“Cie cie yang mau jadian? Jangan lupa pajaknya.” Temannya Mona meledek mereka.
“Diem, loh.” Jonas di sebelah terkekeh melihat Toni melotot. Iya, hari ini rencananya Toni memang akan melamar wanitanya tersebut secara romantis sebelum nanti resmi melamar ke orang tuanya.
“Aku penasaran, deh, Mas. Sebenarnya mau ngapain, sih kita?” Anita akhirnya angkat bicara.
“Namanya bukan kejutan, dong? Katanya pengen diromantisin? Gimana, sih?” Toni tersenyum kepada wanitanya itu.
“Iya, deh. Nurut aja.” Tony menepikan mobilnya ke sebuah restoran Italia. Kali ini dia sudah mempersiapkan makan malam romantic.
“Tutup dulu matanya ya?” Toni menutup mata Anita sebelum sampai ke dalam restoran tersebut.
“Telah sampai.” Maka Tony membuka tangannya yang ada di mata Anit
“Tentu saja, Mas. Selama mereka mau tinggal bersama kita.”“Tunggu, Anita. Aku akan segera melamar ke orang tuamu.” Anita tersenyum dan bahagia mendengarnya.***Meyyis***Alunan lagu cinta terdengar dari gesekan biola para pemain biola sangat menyentuh hati dan telinga. Rasanya, Anita ingin membekukan malam ini agar tidak akan mencair. Dia sesekali tersenyum saat memotong daging yang tersedia. Hingga tanpa focus, daging itu loncat mendarat di atas kepala pemain biola.Anita menutup mulutnya karena kecerobohannya itu. “Aduh, Mas. Maaf, ya?” Anita memberikan tisu pada lelaki itu. Toni ingin tertawa tapi takut Anita tersinggung, hingga hanya mengusap wajahnya saja sambil menahan tawa.“Tak masalah Mbak.” Saking totalitasnya, lelaki itu masih terus memainkan biolanya. Anita tidak melanjutkan makannya. Dia sangat malu.&ldqu
“Maaf ya, Mas. Mereka memang suka usil dan kepo.” Anita masih tersenyum malu-malu.“Nggak apa-apa. Biarkan saja. Kalau teman mah, biasanya begitu. Sudah malam habiskan makanmu, kita pulang.” Toni kemudian memotong daging lebih banyak untuk diletakkan di piring Anita.Mereka sudah selesai makan malam, maka Toni mengajaknya pulang. Sesuai treatment dari Bayu, Toni memanjakan Anita dengan membukakan pintu. Mobil berjalan demikian lambat.“Anita, apakah kamu menyukai apa yang aku lakukan malam ini? Seperti yang aku katakan tadi, aku tidak bisa romantic.” Toni mulai pembicaraan, walau sepertinya dia masih kaku. Sebab, orang macam dia yang jarang bergaul memang tidak memiliki cara untuk membuat diri orang lain nyaman di sisinya.“Itu sudah lebih dari cukup, Mas. Semua itu membuat aku melayang.” Toni tersenyum sumringah. Dia menjadi besar kepala karena A
“Ya, Pak Toni. Silakan masuk. Beliau sudah menunggu. Makasih, ya, Mbak. Itu nasinya dimasukin dulu ke mulut.” Toni tersenyum. Memang Toni ke kantor Bayu saat makan siang. Duh malunya Sasa ternyata dia celemotan saat makan.“Selamat siang, Pak. Permisi.” Bayu yang sedang sibuk dengan komputernya meluruskan pandangan.“Woi, masuk.” Maka Toni masuk.“Boleh duduk, enggak, Bos?” Toni menggaruk tengkuknya.“Iya, duduklah masa mau berdiri? Gempor entar. Tapi kalau mau, ya silakan berdiri. Boleh, kok.” Bayu terkekeh.“Ck, si Bos ini ngeri amat dulu aku berdiri.” Toni ikut terkekeh.. “Ngomong-ngomong ada apa? Tumben nyamperin sini? Nggak sabar sampai nanti sore.” Toni memang biasanya ke rumah kalau ada apa-apa.“Itu, Bos. Aku, aku ….&r
Hari ini sang surya begitu cerah menyinari bumi sampai terasa terik di ubun-ubun. Cerahnya sang mentari secerah hati Toni yang akan melamar sang pujaan hati. Dia bercermin di depan kamar mandi dan menautkan wajah gantengnya. Dia tersenyum dengan penampilannya sendiri. Rambutnya yang sudah klimis. Dengan kemeja warna putih yang menjadi ciri dia.Demikian juga dengan Anita. Anita sudah lebih dulu pulang ke Solo untuk mempersiapkan segalanya. Anita sudah pamit kemarin sore dan Toni mengantarkannya ke bandara.“Cie … sudah siap, Pak Toni.” Mona seperti biasa yang meledek.“Harus dong, Mon.” Toni menyisir Kembali.”Tenang saja, Ton? Kamu enggak usah gugup seperti itu.” Bayu menepuk pundak Toni. Di samping Toni berkaca, terlihat beberapa seserahan sudah ada di depan mata. Kotak pertama berisi kain brokat yang nantinya akan digunakan untuk kebaya
