Share

6. AJAKAN KE TEMPAT SEPI

Di sepanjang perjalanan, keadaan di dalam mobil tampak hening.

Sitta bahkan tak sama sekali berani menoleh ke kiri, tempat di mana lelaki yang dia pikir bernama Kahfi itu duduk.

Sementara Kahfi yang asli, terlihat santai menyetir, melajukan kendaraan mewahnya di tengah jalanan ibukota yang ramai lancar.

Sesekali, tatapan Kahfi mencuri pandang ke arah Sitta melalui kaca spion di atas kepalanya. Wajah Sitta yang terlihat badmood membuat Kahfi harus bersusah payah menahan tawa.

Rasain lo!

Makanya kalau punya mulut itu dijaga!

Berani-beraninya ngatain gue kampret, gue kerjain tau rasa lo, hahaha...

Ucap Kahfi membatin sambil senyum-senyum sendiri.

"By the way, Mba Sitta ini sudah kerja apa masih kuliah?" tanya Kahfi dari depan. Dari pada dia sakit perut karena harus terus menerus menahan tawa menyaksikan tingkah kikuk kedua sejoli di belakangnya, alhasil, Kahfi pun memutuskan untuk mencairkan suasana melalui obrolan santai.

"Mba-mba, emang muka gue keliatan tua banget apa dipanggil Mba? Lagian gue juga baru lulus SMA tau!" Jawab Sitta seperti biasa. Nada bicaranya ketus dengan wajahnya yang terlihat jutek.

"Oh, jadi kamu masih SMA?" pekik Kahfi kaget.

Anjrit, jadi gue lagi berurusan sama anak ingusan dong?

Tapi, kenapa mukanya boros banget ya? Gue kira umurnya nggak jauh dari umur gue.

Lagi, Kahfi hanya bisa bermonolog dalam hati.

"Maafin supir aku ya, Sitta. Dia emang nyebelin orangnya. Suka kepo sama kehidupan orang lain," timpal Epen di sisi Sitta. "Di mata aku, kamu itu cantik kok. Cantik banget malah."

Epen kembali tersenyum pada Sitta, membuat Sitta jadi bergidik, ngilu.

Gigi Epen yang runcing dan maju ke depan itu terlihat seperti senjata mematikan yang dimiliki hewan buas untuk menerkam mangsanya. Sitta jelas tak akan membiarkan lelaki viktor ini mendekatinya, apalagi menerkamnya. Itulah sebabnya, Sitta memutuskan menutup auratnya agar lelaki ini tahu bahwa Sitta adalah perempuan baik-baik.

Gue nggak habis pikir, gimana nasib cewek-cewek yang udah disewa Kahfi buat tidur?

Apa aman tuh bibir mereka?

Sitta jadi berpikir aneh-aneh, saking gelinya dia melihat Kahfi, alias Epen.

"Btw, kita ini mau kemana sih?" tanya Sitta kemudian saat dirinya melihat konvoi anak SMA yang sedang merayakan kelulusan di jalanan ibukota. Seragam mereka tampak penuh dengan coretan dan tanda tangan teman-teman mereka. Memadati jalan sambil berteriak dan bernyanyi. Keseruan yang jelas tak akan terlupakan seumur hidup.

Seandainya saja, Sitta tidak sepengecut ini menghadapi Arka, bisa jadi, dia pun kini sedang konvoi bersama genk motornya untuk merayakan kelulusan. Bukannya malah terjebak di dalam mobil ini bersama lelaki bernama Kahfi yang memiliki wajah aneh bin ajaib itu.

"Kita mau kemana, Pen?" tanya Kahfi dari jok belakang.

"Kan tadi Bos bilang mau ke Mall, cuci mata," jawab Kahfi di depan sambil mengerlingkan mata genitnya.

"Ke Mall? Ah nggak mau! Gue nggak mau ke tempat ramai. Cari tempat sepi aja pokoknya," sambung Sitta cepat yang jelas tak ingin mempermalukan dirinya sendiri di depan banyak orang jika harus jalan berdampingan dengan Kahfi di dalam Mall nanti. Belum lagi, jika seumpama dia sampai bertemu teman-teman sekolahnya. Mau ditaruh di mana muka Sitta nanti?

"Duh, Neng Sitta, baru juga ketemu ngajaknya udah langsung ke tempat sepi aja," jawab Kahfi KW dengan wajah malu-malu.

