"Mas, aku punya ide bagus. Gimana kalau kita pura-pura menculik anak kamu saja? Jadi kita bisa meminta tebusan pada mbak Nana. Kita bisa menggunakan tebusan itu untuk mendirikan usaha daripada nanti mobil kamu terjual untuk kebutuhan hidup saat kita belum juga mendapatkan pekerjaan? Gimana menurut kamu, Mas?” tanya Dita dengan senyum terkembang. Rama tercengang. Dia mendelik ke arah Dita. "Apa kamu sudah tidak waras, Dit!? Menculik ponakan kamu sendiri? Kok bisa-bisanya sih kamu sampai kepikiran hal itu?" tanya Rama. Dita menghela napas panjang. "Kan cuma pura-pura, Mas!? Ada keuntungan nya kamu menculik Adam. Yang pertama, jelas kamu akan dapat duit dari Mbak Nana. Yang kedua, kamu bisa bertemu dan dekat dengan anak kamu lagi. Apa kamu tidak ingin bertemu dengan anak kamu? Sepertinya setelah mbak Nana melahirkan, dia tidak pernah mengijinkan Adam untuk ikut sama kamu sama sekali. Ya kan? Padahal kamu kan bapaknya Adam. Dan satu hal lagi yang jelas, aku dan kamu pasti akan memper
Mata perempuan itu berbinar. "Nah, kebetulan sekali. Saya dan teman-teman saya sedang membutuhkan laki-laki seperti mu untuk bekerja dengan kami. Apa kamu mau bekerja dengan kami? Kerjaan nya enak dan kamu pasti suka, nggak berat juga kok," ujar perempuan itu sambil mengelus punggung tangan Rama membuat Rama terperanjat. "Saya...""Kamu tidak perlu menjawab pertanyaan saya sekarang. Tapi saya akan memberikan kartu nama ini untuk kamu. Kalau kamu mau mempertimbangkan tawaran saya, kamu bisa menelepon ke nomor ini atau bisa langsung datang ke alamat yang tertera. Kamu paham kan, Ganteng?" tanya perempuan itu. Dia menggerakkan kakinya menyentuh betis Rama. Rama menatap ke arah perempuan itu. Dia bukannya tidak mengerti dengan pekerjaan yang ditawarkan perempuan itu. Tapi dia ingin memastikan nya terlebih dahulu sebelum salah paham. "Jadi apa yang harus saya lakukan, Kak?""Wahh, manis sekali ya suara kamu. Serak serak basah. Aku semakin suka. Kamu cocok sekali dengan pekerjaan yang ku
Nana baru saja menidurkan Adam saat mbok Inah menatap wajah teduh perempuan berjilbab itu. "Ada apa, Mbok? Kenapa mbok Inah memandang saya seperti itu?" tanya Nana heran. Mbok Inah tersenyum. "Bu Nana cantik, baik, pinter, sungguh rugi pak Rama malah selingkuh dengan mbak Dita." Nana menghela napas panjang. "Sudahlah, Mbok. Tidak usah dibahas. Masa lalu biarlah berlalu. Sekarang aku ingin membuka lembaran baru," ujar Nana tersenyum. Meskipun dia merasakan masih nye ri di hatinya saat mengatakan hal itu. Mbok Nah terdiam. 'Ya sudah, Mbok. Mbok istirahat saja. Terimakasih untuk hari ini telah menemani saya dan Adam makan di luar untuk pertama kali nya," ujar Nana. Dia menyelimuti Adam dan mengelus pipi gembilnya penuh rasa kasih sayang. Mbok Nah berdiri. Tapi dia tampak ragu untuk meninggal kan kamar Nana. "Bu, saya ingin bertanya sekali lagi," ujar Mbok Nah. Nana menatap dengan antusias. "Ada apa, Mbok? Silakan tanya saja apa yang ingin ditanyakan," ujar Nana penasaran. "Hm,
[Mas, mas Rama! Tolong aku jatuh di kamar mandi!][Mas Rama, perutku sakit!][Mas Rama, ada darah yang keluar! Cepatlah pulang!]"Astaga, Dita?!"Rama menelepon nomor Dita berkali-kali. Tapi nihil, Dita tidak menjawab telepon nya. Lelaki itu tampak cemas. Dia mengulang kembali mengetuk pintu bahkan hampir saja menggedor pintu rumah nya. Mendadak terdengar suara dari luar. "Permisi, pak Rama?" Rama menoleh dan mendapati lelaki berwajah teduh di belakang nya. "Pak RT? Ada apa?" tanya Rama menatap ke wajah pak RT dengan perasaan tidak enak. "Saya hanya ingin mengabarkan kalau istri bapak ada di rumah sakit umum Daerah karena terjatuh di kamar mandi. Jadi tadi pagi saat saya kemari karena ingin menagih iuran kebersihan lingkungan, saya mendengar suara minta tolong dari , lalu saya mengajak beberapa warga untuk membuka pintu secara paksa dan menemukan istri bapak terjatuh di kamar mandi. Saya dan sebagian warga akhirnya berinisiatif mengantarkan bu Dita ke rumah sakit, karena ponsel
