepala oleh Danang."Rayhan itu temannya istriku di kampus. Hebat juga dia sudah menjadi kepala cabang." Aaraf meletakkan tas kerjanya di sofa, kemudian ia lantas mendudukkan dirinya di sofa panjang tersebut."Namanya juga anak tunggal kaya raya, Gus. Sedari muda sudah diajari bisnis, karena putranya juga 'kan yang akan meneruskan semua usaha Pak Roy nantinya." Danang menyerahkan sebuah map berwarna kuning kepada Aaraf, pria itu lantas berdiri dan mengambil pena khusus yang biasa digunakan Aaraf untuk membubuhkan tanda tangan.Cukup lama Aaraf membaca deretan huruf yang tertera
TING! Bunyi notifikasi ponsel membuat Aaraf menghentikan kegiatannya memeriksa beberapa berkas. Pria itu merogoh ponsel yang ada di saku jas dan memeriksanya, berharap yang masuk adalah sebuah pesan dari istirnya.Namun, senyuman yang sedari tadi tersemat di bibirnya langsung sirna saat mendapati sebuah foto Kayshilla bersama pria yang sangat ia kenali."Rayhan?" gumam Aaraf.Matanya memicing, menelisik keaslian foto yang baru saja masuk ke ponselnya. Tanpa terasa tangannya terkepal dengan rahang mengetat sempurna."Kurang ajar!" pekiknya tertahan.Belum selesai keterkejutannya, Aaraf kembali melihat sebuah pesan dari Danang berisi tangkapan layar dari sebuah media sosial, di sana juga terpampang foto yang sama dengan yang dikirimkan nomor asing tadi ke ponselnya.[Hapus semua foto Kayshilla yang beredar, Nang. Segera cek akun siapa yang pertama kali menyebarkannya, lalu tangkap orang itu secepatnya.] tulisnya dan langsung ia kirimkan ke nomor Danang.Aaraf memutuskan pulang, ia meras
Kayshilla keluar kamar mencari keberadaan Aaraf, tetapi ternyata pria itu baru saja pergi menggunakan mobilnya. Wanita itu langsung lemas saat mendapati suaminya pergi dalam keadaan marah."Nduk?" Suara lembut Umik sontak membuat Kayshilla menoleh."Ada apa?" Umik kembali bertanya saat mendapati raut menantunya tidak bersahabat."Mas Aaraf pergi lagi, Mik. Padahal belum makan siang," sahutnya membuat alasan.Wanita paruh baya itu mengulum senyum. "Ya sudah tidak apa-apa, mungkin nanti Aaraf akan makan di luar. Kamu sebaiknya makan dulu sana, Nduk."Kayshilla mengangguk pasrah dan lantas melangkah menuju ruang makan, tetapi langkahnya tiba-tiba terhenti saat suara Umik kembali memanggil. Ia kembali berbalik badan dan mendapati Umik-nya tengah mengulas senyuman manis."Sabar, ya. Namanya hidup itu selalu berdampingan dengan masalah, justru itu yang membuat kita akan naik tingkat. Kalau kamu mau cerita, bisa cerita sama Umik.""Umik tahu tentang foto itu?" tanyanya dengan suara lirih, ju
Aaraf tidak langsung pulang, ia mampir ke apartemen Danang terlebih dahulu. Matahari semakin condong ke barat dan adzan Maghrib baru saja berkumandang, tetapi pria itu masih enggan beranjak dari apartemen sahabatnya itu."Gus, aku mau ke masjid depan dulu. Mau ikut?""Tidak usah, aku salat di sini saja.""Baiklah kalau begitu, aku keluar dulu.""Yeah."Aaraf menatap punggung sahabatnya sampai menghilang dari balik pintu, selanjutnya ia meraih ponsel dan melihat banyak panggilan tak terjawab dari Kayshilla. Pesan terus masuk ke ponselnya, tetapi ia sama sekali tidak berminat untuk membalas.Aaraf membawa tangannya meraup wajah, ia sebenarnya tidak tega mendiamkan Kayshilla seperti ini. Namun, ia lebih takut kalau pulang saat hatinya masih panas. Pria itu khawatir akan melontarkan ucapan yang akan menyakiti perasaan istrinya.Menit berlalu...Danang sudah kembali dari masjid dengan membawa dua bungkus makanan, ia berniat mengajak Aaraf makan bersama. Baru setelahnya kedua pria itu kemb