Sementara Kahfi yang asli di depan, susah payah menahan tawa hingga perutnya sakit, mendengar ucapan konyol Epen tadi.

"Apa, kita mau ke hotel aja langsung, Bos? Kayaknya, Sitta ngasih kode keras, Bos," Ucap Kahfi asli dari arah depan.

"Brengsek! Kurang ajar!" Maki Sitta kesal. "Lo pikir gue cewek apaan, hah? Dasar supir nggak tau diri!"

"Galak amat sih Neng. Atuh jangan galak-galak jadi perempuan. Nanti lelaki pada takut--"

"Biarin! Supir lo itu mulutnya perlu di sekolahin lagi tau nggak!" Sitta masih mengomel dengan suara keras, memotong kalimat Epen di sisinya.

"Udah Pen, lo diem aja deh. Nggak usah ikutan ngomong," omel Epen pada Kahfi.

"Oce Bos," jawab Kahfi dengan nada puas karena berhasil membuat Sitta marah.

Kahfi sendiri benar-benar tak habis pikir melihat penampilan dan sikap Sitta yang sangat bertolak belakang itu.

Sebab, jika dilihat dari penampilannya saja, Sitta terlihat sangat anggun dan manis. Wajahnya terkesan kalem dan lugu. Tanpa pernah disangka, jika gadis itu sudah berbicara, telinga dijamin sakit, karena ucapannya yang pedas, sukses menusuk ulu hati.

"Jadi, kita mau kemana ini, Bos?" Tanya Kahfi kemudian.

"Terserah lo aja, deh. Gue mah ngikut aja," jawab Epen di belakang. Epen tahu diri, bahwa dia hanya orang yang ditunjuk Kahfi untuk membantu mengatasi masalah lelaki itu dengan wanita bernama Sitta yang kini duduk di sisinya. Untuk itu, Epen pun pasrah saja saat Kahfi membawa mereka menuju sebuah taman di pusat kota.

Taman yang suasananya memang cukup sepi di siang bolong begini.

"Ah gila, panas-panas begini ke tempat terbuka lagi? Item deh kulit gue!" Keluh Sitta saat mobil Kahfi sudah terparkir di pelataran parkir taman.

Mengesah berat, Kahfi yang baru saja melepas sabuk pengaman tampak sedikit menggeram kesal. Sitta ini sepertinya tidak ada bersyukurnya jadi manusia, sedikit-sedikit mengeluh ini-itu, bawel sekali. Menyebalkan!

"Tadi kan Non sendiri yang bilang, nggak mau ke Mall, tapi ke tempat yang sepi aja. Taman ini lumayan sepi. Tapi masih salah juga, jadi maunya Non ini kemana sebenernya?" Protes Kahfi yang masih mencoba menahan emosi.

"Yaudah deh, kita ke sini aja, habis mau gimana lagi," oceh Sitta masih dengan nada mengomelnya. Gadis berhijab panjang itu pun keluar dari mobil setelah Kahfi membukakan pintu untuknya.

"Awas jatuh lagi, saya nggak mau nangkep lagi loh."

Jahilnya Kahfi, masih saja sempat-sempatnya dia menggoda Sitta yang terlihat kewalahan bergerak saat turun dari mobil. Dan semua itu diakibatkan oleh gamis panjang milik sang Ibunda yang dia kenakan.

Sitta melirik ke arah Kahfi dengan lirikan mautnya, sebelum akhirnya dia berjalan di depan Kahfi bersama Epen tentunya.

Saat itu, Sitta dan Epen sempat terlibat obrolan kecil yang sangat membosankan bagi Sitta, sementara Kahfi tampak berjalan mengikuti majikan palsunya dari arah belakang.

Ibaratnya obat nyamuk, Kahfi terus mengamati dengan seksama gerak-gerik Sitta dan Epen.

"Duh, gue haus nih, beliin minum dong," perintah Sitta seenaknya.

Epen menoleh ke belakang dan bermain mata dengan Kahfi. Seolah keduanya bisa saling bicara melalui bahasa isyarat gerakan mata mereka.

"Yaudah, saya belikan minuman dulu ya, Bos," kata Kahfi dengan terpaksa. Lelaki itu berbalik menuju warung yang terdapat di lahan parkir taman tadi, meninggalkan Sitta dan Epen yang menunggu mereka sambil bermain ayunan.

