Mata Willa berkedip beberapa kali begitu mendengar perkataan Aaron. Terasa masuk akal tapi jelas menjengkelkan. Dia tidak berpikir pria ini membuat alasan yang terdengar seakan untuk kebaikan Willa. Padahal mereka sama-sama tahu kalau Aaron tengah berusaha menjauhinya.Setelah menarik napas panjang satu kali, Willa berkata juga, “Kau tahu, bukan itu alasannya. Kau takut padaku. Tapi baiklah, kali ini kau menang.”Gadis itu menegakkan punggungnya dan tersenyum manis. “Kuharap Paman bisa tidur dengan nyenyak malam ini. Kalau tidak, aku akan merasa bersalah. Aku ke kamar dulu. Satu hal yang harus Paman ingat, tidak semua orang bisa memiliki kesempatan untuk kehidupan kedua. Meski mereka memercayainya, tidak semua orang begitu beruntung untuk mendapatkannya.”Selesai dengan ucapannya, Willa meninggalkan ruang kerja Aaron, menyisakan kebingungan di benak pria itu. Bahkan setelah beberapa lama, dia tidak mengerti apa yang ingin disampaikan oleh gadis itu. Kehidupan kedua? Reinkarnasi? Tapi
“Tuan Anderson, seperti janjiku kemarin, aku datang untuk mengantar puteri Anda. Puteriku telah menyusahkan nona Anderson dengan mengajarinya hingga malam. Aku harap Anda tidak menyulitkannya.” Aaron bicara langsung ke inti permasalahan. Dia bahkan tidak bermaksud untuk tinggal barang beberapa saat.Daniel terdiam untuk beberapa detik. Dia berdehem dengan perasaan canggung. Katanya, “Tidak masalah. Kami senang jika Willa bisa membantu puteri Anda.” Dia melayangkan pandang pada puterinya dengan rasa takjub. Yang Daniel tahu, puterinya tidak seistimewa itu dalam hal pelajaran. Atau barangkali saja dia yang kurang memerhatikan. Oh, tentu saja, bukankah puterinya telah berhasil masuk di fakultas kedokteran? Itu termasuk hal yang tidak mudah dilakukan.Rachel tidak terlalu senang atas pujian itu. Tapi dia berujar juga, “Puteri kami yang sudah merepotkan anda. Tak seharusnya dia bermalam sembarangan dan membuat Anda mengantarnya pulang. Anda pasti sangat sibuk.”Aaron mengabaikan ucapan Lau
Aaron mengembalikan kertas-kertas dokumen ke dalam tas lalu menutupnya. Perkataan puterinya membuatnya kembali tidak habis pikir. Olivia membela Willa Anderson bagai terkena pengaruh sihir. Kepala Aaron kembali terasa sakit dibuatnya.“Kita akan membahas ini lain kali. Ayah sudah berjanji akan membantu nona Anderson terkait perusahaan keluarga mereka. Apa kau sudah lupa? Akan tidak baik jika dia terlihat berkeliaran di sekitar kita.” Aaron mencoba mengalihkan permasalahan.“Apa maksudmu dengan berkeliaran? Apa kau menyamakan nona Anderson seperti kucing yang nakal yang selalu menerobos masuk lewat jendela dapur kita?” Olivia teringat seekor kucing betina yang senang bermain di dapur mereka dan mengacaukan isinya. Entah dari mana datangnya. Padahal mereka sekeluarga kompak tidak ingin memelihara hewan berbulu itu. Tapi tetap saja terjadi keributan dekat pintu belakang hampir setiap hari. Para pelayan kerap mengusir sang kucing yang ketahuan menyelinap diam-diam.Sebenarnya Aaron tidak
Gadis yang terbaring pucat di ranjang yang mirip ranjang rumah sakit itu menatap langit-langit ruangan di atasnya. Suasananya sangat hening hingga dia bisa mendengar suara napas dan detak jantungnya sendiri. Ada sekilas kesedihan di matanya, tapi segera lenyap. Dia seorang gadis muda yang cantik. Rambut coklatnya yang ikal panjang tersebar di sekitar wajah. Bulu matanya yang lentik bergetar. Sementara bibirnya yang indah mengulas senyum pahit.Biasanya dia adalah gadis dengan semangat dan rasa percaya diri yang kuat. Hari ini dia merasa putus asa.“Jadi, profesor hebat seperti kau pun tidak punya kemampuan untuk menyembuhkan penyakitku?” Setelah beberapa saat terdiam gadis itu melontarkan kalimat mengejek pada seorang pria tua dengan jas putih dan kacamata. Pandangannya masih pada langit-langit ruangan.Pria yang menjadi lawan bicara hanya bisa mengangguk dengan enggan. Dia tidak peduli dengan ejekan itu. Dia hanya peduli dengan nasib malang gadis ini.“Maaf,” ujarnya tak berdaya. “S