Malam ini Aaraf mengajak Kayshilla untuk pergi ke rumah sakit melihat keadaan Rayhan. Sampai di sana ketuanya langsung disambut oleh Pak Roy."Silakan masuk, Pak Aaraf," ucap pria paruh baya itu mempersilakan Aaraf masuk ke dalam ICU."Terima kasih banyak, Pak," sahutnya yang hanya ditanggapi anggukan singkat oleh Pak Roy.Di dalam ruang ICU itu Aaraf dan Kayshilla melihat Rayhan terbujur tak berdaya di ranjang pesakitan. Ada perasaan iba yang tiba-tiba menjalar di dada, tetapi saat mengingat kembali perkataan Rayhan kemarin, Aaraf langsung membuang muka dan melupakan perasaan iba nya barusan."Wajahnya masih babak belur, Mas. Kamu memukulnya sangat parah?""Tidak juga, dia saja yang terlalu lemah."Wanita itu reflek memukul pelan lengan suaminya. "Kamu ini jangan ngomong sembarangan, Mas. Nggak enak nanti kalau Pak Roy dengar."Namun, Aaraf hanya mengedikkan bahu tanpa menyahut sepatah kata pun. Beberapa menit berselang, Aaraf mengajak istrinya keluar dari ruangan ini. Pria itu menga
Setelah menunggu selama hampir dua jam, Dokter keluar dengan para perawat mengekor di belakangnya. Raut wajah lelah dan tegang masih sangat kentara, sehingga tak ayal membuat Kayshilla cemas."Bagaimana keadaan anak saya, Dok?" tanya Abah."Operasi pemasangan pen berjalan lancar, Pak. Kami juga memberikan jahitan di beberapa bagian tubuh pasien. Saat ini pasien masih ada di bawah pengaruh obat bius, tetapi mungkin sebentar lagi akan sadar. Nanti kalau sudah sadar tolong Anda panggil kami, karena kami akan menyuntikkan obat pereda nyeri agar efek pasca operasi tidak terlalu terasa menyakitkan," jelas Dokter panjang lebar.Abah Ibrahim lantas mengangguk. "Baik, Dok," sahutnya."Oh, iya, Pak. Dikarenakan satu ginjal pasien mengalami kerusakan, maka kami akan melakukan transplantasi. Sayangnya persediaan di rumah sakit kami sedang kosong, nanti coba kami hubungkan ke rumah sakit lain. Atau kalau Bapak bisa, tolong carikan donor ginjal yang cocok untuk pasien," ucap Dokter paruh baya itu.
Tiga puluh menit berlalu, akhirnya pintu ruangan itu terbuka. Dokter keluar dari sana dan Kayshilla langsung mendekat."Bagaimana kondisi suami saya, Dok?" tanyanya."Syukurlah, Bu. Pasien menunjukkan respon baik setelah kami menambah beberapa alat bantu di tubuhnya. Kebetulan beberapa menit lalu pasien juga baru saja sadar, sehingga Ibu bisa menemuinya sekarang."Kayshilla mendesah lega, akhirnya doa panjang yang ia panjatkan tadi tidak sia-sia. Setelah mengucapkan terima kasih, wanita itu langsung berjalan masuk dengan senyuman lebar, kakinya melangkah semakin mendekat ke arah ranjang dan berhenti di sisi ranjang suaminya.Kelopak mata itu sudah terbuka, samar-samar Kayshilla melihat bibir pucat suaminya mengulas senyum tipis. Tatapan mata yang biasanya berbinar, kini menjadi sendu lantaran menahan sakit pasca operasi, Kayshilla tahu itu dan ia tetap jatuh cinta dengan tatapan suaminya."Mas? Aku senang kamu sudah membuka mata," ucap Kayshilla.Aaraf mengangguk pelan, sesekali matan
Keesokan paginya Kayshilla pergi ke kantor polisi ditemani Adele, wanita itu menyempatkan diri datang ke Kediri meskipun sebentar lagi ia akan menikah. Pasalnya ia tidak tega dengan sahabatnya, beruntung suaminya tidak mengekang dan bahkan mau menemaninya."Kamu nanti harus kuat, Kay. Jangan pernah menunjukkan kalau kamu lemah," ucap Adele saat ia baru saja menghentikan mobil di parkiran kantor polisi."Iya.""Ingat! Kamu harus memperjuangkan keadilan untuk suamimu, dia sedang kesakitan saat ini dan kamu harus membuat pelakunya merasakan pembalasan yang lebih menyakitkan.""Pembalasan? Maksudnya?" Adele langsung menghentikan langkah, wanita itu mendengus pelan melihat Kayshilla yang sangat polos."Buat pelakunya kena pasal berlapis, pokoknya kamu tambah-tambahin saja biar dia mendapatkan hukuman berat."Kayshilla hanya membulatkan mulutnya dengan ber-oh ria. Ia mengacungkan ibu jari kepada Adele dan lantas meneruskan langkah memasuki kantor polisi. Sampai di dalam ia langsung disambu