"Rencananya abis lulus SMA mau ngapain, Neng Sitta? Nikah? Apa kuliah?" tanya Epen melanjutkan percakapan mereka yang sempat tertunda.

"Ya kuliah lah. Nikah mah masih jauh kali," jawab Sitta cuek.

Epen mengangguk paham.

"Eh, gue mau tanya dong sama lo," ucap Sitta tiba-tiba.

"Tanya apaan?" Sahut Epen yang terus saja celingukan menanti kehadiran Kahfi. Epen hanya was-was jikalau dia sampai salah bicara atau tidak bisa menjawab pertanyaan yang Sitta ajukan padanya.

"Lo kalau booking cewek, bayar permalam apa persatu kali main?"

Mampus!

Pertanyaan macam mana pula itu?

Gue harus jawab apa dong?

Booking PSK aja nggak pernah ye, kan?

Pekik Epen dalam hati.

Dia benar-benar bingung.

Karena Kahfi yang tak kunjung datang, akhirnya mau tak mau Epen pun menjawab sebisanya atas pertanyaan Sitta tadi terhadapnya.

Persetan mau benar atau salah, Epen tak perduli. Dia terlalu bingung untuk memikirkan jawabannya.

"Ya, persatu kali main lah," jawab Epen sok meyakinkan. Meski dalam hati, Epen terus bertanya-tanya, apa iya, Kahfi yang dia kenal sebagai lelaki alim itu suka main sama cewek bayaran?

"Bayarannya berapa satu kali main?" tanya Sitta lebih lanjut.

Epen menggaruk-garuk kepala, hingga setelahnya dia kembali menjawab asal, "seratus ribu."

"WHAT?" Sitta terpekik kaget. Hampir saja dia tersedak air liurnya sendiri mendengar jawaban Epen.

"Ke-kenapa Sit?" Tanya Epen panik.

"Nggak, nggak apa-apa. Gue cuma syok aja, tahu kalau harga PSK yang lo booking bahkan lebih murah dari harga jilbab yang gue pakai ini," ucap Sitta dengan nada merendahkan. "Kalau bayaran jadi tuh PSK bisa semurah itu, apa untungnya dong jadi PSK? Tapi setahu gue, PSK itu kaya-kaya. Ya masa, bayarannya segitu? Emang lo pesen PSK di pinggir jalan apa?" Lagi, Sitta yang masih penasaran akan sosok Kahfi yang dianggapnya mes*m itu, terus saja mengorek soal wanita bayaran di hadapan Epen.

Dan hal tersebut, sukses membuat Epen tak bisa berkutik.

Untungnya, sebelum Epen mati kebingungan, Kahfi pun datang dengan membawa dua botol minuman dingin di tangannya.

"Nih Bos, minumannya," ucap Kahfi seraya memberikan botol minuman yang dibawanya pada Epen.

Setelah mereka meminum air yang dibawa Kahfi, Sitta pun kembali mengulang ucapannya tadi yang belum mendapat tanggapan Epen.

"Heh, lo belum jawab pertanyaan gue, lo booking PSK di mana? Kok murah banget, bisa kena harga cuma seratus ribu sekali main?"

Mendengar pertanyaan yang terlontar dari mulut Sitta, Kahfi jelas terkejut.

Otaknya berputar berusaha mencerna arti ucapan Sitta hingga dia pun berhasil menyimpulkan sesuatu.

"Bos, di depan ada tukang bakso mangkal, kayaknya enak, makan yuk?" ucap Kahfi menengahi. Percakapan tak sehat yang dibangun Sitta harus segera disudahi. Kahfi hanya tak mau, ada orang lain yang tahu tentang kehidupan pribadinya lebih dalam.

Berhubung Sitta dan Epen lapar, alhasil keduanya pun menyetujui ajakan Kahfi.

Saat itu, Sitta sudah beranjak dari atas ayunan yang sejak tadi dia duduki, ketika tatapannya tertuju ke arah dua sejoli yang tampak berjalan santai dan mesra menuju ke area taman bermain di mana Sitta dan Epen berada.

Dan kedua bola mata Sitta melebar saking terkejut, tatkala mengetahui bahwa dua sejoli itu adalah Arka dan Dinda!

Sial!

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status