Share

Pernikahan

"Mama, ada apa?" tanya Shireen heran.

Sarah menatapnya dengan tajam sembari tersenyum sinis melihatnya.

"Wah, enaknya!! Jam segini baru pulang kamu, dari mana saja,hah!!" cetus Sarah sembari menatap tajam Shireen.

Shireen menghembuskan nafasnya lelah, ia mencoba untuk bersabar menghadapi makhluk yang berada dihadapannya ini.

"Tuhan berikanlah aku kesabaran dalam menghadapinya," doa Shireen di dalam hatinya.

"Hey!! Kenapa malah diam, kamu tidak punya telinga ya!" seru Sarah menudingnya.

"Shireen di luar kerja, Ma!! wajar saja kalau jam segini baru pulang, karena di kampus lembur dan juga ditambah jalanan yang sangat macet, membuat perjalananku semakin lama," ujar Shireen menjelaskan.

Sarah terkekh pelan.

"Alah!! Tidak usah banyak alasan. Bilang saja kamu habis berkencan dengan laki-laki hidung belang kan diluar sana!!" Celetuk Sarah merendahkan Shireen.

Shireen terhenyak mendengar perkataan dari ibu tirinya itu. Karena dirinya merasa tubuhnya dan pikirannya sangat lelah membuatnya menjadi badmood dan akhirnya emosinya sedikit terpancing dengan perkataan Ibu tirinya.

"Jangan Sembarangan kalau ngomong, Ma!! Aku bukan wanita seperti itu!" seru Shireen tajam.

"Kenapa?? Memang benar bukan, apa yang saya katakan!!" seru Sarah tidak mau kalah.

Shireen kembali menghela nafasnya dengan kasar.

"Shireen memang benar-benar bekerja, Ma. Dan sekarang tubuh Shireen lelah, tolong jangan buat Shireen terpancing dan menjaid marah," ujar Shireen menjelaskan, ia masih tetap menahan kesabarannya.

"Tubuh kamu lelah? Habis ngapain kamu diluar sana?? Habis melayani laki-laki ya," seru Sarah sembari tertawa meledeknya.

Kesabaran Shireen telah habis, akhirnya ia melampiaskan emosinya yang memuncak.

Plak.....

Tangan Shireen menampar wajah Ibu tirinya dengan kuat, membuatnya melotot karena terkejut. Pipi Sarah memerah akibat bekas tamparannya yang keras.

"Aw!!" teriak Sarah kesakitan, ia menatap wajah Shireen dengan tajam. "Berani-beraninya kamu menamparku!!"teriak Sarah marah.

"Kenapa? Kamu tidak suka? Sudah cukup ya selama ini aku bersikap sabar menghadapi tingkahmu, hari ini kamu sudah sangat kelewatan!!" Bentak Shireen dengan emosi.

Sarah terlonjak kaget mendengar bentakan Shireen.

"Ka.. kamu!! Sudah sangat berani melawanku, lihat saja, aku akan melaporkan semuanya kepada Mas Gandhi!!" ujar Sarah mengancam.

"Silahkan saja!! Aku tidak takut!!" seru Shireen tidak peduli, ia berlalu meninggalkan Sarah yang geram melihatnya.

Shireen membuka pintu kamarnya dan segera masuk ke dalam kamarnya, ia membanting pintunya dengan sangat keras, membuat Sarah terlonjak kaget.

"Dasar anak kurang ajar!! Berani-beraninya dia memperlakukan aku seperti ini!!" teriaknya marah.

Sarah berjalan dengan menghentakkan kakinya karena kesal, ia berjalan menuju kamarnya dan ikut membanting pintu kamarnya dengan tidak kalah keras.

Shireen menutup kedua telinganya menggunakan bantal, ia tidak ingin mendengar cacian dari Ibu tirinya lagi.

"Huuff, hari yang sangat melelahkan," gumam Shireen lelah.

Ia merebahkan dirinya di atas kasurnya dan lebih memilih terlelap dan tidak membersihkan dirinya terlebih dahulu, ia sudah tidak perduli dengan tubuhnya yang lengket, ia hanya ingin melupakan kejadian tadi dengan tertidur pulas mengistirahatkan tubuhnya.

Keesokan harinya, Shireen terbangun dengan tubuhnya yang terasa kaku. Ia merenggangkan otot-ototnya hingga membuatnya terasa sedikit berkurang rasa pegalnya.

"Ahh, sudah pagi saja!!" seru Shireen mengeluh sembari mengusap kedua matanya.

Ia beranjak menuju kamar mandinya dan segera membersihkan tubuhnya yang sudah sangat lengket.

Setelah bersih dan wangi, Shireen langsung memakai pakaian kerjanya yang sudah tersusun rapi di dalam lemarinya, dan langsung memakainya.

