Share

Keluarga Utama

Karena hari keberangkatan Narendra ke Amerika semakin dekat, keluarga besar Utama pun berdatangan ke Jakarta. Mulai dari kedua orang tua Narendra, adik, tante dan kedua keponakan kembar Narendra. Mereka semua datang bersama setelah menyewa satu gerbong kereta eksekutif dari Solo ke Jakarta. Sebagai menantu yang baik, Adelia berusaha menjamu keluarga suaminya sebaik mungkin meski hubungannya dengan Narendra tidak baik.

"Ambilkan susu untuk Daisy dan Jasmine di tas yang ada di lantai dua, Adel."

"Coba ini meja makan dirapikan terlebih dahulu, kau ini istri tapi tidak bisa merawat rumah. Tidak berguna sekali!"

"Sungguh malu Rendra punya istri sepertimu, Adel. Tidak bisa apa-apa."

"Adel, mana susu Jasmine?"

"Adel tempat sampah dimana?"

"Adel mana teh hangat miliku?"

"Adel..Adel..Adel.."

Teriakan demi teriakan tidak berhenti saling bersahutan terdengar di rumah Narendra yang tiba-tiba ramai, semua tamu itu memperlakukan Adelia seperti pembantu disaat tuan Wijaya Utama ayah Narendra tidak ada. Tidak terkecuali Nyonya Cintya Wijaya, ibu Narendra. Wanita anggun itu juga sangat membenci Adelia. Dalam hidup Cintya Wijaya nama besar dan kedudukan adalah hal yang paling penting, karena itu ketika suaminya meminta Adelia menikah dengan Narendra untuk menggantikan Aralia kakaknya yang meninggal karena kecelakaan demi balas budi pada keluarga Adelia sontak Cintya Wijaya menolak keras.

Namun karena kekuasaan keluarga Wijaya dipegang sepenuhnya oleh suaminya, Wijaya Utama alhasil Cintya tidak bisa berbuat apa-apa selain membiarkan putra kebanggannya menikahi seorang pegawai kantoran rendahan seperti Adelia yang tidak masuk dalam kriteria Cintya Wijaya.

Melihat Adel yang acak-acakkan membuat Cintya Wijaya menutup hidungnya, setelah seharian menjadi pesuruh lima orang tanpa henti membuat tubuh Adelia dibanjiri keringat yang membuatnya terlihat lepek dan berantakan.

"Pantas saja putraku tidak betah dirumah, penampilanmu tidak ubahnya seperti tukang sampah, Adelia," ucap Cintya Wijaya dengan tetap menutup hidungnya dengan tangan.

"Suamiku benar-benar buta, memilihmu menjadi istri Rendra."

Adelia menggigit bibir bagian dalamnya kuat-kuat mendengar hinaan ibu mertuanya. "Maafkan saya kalau mengecewakan anda, Mom..."

"Stop! Jangan gunakan mulut kotormu itu memanggilku dengan sebutan Mommy, aku tidak sudi kau memanggilku dengan panggilan itu. Dan asal kau tahu, kakakmu si Aralia itu juga aku larang memanggilku dengan panggilan Mommy. Jadi jangan berani-berani kau memanggilku dengan panggilan itu." Cintya Wijaya langsung memotong perkataan Adelia dengan suara meninggi.

Bibir Adelia terbuka lebar saat mendengar perkataan ibu mertuanya, Adelia sangat terkejut dengan kalimat yang baru didengarnya beberapa detik yang lalu. Pasalnya selama Aralia hidup, dia selalu memuji keluarga suaminya yang sangat baik padanya. Termasuk ibu mertuanya yang kini menjadi ibu mertua Adelia.

“Keluarga kami adalah keluarga terpandang, kalau bukan karena perjanjian bodoh yang dibuat suamiku dengan ayah kalian sumpah demi Tuhan, aku tidak akan mengizinkan putra tunggalku menjadi suami dari kakak beradik bodoh seperti kau dan Aralia itu,” imbuh Cintya Wijaya kembali dengan congkaknya.

Detak jantung Adelia berpacu dengan sangat cepat mendengar perkataan ibu mertuanya, selama dua minggu menjadi istri Narendra akhirnya Adelia mendapatkan kenyataan baru yang sangat menyakitkan seperti ini. Ternyata selama satu tahun menikah dengan Narendra kakak semata wayangnya itu menutupi kenyataan sepahit ini, oh Aralia yang malang.

