Betapa pongahnya manajer tempat karaoke itu bersikap sekarang setelah mengetahui bahwa pemilik tempat dia menggantungkan hidup ini datang.Memang, pemilik karaoke biasanya datang secara berkala dalam sebulan.Manajer tempat karaoke itu tadinya merasa kecut ketika mengetahui Juna memiliki hubungan dekat dengan Ferdinand. Namun, dia merasa lega karena Ferdinand ternyata berdiri netral di tengah-tengah dia dan Juna dan justru hendak mendamaikan mereka.“Oh, pemilik tempat ini?” Juna tidak terlihat gentar.Hal itu membuat perasaan manajer tempat karaoke menjadi bingung. Kenapa Juna masih bisa tenang? Padahal harusnya Juna mulai terlihat gugup atau semacam itu.Apa yang membuat Juna bisa begitu tenang dan santai?“Di sini, Tuan!” Anak buah di sana membawa pemilik karaoke ke ruangan manajer. “Orang yang membuat gaduh dan menyebabkan pak manajer marah ada di sini!”Seorang lelaki masuk ke ruangan manajer tempat karaoke dibuntuti seorang anak buah. Si manajer sudah tak sabar ingin melihat Jun
Manajer bernama Alan melotot ke dua lelaki tadi dengan maksud memberi isyarat agar mereka tutup mulut tak perlu bicara apalagi menyebut namanya.Yang lebih kacau lagi adalah salah satu dari mereka malah langsung menuding ke Juna. “Iya! Aku yakin itu dia! Bos Alan, tolong tangkap dia! Dia mematahkan tanganku!”Manajer yang sudah kepalang malu bergegas berdiri dari berlututnya, memukul kepala orang itu dan menghardik, “Diam! Bos apanya? Jangan sembarangan bicara atau aku cincang kau!”Lelaki tadi bingung melihat tanggapan dari Alan. Bukankah biasanya si manajer akan selalu memihak mereka dan memberikan perlakuan istimewa pada mereka setiap datang ke tempat karaoke itu? Kenapa sekarang ….“Siapa dia, Alan?” tanya Teguh dengan suara dingin pandangan memicing tajam ke manajernya.“A—Ah! I—Itu bukan apa-apa, Bos! Mereka bukan siapa-siapa aku! Mereka hanya orang tak penting. Mungkin pengunjung manja yang berpikir bisa seenaknya bertingkah hanya karena punya sedikit uang.” Si manajer gugup ke
Mata gadis itu berkaca-kaca dan berbinar ketika senyumnya muncul. “Mau, Tuan! Mau! Saya akan bekerja untuk Tuan!” Dia bersemangat menerima tawaran Juna.Bekerja pada penyelamatnya, tentu ini hal yang masuk akal, bukan?“Jangan panggil tuan, panggil saja pak.” Juna bersikap santai sambil mengeluarkan uang dan kartu nama dari dompetnya. “Ini, gunakan ini untuk pulang. Besok temui aku di kantorku ini. Bilang ke resepsionis sambil menunjukkan kartu namaku ini ke dia bahwa kau sudah punya janji denganku.”Gadis itu mengembalikan uang Juna dan tetap menerima kartu namanya. “Terima kasih, Pak! Selamat malam!” Dia membungkuk lagi ke Juna dan Teguh, lalu berlari keluar untuk pulang menggunakan angkutan umum.Juna dan Teguh saling berpandangan dan tersenyum.“Bocah zaman kini penuh semangat darah muda.” Teguh sambil terkekeh.“Saya setuju dengan Pak Teguh, ha ha!” Juna menimpali.Saat mereka melangkah keluar dari tempat karaoke, langit sudah berubah hitam pekat dengan hiasan bulan serta bintang
Juna, Teguh, dan orang-orang di restoran sederhana itu sama-sama terkejut dengan seruan wanita paruh baya itu.‘Aku menghamili seorang gadis? Kenapa aku tak tahu itu?’ Juna membatin di hatinya.Sementara, wanita paruh baya itu semakin keras memberontak dari tarikan mantan gadis LC yang merupakan putrinya.“Ma! Sudah! Jangan mempermalukan diri sendiri di sini! Mama ngawur!” Mantan gadis LC tadi masih terus menarik-narik lengan ibunya yang keras kepala.“Aku sedang memperjuangkan harga diri dan masa depanmu di sini! Mempermalukan apanya?” Ibu si gadis mantan LC melotot ke putrinya dan menyentakkan lengan sehingga dirinya bisa terbebas.Dengan berjalan cepat, ibu si gadis mantan LC segera mendatangi meja tempat Juna dan Teguh duduk.“Masih bisa enak-enakan di sini makan hotpot, heh?” Ibu si gadis mantan LC memarahi Juna sebelum tangannya menyambar teko teh panas di meja, hendak menyiramkan ke Juna.Namun, apakah itu mungkin terjadi dilakukan pada bekas panglima kuat dari era kuno?Sett!