Setelah memakai baju kerjanya, Shireen sedikit berdandan, ia memoles bedak ke wajahnya yang polos dan memakai pelembab bibir agar wajahnya tidak terlihat pucat.

Setelah semua sudah sempurna, akhirnya Shireen beranjak keluar dari kamarnya menuruni anak tanggan dan menuju meja makan.

Ternyata disana sudah ada sang Ayah dan Ibu tirinya yang menunggunya dengan tidak sabar.

"Ayah!!" teriak Shireen senang, ia berlari mendekati Ayahnya dan memeluknya dengan sangat erat melepas kerinduannya.

Sang ayah membalas pelukannya, tetapi tidak lama kemudian ia melepasnya.

"Shireen duduk dulu sebentar, ada yang ingin Ayah bicarakan," ujar sang Ayah memberikan perintah kepada putrinya.

Shireen yang keneranan akhirnya memilih menuruti perintah sang Ayah.

Shireen duduk di kursi sebelah Ayahnya.

"Ayah mau bicara apa?" tanya Shireen penasaran, ia heran melihat wajah Ayahnya yang tampak sangat serius.

Sang ayah menarik nafasnya dan menghembuskannya kembali.

"Shireen!! Perusahaan Ayah kolaps!" seru Gandhi pelan.

Shireen melototkan kedua matanya karena terkejut mendengar pernyataan Ayahnya.

"Ayah bercanda ya?" tanya Shireen tidak percaya.

Gandhi menghembuskan nafasnya yang berat menenangkan gemuruh yang ada di dadanya.

"Ayah serius, Nak. Perusahaan kita akan mengalami kebangkrutan," seru Gandhi memperjelas perkataannya.

"Tapi... Kenapa bisa, Yah? bukannya Ayah sangat teliti menangani masalah perusahaan," ujar Shireen, ia sangat heran mengapa bisa perusahaan yang di bangun dengan susah payah oleh sang Ayah bisa kolaps begitu saja.

"Staff Papa ada yang berkhianat, Nak. ia menguras semua keuangan perusahaan, sehingga perusahaan kita mengalami kerugian yang sangat besar," ujar Gandhi menjelaskan secara detil.

Shireen terduduk lemas mendengarnya.

"Lalu sekarang kita harus bagaimana, Yah?" tanya Shireen bingung.

"Ayah sudah meminta bantuan kepada salah satu relasi Ayah. Ia akan membantu kita, tetapi dengan satu syarat," jelas Gandhi terpotong. Sekali lagi ia menghembuskan nafasnya dengan berat.

"Syaratnya apa, Yah?" tanya Shireen penasaran.

"Relasi Ayah mau membantu kita dengan menyuntikkan saham ke perusahaan Ayah, asalkan kamu mau menikah dengannya," ucap Gandhi akhirnya.

Bagai tersambar petir, Shireen mendengar pernyataan Ayahnya dengan sangat terkejut tidak percaya.

"Ap... Apa maksud Ayah? Jelaskan kepadaku Ayah, jangan buat aku bingung," tanya Shireen terbata-bata.

"Nak, Maukah kamu membantu Ayahmu ini? Ayah tidak pernah meminta apapun darimu selama ini, tapi kali ini, Ayah memohon kepadamu untuk membantu Ayah sekali ini saja. Demi Ayah dan juga adikmu Randi. Pikirkan masa depannya, bagaimana jadinya kalau kita menjadi gelandangan?" seru Gandhi membawa-bawa nama anak lelakinya, agar putrinya itu luluh.

Shireen terdiam, ia tidak bisa menjawab apa-apa.

"Sudahlah Shireen, terima saja tawaran Ayahmu, buktikan baktimu kepadanya bahwa kamu memang benar-benar menyayanginya!" seru Sarah yang ikut menimpali suaminya.

Shireen tetap diam saja tidak bergeming sedikit pun.

Tiba-tiba ia beranjak berdiri, berbalik dan meninggalkan meja makan tanpa suara dan pamit kepada sang Ayah.

Shireen merasa sangat kecewa terhadap Ayahnya. Bisa-bisanya seorang Ayah hendak menjual putrinya kepada relasinya hanya demi harta?

Shireen melenggang masuk ke dalam mobilnya, ia melajukannya dengan sangat kencang membelah jalanan Ibu Kota yang sangat padat.

Berkali-kali, Shireen memukul stir mobilnya dengan keras, ia melampiaskan rasa kecewanya dengan menyakiti dirinya sendiri.

"Arghhhh!!!" teriak Shireen melampiaskan kemarahannya.

"Ayah!! Mengapa kamu sangat jahat kepadaku!!!" teriak Shireen putus asa. Akhirnya air mata yang ia bendung tertumpah juga, membasahi kedua pipinya yang mulus.

Shireen menangis melampiaskan sesaknya dan emosinya yang memuncak.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status