Share

BAB 19

Lavani mengenal Janggala sejak mereka kecil.

Para konglomerat biasanya memang hanya bergaul dengan konglomerat lainnya. Begitu juga dengan anak-anak mereka, sejak kecil satu sama lain sudah diperkenalkan bahkan beberapa sudah ditentukan jodohnya oleh para orangtua mereka.

Diantara mereka menikah karena cinta, namun kebanyakan pernikahan itu berjalan karena keperluan bisnis.

Misalnya anak dari perusahaan A dan B menikah, otomatis perusahaan mereka akan bergabung karena sebuah pernikahan, hal itu bisa memperkuat bisnis mereka dan mencakup lebih banyak area.

Ayahnya dulu juga dijodohkan dengan salah satu putri konglomerat, namun dia jatuh cinta pada orang asing yang bekerja di sebuah perusahaan sehingga menikahinya. Itulah mengapa Lavani lahir, namun kemudian pernikahan karena cinta itu hancur begitu saja.

“Kamu mau ikut mama atau ayah?” Adalah pertanyaan yang tidak akan pernah Lavani lupa sampai kapanpun, dia memilih tinggal bersama ibunya di New York namun ayahnya memintanya kembali untuk meneruskan perusahaan.

“setelah beres kuliah, kamu harus teruskan perusahaan.”

Dia tidak mau, bebannya terlalu berat dan dia tidak berminat. Namun ayahnya memaksa.

Selama di New York dia selalu merasa sendirian meskipun sudah memiliki banyak teman dan disanalah dia bertemu dengan Sivan.

Seperti Janggala, dia juga mengenal Sivan dengan baik. Dia tahu Sivan adalah anak rahasia keluarga Tantra, tapi dia tidak peduli. Semakin mengenal Sivan, semakin dia jatuh cinta pada pria itu dan tahu-tahu keduanya sudah menjalin hubungan.

Dia mencintai Sivan sepenuh hati, dia ingin melakukan apapun demi pria itu.

“Mama lagi cari pasangan untuk Janggala.” Kata Sivan suatu hari ketika mereka pada akhirnya bertemu lagi setelah Lavani lulus Sekolah Menengah Akhir. Keduanya sama-sama tengah berada di New York, Sivan bekerja di salah satu perusahaan disana.

“Bukannya Gala sudah punya pacar?”

“Mama gak ngizinin, pacar Gala dari keluarga miskin.” Ujar Sivan menjawab pertanyaan Lavani.

Lavani mendengus, bibirnya maju beberapa senti mendengar hal itu. Dia sudah muak mendengar sistem hirarki seperti itu, jaman sekarang sudah tidak pengaruh urutan itu.

“Tante Nancy masih saja kolot.” Celetuknya, dia memasukkan tangannya ke dalam mantel karena udara musim dingin begitu menusuk meskipun dia sudah berada di New York bertahun-tahun.

“Kekolotannya bisa kita manfaatkan.” Sivan berkata, kemudian menoleh ke arah Lavani yang masih sibuk dengan penghangat di tangannya. Rambut panjang hitam yang tergerai itu menutupi sebagian wajahnya.

Sivan menyentuh rambutnya dan menyibaknya dengan lembut, Lavani kini menaruh perhatian padanya karena sentuhan itu.

“Kamu tahu ‘kan aku gak bisa masuk perusahaan Tantra sama sekali?”

Lavani mengangguk pelan, “Karena tante Nancy gak suka sama kamu?”

“Lebih dari itu…” Kata Sivan dengan suara pelan, dia menunduk, memainkan gelas berisi kopi panas di tangannya. Mereka tengah berada di taman kota, baru saja kembali dari berbelanja dan memilih untuk diam sebentar di taman meskipun cuaca masih begitu dingin.

“Mama takut aku ambil alih perusahaan karena aku bukan anaknya..” Lanjut Sivan.

Lavani mengangguk pelan, dia sudah sering mendengar hal ini dari ayah dan ibunya. Ketika Sivan datang ke keluarga Tantra semua konglomerat membicarakan hal itu, terlebih anak simpanan keluarga Tantra adalah anak laki-laki yang memiliki kemungkinan hampir delapan puluh persen mengambil alih perusahaan.