“Kau bisa masuk. Pintunya tidak dikunci.” Willa mengatakan itu sambil bangkit lagi dari posisi berbaringnya.Seraut wajah tua muncul dari balik pintu yang didorong. “Apa kau perlu dokter?” Lelaki itu menawarkan seraya mendekat. Dia memeriksa suhu tubuh Willa dengan meletakkan telapak tangan di dahinya.“Aku baik-baik saja.” Hampir saja Willa menepiskan tangan asing itu kalau tidak segera sadar kalau dia adalah orangtua kandungnya saat ini.Tampaknya lelaki ini cukup perhatian sebagai seorang ayah. Willa sedikit merasa hangat. Ingatan pemilik lama sebagian masih samar-samar baginya.Ayahnya dulu juga seorang yang penyayang.“Apa kau yakin?” Daniel masih meragukan ucapan Willa meski merasa suhu tubuh puterinya normal.“Tentu saja. Semalam aku tidur agak larut jadi masih sedikit mengantuk. Mungkin setelah mandi akan lebih baik. Ayah pergi saja dulu.” Willa mendorong lelaki itu pergi. “Aku akan pergi naik taksi nanti.”Daniel mengamati Willa sejenak, memastikan kebenaran ucapannya.“Bai
Tapi si gadis malah ikut tertawa. Seakan bukan dia yang menjadi bahan tertawaan.Richard menjadi tidak senang. Olok-olok mereka terasa menampar udara.“Apa yang kau tertawakan, Nona Anderson?”“Aku menertawakan apa yang kalian anggap lucu.” Willa bahkan menyeka sudut matanya yang berair karena ikut tertawa tadi.“Menurutmu apa yang lucu?” Richard menjadi kesal kini. Bicara gadis ini berbelit-belit. Apa mungkin dia ketakutan? Mungkin—“Kau bertanya apa yang lucu padaku sementara kau juga tertawa? Bukankah kau benar-benar idiot yang tidak tertolong?” ujar Willa. Lagi-lagi dia menyebut para remaja itu sebagai idiot.Ucapan Willa tidak saja membuat bingung tapi juga memancing kemarahan sekelompok remaja itu. Ini telah ke sekian kalinya mereka dipanggil idiot hanya dalam hitungan menit.“Bos, hajar saja. Beri pelajaran. Mulutnya terlalu tajam. Lama-lama kita akan menjadi sakit kepala dibuatnya.” Seorang bertubuh pendek dengan wajah jerawatan menyela dengan tidak sabar. Dia hanya mendengark
Willa menepis senjata pertama dengan memukul pergelangan lawan. Pisau segera terjatuh. Dan remaja yang tadi memegang pisau merasa sendi lengannya terlepas. Dia menjerit setinggi langit saat merasakan nyeri yang luar biasa.Senjata kedua terlempar oleh kibasan tas di tangan Willa. Pisau itu malah berbalik menggores lengan si penyerang. Gadis itu membuat gerakan berputar. Senjata ke tiga dihadang dengan sebuah tendangan. Pisau terlempar jatuh ke tanah. Sebuah tendangan lagi mendarat di perut si remaja. Laki-laki muda itu terbungkuk menahan sakit sambil memegangi perut. Sebentar kemudian dia sudah muntah-muntah.Senjata ke empat datang lebih lambat karena si penyerang mendadak jadi gugup. Willa tidak menghindar. Sambil menyeringai dia menyambut serangan itu dengan telapak tangan terbuka. Tanpa ada yang mengerti, pisau telah berpindah ke tangan Willa.Remaja yang tadi memegang pisau membelalakkan matanya. Dia seperti sedang melihat hantu saja.Pisau di tangan Willa berputar-putar dalam
Aaron sudah terbiasa dengan banyak tatapan memuja dari para wanita. Tapi cara gadis ini menatapnya sedikit keterlaluan. Bahkan dia bisa melihat gadis ini menelan ludahnya. Dia terlihat tidak berusaha menutupi rasa ketertarikannya.Tapi apa katanya tadi? Paman? Mereka baru bertemu dan gadis ini telah menyapanya dengan panggilan yang mengisyaratkan bahwa mereka telah sangat akrab. Terdengar kurang sopan. Tapi cukup untuk sedikit menghapus prasangka buruk Aaron. Bagaimana pun, tidak ada seorang gadis yang akan memanggilnya satu generasi lebih tua jika berniat mendekatinya.“Ayah, ini nona Willa Anderson. Dia yang sudah menyelamatkan kami. Ayah harus melihatnya. Dia sangat hebat. Kami sempat berpikir anak-anak nakal itu akan mencelakainya. Tapi ternyata, Nona Anderson berhasil menghajar mereka semua." Olivia Harris maju mengenalkan Willa pada ayahnya. Dia bahkan memegangi lengan gadis itu dan terlihat sangat menyukainya.Perasaan dingin Aaron sedikit mengendur. Mana mungkin dia bersikap a