Saat Cintya Wijaya ingin kembali memberikan kalimat menyakitkan untuk Adelia tiba-tiba dari arah pintu depan Wijaya Utama sang suami dan putra kebanggannya Narendra masuk, dengan kasar Cintya Wijaya menabrak tubuh Adelia dan berjalan menyambut kedua arjuna kesayangannya itu dengan tangan terbuka.

“Lho, kalian belum tidur? Aku kira kalian sudah tidur,” tanya Wijaya Utama dengan suaranya yang lembut dan bijaksana seperti biasa saat istrinya mendekat padanya.

“Mana mungkin aku bisa tidur disaat suami dan putra kesayanganku masih mengobrol di luar, yang baru akan tidur justru Adel. Adel baru saja berpamitan padaku, sepertinya melihat kita sekeluarga datang dia sedikit keberatan.” Cintya Wijaya menjawab pertanyaan suaminya sekaligus menjelekkan Adel di hadapan suami dan putranya.

Tatapan Wijaya Utama pun langsung tertuju pada Adelia yang saat ini sedang menundukkan kepalanya dengan kedua tangan yang saling beradu, menunjukkan kegugupan yang sedang menderanya. Dengan penuh kehangatan, Wijaya Utama mendekati Adelia dan meraba pucuk kepala Adelia dengan penuh kasih.

“Kau pasti lelah seharian melayani kami semua, nak. Tidurlah kalau kau ingin tidur, Daddy tidak lagi membutuhkan bantuanmu begitu juga dengan Mommy dan keluarga yang lain,” ucap Wijaya Utama lembut, lelaki paruh baya itu berbicara sangat hati-hati pada Adelia seolah takut melukai hati menantu barunya itu.

Adelia mengangkat wajahnya menatap satu-satunya keluarga Utama yang hanya baik kepada dirinya itu dengan mata berkabut. “Bolehkan aku tidur, Tuan?”

Kedua mata Wijaya Utama membeliak lebar. “Tuan? Aku ayah mertuamu, Adel. Seharusnya kau memanggilku dengan panggilan Daddy, sama seperti yang dilakukan Rendra.” Suara Wijaya Utama meninggi memenuhi seluruh ruangan di lantai satu.

Seketika tubuh Adelia bergetar, rasanya saat ini ada tangan-tangan tak kasat mata yang berusaha menariknya turun ke lantai untuk berlutut dan meminta maaf pada Wijaya Utama yang terlihat marah saat ini. Akan tetapi Adelia masih cukup waras untuk tidak melakukan hal sebodoh itu yang tentunya akan membuat Wijaya Utama akan semakin marah.

“M-maaf, Daddy... a-aku hanya terlalu gugup untuk...”

“It’s ok Adel, Daddy tahu. Tapi cukup sekali ini saja kau melakukan kesalahan itu, ya. Sekarang kau naik ke kamar, mandi dan segarkan tubuhmu. Setelah itu tidur dengan nyaman, nanti Rendra menyusul.” Seperti seorang ayah kandung, Wijaya Utama memotong perkataan Adelia dengan bahasa yang lembut. Sungguh sangat bertolak belakang dengan yang dilakukan Cintya saat berbicara dengan Adelia beberapa saat yang lalu.

Rasa gugup Adelia semakin bertambah saat mendapatkan kebaikan ayah mertuanya, sungguh saat ini Adelia ingin sekali langsung memeluk lelaki itu dengan erat dan mengatakan terima kasih. Namun karena sadar ada dua pasang mata yang menatapnya bak kotoran yang menjijikan saat ini, Adelia membatalkan niatnya dan menguburnya dalam-dalam. Masuk kedalam keluarga Utama ternyata adalah pilihan yang salah untuk Adelia.

“Naiklah ke atas dan beristirahatlah, Adel,” ucap Wijaya Utama kembali mengulangi perkataannya.

“K-kalau begitu Adel pamit untuk tidur terlebih dahulu, permisi Daddy, Mommy,” pamit Adelia terbata.

Wijaya Utama menganggukkan kepala mendengar perkataan Adelia, dengan senyum mengembang lelaki itu mengulurkan tangan mempersilahkan Adelia untuk naik ke lantai dua. Saat melewati ayah mertuanya secara tidak sengaja Adelia melihat tatapan membunuh dari Narendra yang terarah kepadanya, namun karena saat ini seluruh tubuhnya terasa sangat pegal karena belum beristirahat sejak pagi akhirnya Adelia mengacuhkan Narendra dan memilih untuk tetap naik ke lantai dua.

“Dasar perempuan tidak tahu sopan santun.” Narendra mengutuk Adelia dalam hati penuh kebencian.

Bersambung

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status