Si ibu menoleh ke Juna dengan pandangan linglung, “Ka—Kamu sudah menerima dia di kantormu? Jadi, kamu—oh, maksudku, Anda … pemilik perusahaan?”Juna tersenyum melihat perubahan panggilan untuknya dari si ibu.“Ibu, duduklah terlebih dahulu. Tentu tak baik berdiri terus begitu untuk Anda dan putri Anda yang sedang hamil.” Juna menunjuk dengan sopan ke dua kursi kosong di meja mereka.Maka, dengan sikap sungkan dan malu, si ibu menarik Kezia untuk menerima tawaran duduk dari Juna.Kezia duduk di sebelah Juna, sedangkan si ibu di sebelah Teguh.“Pelayan!” Teguh memanggil pelayan. “Tolong berikan 2 piring lagi. Tambah juga dagingnya.”Sebagai orang yang bertanggung jawab pada hidangan di meja, tentu teguh paham apa yang harus dia lakukan.Kezia dan ibunya pun ikut makan meski dengan rasa sungkan karena tadi mereka sudah membuat keributan.“P—Pak Juna, maafkan saya.” Ibunya Kezia sudah mengetahui nama Juna dari Teguh. “Saya ini orang kampung, minim tata krama. Maaf kalau saya tadi kasar da
Kezia justru kesal mendengar ucapan ibunya. “Mama ini apaan, sih? Membuatku malu saja di depan calon bosku!” Kemudian sambil bersungut-sungut, dia masuk ke kamarnya.Namun, si ibu masih saja mengejar dan ikut masuk ke kamar untuk memberikan berbagai bujukan bernada sama: menjadi pacar Juna, si bos.Ketika Kezia sedang berada di bawah bujuk dan persuasi level memaksa dari ibunya, Juna saat ini sedang bersama Anika, menikmati waktu berdua mereka di penthouse.“Rasanya sepi nggak ada mbak-mbak yang menemani aku.” Anika menatap sekeliling yang terasa sunyi saat duduk bersama Juna di ruang tengah.“’Kan ada aku, Sayang.” Juna mendekatkan bibirnya ke wajah Anika sambil setengah berbisik.“Mas ini ….” Anika tersipu dan menjauhkan sedikit wajahnya dari Juna yang sedang terkekeh.“Aku sudah pindahkan mereka di apartemen yang aku beli murah dari Hamid. Sebenarnya beberapa apartemen di sana aku ingin berikan ke kamu dan Rafa.” Juna menyampaikan rencana itu sambil meraih jemari Anika untuk dia ma
“Harghhh … mmrrghh ….” Juna masih menggeram sembari menahan sakit di kepalanya.Menyaksikan pria tercintanya dalam kondisi aneh dan kesakitan begitu, bagaimana mungkin Anika tidak langsung berpikiran, ‘Ini tulahku! Ini kesialan yang melingkupi aku. Aku sudah membawa celaka ke Mas Janu!’Juna memicingkan mata menahan sakit di kepala yang mendadak berdenyut hebat dan melihat Anika di depannya yang sudah terduduk dan menangis tanpa suara.“Nik … Sayang, jangan menangis.” Juna menahan sakit sambil meraih Anika untuk dia peluk.“Mas Janu pasti kena tulah aku, ya ‘kan? Hiks! Mas Janu … lihat, benar, ‘kan? Aku ini cuma bawa sial untuk siapa pun pasanganku, hiks!” Anika menangis di dada Juna pada akhirnya.“Tidak, Nik. Bukan karena itu.” Juna kini mengerti kenapa Anika menangis.Sebenarnya dia terharu dengan Anika menangis untuknya ketika melihat dia kesakitan. Di merasa sangat dicintai oleh wanita terkasihnya. Bukankah itu membahagiakan?Sementara itu, Anika menggeleng dan masih tersedu-sedu
Anika seperti mendengar suara Juna memanggilnya, tapi dia tak yakin. “Mas Janu memanggil aku? Tapi kenapa? Untuk apa? Ah, aku mungkin berhalusinasi.”Namun, tak berselang lama, Hartono keluar dari kamarnya dan menyeru ke Anika di lantai bawah, “Anika! Cepat naik! Juna membutuhkan kamu!”Kepala Anika menengadah ke selasar lantai atas, mendapati ayah mertua Juna berteriak panik padanya.“O—Ohh, baiklah, Pak!” Anika pun tidak ragu lagi.Dia bergegas lari menaiki anak tangga karena Juna membutuhkan dia, entah mengenai apa, yang penting dia datang dulu untuk kekasih tercinta.“Erghhh!” Juna masih berjuang menyalurkan energi murni dia melalui dahi Rafa.Ketika dia melihat Anika sudah datang di ambang pintu kamar Hartono, Juna memanggil, “Nik! Kemari, Nik! Bantu aku!”Anika tidak berpikir apa pun selain menuruti pria terkasih. Dia mendekat ke Juna.“Pegangi dan tahan tangan Rafa sambil kamu salurkan energi murni kamu ke dia melalui tangannya!” Juna memberi arahan.Lekas saja Anika melakukan