Share

BAB 18

Lavani tengah berada di dalam mobil, memijit kepalanya. Rasa pusing dan sakit begitu menyiksanya, tadi dia terbangun dengan tergesa karena panggilan telepon dari Sivan. Dia baru teringat kalau hari ini akan ada rapat penting.

Dengan terburu-buru dia bangun dan pergi ke salon untuk mempersiapkan dirinya.

Beruntung hari ini rapat selesai dengan cepat, dengan terburu-buru dia langsung meninggalkan kantor.

“Nyonya, tuan Janggala menelepon katanya hari ini makan malam bersama akan ditunda sampai minggu depan.” Ujar si supir ketika mereka tengah berada di jalan.

Lavani melirik ke arah spion dan mengangguk.

Tidak peduli.

Masa bodoh dengan makan malam bersama atau apapun itu, tidak penting. Dia juga tidak iingin berada di rumah kalau saja kepala sialannya tidak merasakan nyeri. Dia lebih baik pergi ke klub malam dan bersenang-senang disana ketimbang harus terkukung di dalam rumah.

Mobil memasuki garasi dan Lavani turun dari dalam mobil. Dia berjalan memutar karena pintu yang menuju ruang belakang dari garasi sedang di perbaiki.

“Kayaknya saya sering banget lihat kamu pulang sendiri ketimbang bareng sama Gala.” Suara Nancy menginterupsi langkahnya, Lavani menghela napas dan menoleh pada Nancy yang tengah duduk di sebuah kursi taman dengan cangkir teh di tangan.

“Gala masih sibuk ma, kita tadi juga ketemu karena rapat bareng.” Ujar Lavani dengan suara yang rendah, dia tidak ingin berdebat dengan wanita tua itu sekarang. Kepalanya sedang benar-benar sakit.

“Kamu ‘kan bisa nunggu dan bareng pulangnya.”

“Gala masih ada kerjaan ma, ini aja Gala batalin rencana kita buat makan malam bareng.” Lavani mulai tidak sabar dengan mertuanya.

Nancy berdehem, menyeruput perlahan teh hangat di dalam cangkirnya. Dia kemudian menaruhnya dan melirik ke arah Lavani.

“Kapan kamu berniat punya anak? Pernikahan kalian sudah masuk usia empat tahun, sudah terlalu lama berduaan.”

Lavani menghela napas, dia membuang muka dan memutar bola matanya. Pembahasan yang tidak akan pernah ada habisnya.

“Vani sama Gala sudah bicara mengenai ini ma, kami sepakat untuk menunda.”

“Mama gak yakin Gala setuju.” Ucap Nancy, dia memperbaiki gaunnya sebelum melanjutkan ucapannya. “Gala suka anak kecil, dan dia tahu benar prioritas pernikahannya adalah untuk menghasilkan keturunan. Mama juga mau menimang cucu. Mau sampai kapan kamu menunda? Kamu terlalu asik pergi ke klub malam dan bersenang-senang.”

Lavani menelan ludahnya, kepalanya berdenyut kencang. Percakapan ini selalu berulang setiap hari jadi pernikahannya dengan Janggala, ibu mertuanya selalu mendesak dia dan Janggala untuk memiliki seorang anak.

“Kamu gak usah takut badan kamu bakalan berubah, kalau perut kamu bergelambir kamu bisa ke Korea Selatan untuk melakukan operasi plastik untuk memperbaikinya. Atau kamu ketakutan gak bisa lagi menikmati dunia malam yang kamu senangi itu?”

“Ma, mama sudah tahu gimana kehidupanku sebelum aku menikah sama Gala. Aku juga sudah bilang ke mama kemungkinan akan menunda karena aku ingin mengejar karirku terlebih dahulu. Aku baru saja mendapatkan kesempatan memimpin perusahaan cabang tiga tahun belakangan ma, aku masih berusaha menyesuaikan diri.” Lavani berkata dengan suara parau, dia berusaha menahan marah dan sakit kepalanya secara bersamaan.

“Omong kosong..” Nancy berkata, ujung bibirnya naik ke atas, dia menatap Lavani dengan tatapan sinis. Nancy berjalan mendekat ke arah wanita itu. “Kamu mungkin bisa mengelabui Gala dengan omonganmu yang hebat itu, tapi kamu gak bisa membohongi saya. Kamu pasti berusaha dengan keras ya agar tidak kebobolan?” Tangan wanita tua itu kemudian merogoh saku baju terusan yang dia pakai dan melempar banyak sekali kotak pil kontrasepsi ke wajah Lavani.

Lavani tertegun karena serangan yang secara mendadak itu, semua kotak pil kontrasepsi yang dia sembunyikan di kamar salah satu asisten rumah tangga menampar wajahnya.

Dia menoleh ke kanan dan ke kiri mencari asisten rumah tangga yang dia titipi pil-pil itu.

“Kamu gak usah mencari mbak Ria, saya sudah pecat dia. Kamu dengan seenaknya bekerja sama dengan asisten rumah tangga saya untuk menyembunyikan pil-pil ini, persetan dengan omonganmu! Kamu dengan sengaja mengkonsumsi pil-pil jahanam itu agar tidak hamil.” Ucap Nancy dengan suara yang begitu rendah namun tajam, dia berjalan meninggalkan Lavani yang masih terdiam.

Beberapa asisten rumah tangga langsung menyerbu Lavani, membantu wanita itu masuk ke dalam rumah dan membereskan pil-pil kontrasepsi itu. Tubuh Lavani bergetar, dia masih tidak bisa bereaksi.

Para asisten membawanya ke dalam kamar dan meninggalkannya seorang diri.

Wanita itu buru-buru mencari ponselnya dan menelepon seseorang.

“Aku gak bisa! Aku gak bisa terus-terusan sandiwara kayak gini!” Ucapnya dengan napas memburu, dia bahkan tidak bisa memekik karena khawatir semua orang yang berada di rumah ini bisa mendengarnya.

“Kenapa? Ada apa?” Suara pria diujung telepon terdengar khawatir.

“Gak bisa Siv, aku gak bisa begini terus! Aku gak sanggup bersandiwara dan tahan berumah tangga dengan Janggala! Aku bisa gila karena mama!”

“Apa yang terjadi?”

“Mama nemuin kotak pil kontrasepsiku di kamar mbak Ria!” Ujarnya sambil menggigiti jarinya dengan panik, dia menekan dahinya dengan jari karena rasanya sudah begitu sakit.

“Van, jangan panik. Dengar, mama pikir kamu pakai pil itu untuk mencegah kehamilan kamu dengan Gala ‘kan?” Tanya Sivan diujung telepon.

Lavani mengangguk meskipun dia tahu Sivan tidak bisa melihatnya.

“Van, dengar. Sandiwara kamu belum terbongkar, kita berdua belum ketahuan punya hubungan apapun. Tenang Van!”

“Harus sampai kapan Siv? Aku harus sampai kapan bertahan dengan ini semua? Ayo kita pergi aja, aku mau sama kamu.” Rengek Lavani, dia mondar mandir kesana kemari di dalam kamar.

“Sabar ya, sabar. Kita akan segera pergi setelah kantor cabang di Permadani selesai. Kita harus atur rencana supaya semua supplier bisa ditangan kita. Kita hancurkan PT. TANTRA WIBAWA..” Sivan berkata, berusaha menenangkan Lavani.

Lavani duduk diujung kasur, dia mengacak rambutnya. Airmata jatuh ke pipinya.

“Aku sayang kamu Siv..”

“Aku juga Van, aku sayang kamu juga..”

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status