“Kamu mau jadi pasangan Gala?” Pertanyaan Sivan membuat Lavani menoleh dan mengerenyitkan dahinya.

“Apa sih? Kamu becanda tapi mukamu serius gitu! Aku kaget tahu!” Lavani menanggapi hal itu sambil tertawa dan memukul bahu Sivan pelan.

Namun, pria itu memandangnya dengan wajah yang serius.

“Jangan aneh-aneh ah Siv, aku mau sama kamu aja.. Aku cintanya sama kamu, lagian mama dan ayah juga tahu hubungan kita.”

“Aku sudah bicara sama om Dalal..”

Senyum di wajah Lavani menghilang, matanya menyusuri mata hitam tajam milik Sivan. Mencari kebenaran dari semua yang dia ucapkan barusan.

“Kamu jangan nakutin aku Siv..”

“Dengar Van, kamu hanya perlu menikah dengan Janggala.” Ucap Sivan, menyentuh tangan Lavani.

Wanita itu mengerenyitkan dahi dan menarik tangannya dengan cepat, wajahnya berubah serius. Enggan disentuh oleh Sivan.

“Kamu ngomong gitu seolah-olah hal itu mudah banget ya Siv? Kamu mikirin perasaan aku gak sih? Aku harus nikah loh, sama orang lain!”

“Van! Dengerin dulu!” Sivan mengejar Lavani yang kini berjalan menjauh dari tempat mereka duduk.

Lavani kesal mendengar ucapan Sivan, darahnya mendidih. Dia memang masih kecil saat itu, tapi dia mengerti apa itu menikah. Dia juga memiliki pernikahan yang dia idam-idamkan, dan itu bukan sebuah permainan.

“Van! Dengerin aku dulu!” Sivan berhasil mengejar Lavani, menarik tangan perempuan itu. Mencegahnya untuk pergi lebih jauh.

“Kamu gila! Kamu ngomong sama ayahku? Tentang aku yang harus menikah dengan Gala? Untuk apa?!”

Sivan menoleh ke kanan dan ke kiri, beberapa orang sudah mulai menaruh perhatian pada mereka. Lavani berbicara menggunakan bahasa Indonesia, dan dia takut orang-orang mengira dia melakukan sebuah kejahatan jika Lavani masih begitu histeris.

“Dengerin aku dulu, gak usah sebegitu emosinya..”

“Aku tentu emosi Siv! Kamu ngomong seenaknya nyuruh aku menikah dengan adik kamu!”

Sivan menggenggam kedua tangan Lavani, berusaha menenangkan perempuan itu.

“Dengar, ini bukan seperti yang kamu pikirkan. Pernikahan kamu nantinya hanyalah untuk formalitas, bukan berarti kamu harus benar-benar menjadi istri dari Janggala. Aku dan om Dalal sudah membicarakan hal ini karena bagaimanapun om Dalal juga perlu masuk ke dalam PT. TANTRA WIBAWA.”

“Maksud kamu?”

Sivan menatap Lavani, tangannya masih menggenggam dengan lembut jari jemari perempuannya.

“Om Dalal dalam beberapa tahun terakhir sulit untuk mengajak kerjasama Tantra karena dulu papa pernah kena tipu dan rugi sekian triliun karena perusahaan Om Dalal, JANJI HANGGARA. Kalau kamu bisa mendekati Gala dan menjadi istrinya, om Dalal bisa kembali bekerja sama dengan Tantra.” Sivan berusaha menjelaskan dengan bahasa yang mudah di mengerti anak berusia tujuh belas tahun.

Saat itu Lavani menolak, dan Sivan terus membujuknya. Hari demi hari, bulan demi bulan. Sampai ketika usianya memasuki dua puluh tahun, Lavani mengiyakan. Ayahnya dan Sivan berhasil membuatnya percaya.

“Aku sayang kamu Siv..”

“Aku juga Van, aku sayang kamu juga..”

Sivan mematikan ponselnya, dia masih di dalam mobil, memijat kepalanya yang terasa sakit.

“Kamu gak boleh bercerai dulu dari Janggala, aku masih harus menyelesaikan kantor cabang untuk mengambil alih sebagian saham TANTRA WIBAWA, Van..Dan kalau itu sudah berhasil, aku gak perlu kamu dan keluarga Hanggara lagi.” Bisiknya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status