"Pak Rama, bapak egois sekali ya. Bapak bahkan sudah menikah dan istri baru nya sudah hamil, tapi melarang istri bapak menikah lagi. Ck, picik sekali pikiran bapak!" ujar Arjuna tenang. "Apa bapak tahu bahkan saat Adam menangis, dia akan langsung terdiam saat saya menggendong nya. Jadi urus saja istri bapak sendiri. Tidak usah mengurusi mantan istri bapak yang insyallah akan menjadi istri saya," sambung Arjuna tegas membuat Rama tercengang. "Jadi maksud kamu, kamu ingin menjadi suami dari Nana dan ayah sambung dari Adam?" tanya Rama mendelik. "Ya, tentu saja. Saya punya pekerjaan, saya bisa menerima Adam dan saya mencintai Nana sepenuh hati. Kalau harus bersaing dengan kamu yang menjadi masa lalu dan penyebab trauma nya Nana, saya sih yakin kalau Nana akan memilih saya. Dia tidak akan membaca buku untuk yang kedua kali karena dia pasti sudah tahu endingnya seperti apa? Lagipula pak Rama kan sudah menikah, jadi pak Rama seharus nya tidak mempedulikan perempuan lain. Ya kan?"Rama te
"Ya, klien kamu malam ini laki-laki. Kamu akan dibayar mahal semalaman. Tentu saja dengan harga mahal. Dia langsung memesan kamu saat tahu kamu barang baru dan selama ini masih berhubungan dengan perempuan. Dia juga bilang, kamu boleh meminta uang lebih jika kurang. Jadi Rama, kamu mau kan melayani klien kamu malam ini? Tenang saja nggak akan sakit, ada peralatan khusus di dalam pervate room untuk membantu kamu bertugas," ujar Sarah membuat Rama merinding. "La, laki-laki? Jadi kliennya laki-laki?" tanya Rama menelan ludah dengan susah payah. Sarah tersenyum dan membelai pipi Rama. "Iya. Bagaimana menurut kamu, Rama? Apa kamu akan menerima nya?" tanya Sarah sekali lagi. Rama menghela napas panjang. 'Ini keputusan sulit. Bisa-bisanya aku menerima pekerjaan ini. Ck, tapi aku juga butuh duit agar tidak diremehkan papa dan Nana,' batin Rama. Mendadak Rama mempunyai ide gila. "Hm, Tante Sarah, coba katakan pada calon klien itu, kalau semalam ini membayar aku seratus juta. Mau nggak? Ka
Nana menatap ke arah Adam dengan ekspresi wajah berat. "Sayang, ibu berangkat kerja dulu ya." Nana mencium dahi dan hidung anaknya yang sedang tertidur pulas, lalu menoleh ke arah mbok Inah. "Mbok, saya berangkat dinas dulu ya. Hari ini teman saya cuti karena sakit. Jadi saya dinas sore malam. Baru pulang besok pagi. Kalau ada apa-apa, telepon saya ya," pamit Nana pada mbok Inah. Mbok Inah mengangguk dan mengikuti Nana yang melangkah menuju ke pintu depan rumah.Nana menoleh ke arah kamar Adam. Merasa berat untuk meninggalkan anak semata wayang nya itu. Hari ini adalah hari pertama, Nana melakukan dinas dobel setelah melahirkan. Mbok Inah dan menunggu Nana hingga Nana akhirnya menjauh dari pintu depan. "Mbok, beneran ya telepon saya jika ada sesuatu pada Adam," pamit Nana akhirnya setelah sekian lama berdiri di depan pintu rumah nya. Mbok Inah mengangguk dan menutup pintu depan lalu kembali ke kamar Adam. ***Malam ini hujan deras mewarnai malam, membuat orang-orang yang sedan
"Maaf, aku khilaf," tukas Rama dari belakang kemudi saat dia dan Dita baru keluar dari h o t e l melati. Adik iparnya itu tertunduk. "Iya. Aku juga khilaf, Mas.""Jangan bilang kakak kamu ya? Kita sekarang pulang saja dan jangan sampai kakak kamu tahu."Sekali lagi Dita mengangguk. Ramapun melajukan mobilnya. Dia melirik ke arah adik iparnya itu. "Tapi kamu kalau aku ingin mengajak kamu ke h o t e l lagi, kamu mau kan?" tanya Rama. Dan sekali lagi Dita pun mengiyakan ajakan kakak iparnya itu. ***"Kalian sudah pulang? Kok agak lama? Mampir kemana nih?" tanya Nana seraya meletakkan ayam goreng ke atas piring di meja makan. Rama melonggarkan dasinya lalu duduk di makan. Dia meletakkan paper bag di samping piring. "Cie, Mbak Nana! Aku nggak akan bilang deh. Biar so sweet!" ujar Dita dan segera berlalu ke kamarnya. Nana mengelus p er ut yang sudah membesar dan mendekat ke arah suaminya. "Kamu sama adik aku jangan main rahasia-rahasiaan deh. Nanti d ebaynya protes!" ujar Nana tertaw