PAPA MUDA 17Oleh: Kenong Auliya ZhafiraMelihat kembali seseorang yang dulu pernah membuat raga seakan tidak bernyawa pastilah seperti meminum racun secara paksa. Menghindar pun bukan jalan keluar, apalagi menyapa juga bukan menjadi maunya. Dua hal yang sama-sama mendatangkan dilema. Apalagi hal ini bukanlah kali pertama. Ya, ketika beberapa hari lalu Alsaki memergoki kedatangan Arista ke konter, ia memilih bersembunyi. Namun, kali ini sepertinya di luar dugaan. Wanita yang pernah menjadi ratu satu-satunya dalam kemewahan cintanya tengah berbincang penuh tawa dengan Dyra—wanita kedua yang berhasil meluluhkan sedikit pandangannya tentang hidup. "Apa aku pura-pura dengerin pembicaraan mereka dari jarak sedang?" tanyanya pada diri sendiri, lalu bersembunyi di balik rak gantung berisikan aksesoris ponsel. Alsaki benar-benar memasang telinganya dengan baik. Suara mereka terdengar akrab, seolah telah lama mengenal. "Jadi, Mbak ini adalah Adila Arista? Penulis Cinta Pertama? Aku nggak ny
PAPA MUDA 17 BOleh: Kenong Auliya ZhafiraSebagai wanita yang baru menapaki perjalanan dalam dunia literasi, Dyra merasa mendapat energi baru untuk lebih gigih belajar memperbaiki tulisan. "Makasih, Mbak Adila Arista. Semoga kamu selamanya tetap bersikap seperti itu," lirihnya sembari melambaikan tangan pada punggung yang semakin menjauh. Sementara pria yang tengah mencuri dengar dalam diam tiba-tiba rasanya bagaikan diterpa angin badai. Dua wanita dari masa lalu dan masa kini didekatkan karena hobi dan cita-cita yang sama. Sungguh ini bukanlah sebuah kebetulan seperti dalam drama. Bayang kesakitan lalu perlahan datang menghampiri layaknya tragedi tanpa rencana. Alsaki sekuat tenaga melawan rasa sakit dalam dada. Usahanya selama beberapa tahun untuk tetap berdiri tegak tanpa bayang Arista seakan sia-sia. Tidak ada guna. Karena nyatanya dia kembali dengan segala pencapaian yang dulu dibanggakan di atas hati penuh goresan. "Jadi, Dyra kenal Arista lewat dunia literasi?" tanyanya den
PAPA MUDA 18 AOleh: Kenong Auliya ZhafiraMelihat sikap seseorang hampir mirip karena satu alasan yang sama persis selalu menumbuhkan banyak pertanyaan berbalut penasaran. Keinginan untuk mencari tahu pun kian menggebu layaknya perempuan yang suka bermain gosip tanpa berpikir perasaan orang lain. Ya, Dyra ingin mematahkan pikirannya tentang alasan di balik sikap seorang Alsaki yang terkesan membenci literasi. Padahal kalau mau sedikit bersabar bisa menjadi tempat nongkrong terasyik dan bisa membuat waktu yang tertodong perih perlahan berubah seperti sihir. Wanita yang masih menatap kepergian Alsaki hanya bisa menerka-nerka. "Kira-kira kenapa ya? Apa ada hal yang membuatnya begitu benci penulis?" tanyanya pada diri sendiri sembari kembali menunggu pembeli datang. Akan tetapi, pertanyaan itu justru semakin kuat melekat pada pikiran tanpa ada jawaban.Dyra menggeleng beberapa kali, mencoba tidak lagi membawa pertanyaan itu dalam pekerjaan. Meski rasa penasaran masih terus membayang
PAPA MUDA 18 B Oleh: Kenong Auliya Zhafira Di tempat lain, pria yang diingatkan kembali akan masa lalu tengah merebahkan dirinya di sofa. Sofa yang warnanya hampir pudar karena termakan usia. Bayangan dua wanita dengan cara pandang hampir sama benar-benar membuat akalnya menggila. Namun, sedetik kemudian tawa terdengar jelas mengudara. Tawa yang seolah mengejek nasibnya sendiri. "Kenapa Dyra harus punya mimpi yang sama dengan Arista? Untuk apa bermimpi jika akhirnya harus banyak yang dikorbankan? Baik itu tenaga dan biaya, juga asa dalam cinta, bahkan keluarga," batinnya seakan kian menjerit menolak mendapati kenyataan yang ada. Alsaki meremas kuat rambut pendeknya untuk menyamarkan rasa sakit di kepala. Akan tetapi, semakin bertambah berdenyut. Kesakitan lalu seakan saling tumpuk menjadi satu kesatuan yang berujung saling mengetahui sedalam mana luka dan sejauh apa rasa yang bersemayam. "Apa yang harus kulakukan jika Dyra memilih pergi untuk mengejar mimpi? Haruskah hati berser
