Share

07.

"Laporkan kondisinya!" Edward tiduran di sofa menatap layar televisi bersama belasan botol bir yang berserakan di sana-sini.

Seorang pria yang berdiri tak jauh dari Edward membuka masker hitam miliknya dan berkata, "Kondisi Nona baik-baik saja. Nona sudah melihat berita dan responnya pun masih terkendali. Nona menangis semalaman. Saat dini hari Nona keluar dari hotel mencari makan di restoran X."

'Hm, ini di luar ekspektasi. Menarik juga.' Edward menoleh menatap pria itu dan berkata, "Lalu?"

"Jadi, entah apa saya boleh berkata begini. Nona sempat menatap lama kafe tempat biasa Nona dan mantan suaminya sebelum menuju ke restoran." Pria itu menggaruk tengkuknya yang terasa dingin. Melihat respon Edward kurang baik, ia mulai merasa menyesali ucapannya. 'Ha~, kumohon. Gajiku yang malang.'

"Baiklah, kau boleh pergi." Edward meletakkan botol bir dengan kasar. "Oh, siapa namamu?"

"Saya Rooney, Tuan."

"Ya." Edward menatap Rooney, ketus. "Cari pria yang bernama Adam Herson. Lalu, panggil Ditrian setelah kau pergi."

"Herson? Bukankah anda sudah membereskan keluarga itu?" Rooney agak kebingungan. "Adam Herson itu, putra sulung yang sedang bertugas sebagai tentara bayaran itu kan, Tuan?"

"Ya, aku ingin kau menemukan keparat itu lalu awasi dari jauh. Laporkan apapun yang dia lakukan. Paham?!" Edward mengusir Rooney begitu pria itu mengangguk.

'What The Fuck! Sial! Kenapa wanita itu masih saja kepikiran bajingan itu. Apa dia belum puas dengan permainan kita. Ah, atau jangan-jangan selama kita bermain~ dia hanya mengingat keparat itu. Sialll!!!' Edward mengutuk dalam hati.

Edward menyeringai tajam. Ia membanting botol bir hingga membuat pecahan kacanya terberai-berai ke mana-mana. Ruangan jadi sangat berantakan akibat luapan kekesalannya.

"Benar. Ini semua karna wanita iblis itu. Christine Snowden. Wanita yang sudah merusak hidupku karna kelicikannya." Edward mengeram pelan. Ia mengepalkan tangan kuat-kuat hingga buku-buku jarinya memutih. "Ah ... sepertinya aku ada ide ...."

***

Tiga hari kemudian ...

Crystal kembali dari minimarket 24 jam pada pukul empat subuh. Ia sengaja begitu, agar tidak ada seorang pun yang mengenalinya. Pergi ke luar di waktu jam kerja bukanlah pilihan yang bijak mengingat situasi rumit dirinya sekarang.

Meski, dirinya harus berurusan dengan para preman dan pria-pria nakal di jalan, tetapi semuanya teratasi dengan baik berkat ketrampilan dasar bela dirinya. Tampil dengan topeng gadis biasa saja, Crystal mau tak mau harus belajar pertahanan diri karna tidak banyak orang yang bisa melindunginya.

Selain itu, Crystal juga wanita yang sangat tertutup dengan orang lain.

"Setelah ini, tempat mana lagi yang harus ku tuju. Bertahan di LA untuk waktu yang lama bukan pilihan yang baik. Pria itu pasti sedang mencariku ke mana-mana." Crystal bergumam sendiri di depan meja rias menatap pantulan dirinya. "Haruskah aku terbang ke Korea dan mengoperasi tubuhku agar pria itu tidak mengenaliku?"

Crystal melirik saldo rekeningnya. Masih amat sangat cukup bila digunakan bertahan hidup untuk satu orang. Namun, sebanyak apapun uang yang ia punya saat ini, tidak bisa dibandingkan dengan milik Edward yang uangnya bisa melakukan apa saja sesuai perintah pemiliknya.

"Haruskah aku mencari Christine dan meminta pertanggungjawaban anak itu?" Crystal menatap tajam ke depan. "Semua kesialan ini berasal darinya setelah apa yang ia lakukan di masa lalu. Gara-gara dia—"

Ting tong ...

Crystal menoleh ke arah pintu. Sesaat, seluruh tubuhnya meremang membayangkan siapa tamu yang datang sepagi ini.

'Siapa, ya.'

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status