“Aku juga orang Solo, Ton. Tapi malah aku yang melamar Bayu dulu.” Agung terkekeh.“Yang bener, Pa?” Toni memang mengundang Agung dengan sebutan papa.“Iya habisnya kalian udah matang juga nggak mau kawin-kawin. Aku kasih dua rekomendasi Steven sama Bayu. Eh ternyata dia milih Bayu yang hitam manis.” Agung tertawa mengingat waktu itu.“Benarkah itu, Sayang?” Bayu memicingkan matanya.“Ih, papa mengada-ngada.” Wajah Eliana memerah.“Waktu itu padahal masih tinggian Steven lho pangkatnya. Yang Bayu baru jadi Manager waktu itu Steven udah jadi asisten direktur padahal.” Lagi-lagi Agung terkekeh membuat Bayu menggoda istrinya. Sedangkan Eliana memerah wajahnya.“Jodoh memang nggak ada yang tahu, Pa.”“Makanya dari itu kamu
Anita mondar-mandir di dalam kamarnya dia sudah mengenakan kebaya berwarna kuning telur. Detail kebaya dengan pernak-pernik dan mote yang mengelilingi lengkungan-lengkungan bajunya. Namun keindahan bajunya tidak dapat membuatnya tenang. Hatinya sangat bergelora, jika dapat direkam, mungkin saja jantungnya sudah membentuk suara jemedug yang sangat tinggi setinggi mega herz. Dengan paduan jarik lurik batik khas Solo, sanggulnya dibuat rendah khas Putri Solo dengan hiasan kepala yang membuat dia tambah anggun.Dia tidak bisa duduk diam. Dia terus saja mondar-mandir. Kebetulan dia sedang sendiri, karena teman-temannya tentu di luar, ada di pihak Toni.Di luar sedang ada pembicaraan tentang pertunangan itu. “Duh, kira-kira apa yang mereka bicarakan, ya? Aku sangat gugup. Apakah papa dan mama setuju? Jika ternyata Mas Toni yatim piatu.” Tangan Anita berkeringat, demikian juga dangan dahinya. Membuat make-upnya sedikit luntur. Unt
“Toni, tenanglah! Baca istigfar.” Bayu menepuk pundaknya sehingga Toni sedikit terlonjak tetapi setelahnya dia menoleh ke arah Bayu dan membaca istigfar. Dia berusaha menenangkan dirinya sendri, yang sudah dalam level akut kegugupannya.“Bune, undang Anita keluar.” Toni semakin gugup. Ibunya Anita bangkit. Dengan kebayanya dan kain yang sempit, membuatnya berjalan anggun dan lama.“Nduk, ayo keluar. Kamu sudah dipanggil.” Anita keget mendengar sapaan dari sang mama.Anita keluar dengan Anggun membuat Tony terbelalak melihatnya. Sungguh terlihat bagai bidadari yang turun dari surga.“Kondisikan matamu,” bisik Bayu. Toni beristighfar berkali-kali sehingga membuat Bayu terkekeh kecil.“Nah, ini anak saya Anita, Pak Agung. Jadi gini, Nduk. Pak Agung ini mewakili dari Nak Toni mau melamar kamu. Bagaimana? Apa kamu berse
Debar-debar asmara terlihat jelas lewat pendar mata sang pengantin yang secara bersamaan masuk ke kamar pengantin. Anita duduk di tepian ranjang dengan pakaian pengantin yang masih melekat di tubuhnya. Gaun menjuntai menyapu lantai selalu tampak anggun ditubuh Wanita yang mengenakannya. Brokat berwarna putih gading memang selalu identic dengan sang pengantin. Masih tampak make-up yang membuat pengantin wanita lebih terlihat cantik.“Kamu mau mandi dulu?” tawar Toni. Dia melepaskan jas pengantin dan meletakkan di gantungan baju. Kancing pada lengannya dipasakan satu persatu kemudian digulung sampai siku membuat ototnya terlihat, membuat dia nampak lebih perkasa. Dada mereka berdua saling bertalu membuat mereka merasakan gugup yang tidak bisa terkontrol.“Kamu mau mandi dulu, Nita?” Pertanyaan Toni membuat Anita menoleh kepadanya.“Iya, Mas. Tapi aku nggak bisa buka gaunnya.&rdqu