PAPA MUDA 19 AOleh: Kenong Auliya ZhafiraDalam hidup sebuah kebetulan mungkin bukan istilah yang tepat. Karena semua hal yang terjadi pastilah sudah menjadi bagian dari takdir Tuhan. Entah itu sebuah pertemuan berujung perkenalan hingga kenyamanan, atau hanya sekedar pencarian sementara. Semua itu adalah bagian rencana yang tidak bisa diminta atau pun dipilih. Wanita yang baru saja menyadari alasan pria bernama Alsaki itu begitu membenci seorang penulis masih merasa terkejut. Sungguh kenyataan yang seakan membangunkan lamunan dari tidur panjang. Semua harapan seketika luruh runtuh ke bumi tanpa persiapan mental yang pantas. "Kenapa aku bodoh sekali? Bisa-bisanya tidak bisa menebak untuk hal yang mungkin udah ada pertunjuk. Tapi, aku tidak menyangka Mbak Arista bisa melakukan itu. Mungkin benar apa yang dikatakan Mas Al dulu. Untuk apa meraih mimpi jika harus mengorbankan banyak hal termasuk cinta dan keluarga," ujarnya pada diri sendiri membenarkan perkataan pria yang terkesan ti
PAPA MUDA 19 BOleh: Kenong Auliya ZhafiraAlsaki seketika menggeleng, menolak penuturan wanita di depannya. "Kamu nggak perlu melakukan itu. Aku hanya trauma dengan sikapnya yang pergi untuk mengejar mimpi menjadi penulis. Aku lupa bahwa setiap orang mungkin punya cara berbeda dalam menggapai mimpi. Ya udah, aku mau ke depan dulu. Kalau kamu mau pulang, hati-hati di jalan," jawabnya lalu melangkah begitu saja sembari merekahkan senyum tipis di kedua sudut bibirnya. Ada perasaan lega bisa mengatakan apa yang selama ini bersarang dalam dada layaknya bongkahan batu. Mungkin benar untuk mengobati luka dan kecewa bernama trauma hanya dengan satu cara, yakni menghadapinya. Alsaki baru menyadari hal itu sekarang. Kurang lebih lima tahun ia sengaja menenggelamkan diri dalam bayang masa lalu penuh cahaya kelam. Bahkan langkah terasa jauh lebih ringan dari sebelumnya. "Mungkin yang dikatakan Ibu benar adanya. Kenapa harus selama ini untuk bisa berani menghadapi rasa sakit yang terus mengger
PAPA MUDA 20 AOleh: Kenong Auliya ZhafiraIbarat mendung berbalas hujan layaknya hati yang mulai terpaut rasa. Mengetahui kesamaan perasaan seseorang pastinya seperti belaian angin yang datang memberi kesejukan. Apalagi setelah sekian lama panas karena hati berselimut bara api kisah lalu. Sempat menghanguskan impian, tetapi seiring berjalannya waktu kembali menemukan tempat baru meski hanya tersisa butiran debu. Alsaki tidak tahu harus bagaimana mengekspresikan rasa bahagianya. Rasanya seperti mendapat oase di tengah gersangnya gurun pasir. Tanpa malu hatinya mendoakan untuk kisah dirinya terukir sekali lagi bersama wanita yang berbeda. Ia menepikan sejenak segala kegelisahan akan seperti apa dan bagaimana keadaan membawa kisah yang belum pernah dimulai.Hanya menatap senyum manisnya saja mampu menyihir sejenak akal sehatnya. "Tidak ada salahnya mencoba daripada mundur dan berbalik tanpa usaha. Setidaknya udah punya persiapan bekal jika nanti hasil tidak sesuai," batinnya dalam hati
PAPA MUDA 20 BOleh: Kenong Auliya ZhafiraDyra melangkah begitu mantap penuh keyakinan, tanpa meninggalkan jejak meski samar. Akan tetapi, baru saja roda dua melaju beberpa meter tiba-tiba ada seseorang yang berdiri di depannya sambil merentangkan kedua tangan. "Jangan ngalangin bisa nggak? Aku mau lewat," ucap Dyra setelah menarik rem mendadak. Pria yang berpakaian asal dengan gaya rambut tidak tahu etika malah menyeringai sinis. Kedua mata pun terlihat sayu seperti orang mabuk. "Bagi duit dulu kalau mau lewat, Cantik! Dari pagi gue belum beli rokok!" jawabnya, lalu mendekat dengan langkah sempoyongan. Kedua tangan mendadak gemetar melihat wajah yang kalah tampan dengan Alsaki berada tepat di depannya. Bau alkohol bahkan tercium kuat, membuat perut seperti diaduk. Mual. "A--aku nggak punya duit! Aku juga bukan ibumu! Ngapain kamu minta duit sama aku? Salah alamat, Maseehh!" Dyra mencoba sok kuat untuk menyingkirkan rasa takut. Akan tetapi, semua percuma ketika tangan kasar itu