"Tapi, aku ini seorang pelacur Tian dan kau tahu kan itu artinya apa? Itu artinya kau harus membayarku seharga satu triliun?" Ucap Ara yang langsung membuat Tian terdiam, sedangkan Ara ia terkekeh dalam diam karena bisa membuat Tian terdiam.
Ah, untung saja pikirannya mengingat waktu Tian mengatakan bahwa laki-laki itu tak akan mau memberikan uang satu triliun untuk dirinya. Uang sebanyak itu tak akan sebanding untuk membeli keperawanan nya.
Ingatannya masih berfungsi dengan sangat baik sekali rupanya saat ini.
Tian berdehem sebentar sebelum menjawab ucapan Ara itu.
"Aku mengajakmu pacaran Ra bukan mengajakmu tidur sehingga aku harus membayar mu seharga satu triliun seperti itu." Ucap Tian.
"CK! Bagiku itu sama saja Tian. Jadi kau harus membayar tarif yang sama untuk itu."
"Aku mengajak mu pacaran dengan baik-baik Ara, kenapa kau malah ingin merampok ku hm?"<
Pagi telah menjelang bersama sinar matahari yang mengintip lewat celah-celah jendela kamar milik Ara.Namun Ara belum ingin lepas dari selimut yang membungkus dirinya itu. Ia benar-benar kesulitan untuk memejamkan matanya tadi malam hingga saat pagi menjelang seperti ini, ia menjadi sulit untuk bangun pagi. Padahal ia paling anti bangun kesiangan.Masih terasa lembut yang membekas di bibir ciuman itu tapi kemudian ia langsung menepis Semua nya dengan kasar saat wajah Karin mampir di otak nya.Tidak, ia tidak boleh seperti ini. Ia harus bisa mengontrol dirinya. Pelacur adalah kedok nya nya namun alasan di balik pelacur itulah yang sampai saat ini masih ia pegang dengan teguh.Suara deringan ponsel membuat Ara menggerakkan tangan nya ke sisi kasur yang ia yakini terakhir kali ia menaruh ponselnya itu disana.Tepat sekali, Ara menemukan ponselnya yang berdering itu di sisi kasurnya.
Ara keluar dari kontrak kan nya tepat sekitar pukul sepuluh. Setelah menyelesaikan ritual makan es batu yang sangat membuat dirinya Bahagia itu, kini ia berniat untuk berkunjung ke rumah orangtuanya. Ada beberapa hal yang harus ia selesaikan terlebih dahulu. Terutama kepada sang kakak Ardan!Sebuah mobil sudah menunggu dirinya saat ia baru saja selesai mengunci rumahnya.Alisnya berkerut karena ia tak mengenali mobil tersebut. Itu bukan mobil dari rumahnya ataupun mobil milik Tian. Untuk kalangan atas Ken, mobil ini tentunya juga bukan miliknya. Ia sangat hafal sekali selera sahabat nya itu. Dan ia Sangat yakin bukan Ken lah pemilik mobil tersebut.Kakinya melangkah untuk mendekati mobil itu, ah bukan. Lebih tepatnya untuk berlalu saja agar bisa segera sampai ke tempat tujua
Ara sibuk memainkan ponselnya yang ia sendiri tidak tahu apa yang sedang ia mainkan itu. sudah hampir 20 menit berlalu namun sosok Tian tak kunjung datang. Bukankah ia sangat menginginkan pertemuan ini? lalu mengapa ia seperti ini? seharusnya Tian lah yang menunggu dirinya.Ara melihat ke arah pintu masuk, tak ada tanda-tanda Tian akan datang, atau memang laki-laki itu tidak akan datang menemuinya seperti apa yang ia katakan tadi malam? apakah saat ini ia sedang di permainkan? awas saja jika benar iya.Ia coba untuk tetap tenang dan menepis semua dugaan yang ada di dalam otaknya, ia tahu bahwa Tian tak akan mungkin melakukan hal seperti ini padanya.tapi bagaimana bisa ia mempercayai laki-laki yang bahkan membuat ia menunggu terlalu lama seperti ini?
“Apa yang kalian ingin lakukan?” Tanya Ara.“Maaf kan kami nona, tapi kami hanya menerima perintah dari tuan muda. jadi mari kita kerja sama untuk ketenangan kita berdua.” Jawab pelayan yang berkulit hitam manis tanpa ada sedikitpun senyum yang terbit di wajahnya.Alarm di otak Ara sudah berbunyi pertanda bahwa saat ini ia sedang berada dalam bahaya. Tapi saat seperti ini pada siapa ia akan meminta bantuan? Tidak! ia tidak boleh seperti ini. pokoknya ia harus bisa keluar dari situasi seperti ini bagaimana pun caranya.Nama Ardan muncul begitu saja diotaknya hingga membuat ia mengembangkan sebuah senyum tanda ia sudah tau apa yang harus ia lakukan.Sementara para pelayan itu sibuk mendandani d
"So, Will you marry me Nona Tiara Aprilia?" Ucap Tian lagi dengan sangat lantang hingga semua orang yang berada di sana bisa mendengar nya.Ara menatap nyalang pada manik mata Tian yang sedang menatapnya itu, sungguh ia benar-benar sangat ceroboh sekali hingga bisa masuk dalam jebakan yang ia bikin sendiri. Entah bagaimana aksi nya ini bisa diketahui oleh Tian. Tapi ia juga tak mempunyai pilihan lain saat ini.Mungkin Memang Tian adalah jawaban yang diberikan oleh Tuhan untuk memecahkan kasus ini.Ara mencoba mengembangkan senyum nya semanis mungkin di hadapan Tian dan para undangan yang ada. Ia memejamkan matanya sejenak mencoba berdiskusi dengan hatinya sendiri.Ini adalah titik terang yang ia cari selama ini, dan
"A-aksa Ra." Jawab Lisa dengan terbata-bata. Ia tak berani melihat wajah Ara. Yang bisa ia lakukan adalah menundukkan kepala nya saja."Maaf sebelumnya Ra, tapi Aksa adalah ayah dari anak yang sedang aku kandung ini Ra." Lanjut Lisa.Sontak saja jawaban itu langsung membuat Ara terdiam. Ia menatap mata Aksa dengan penuh terluka. Ini lebih sakit dari sekedar mengetahui perselingkuhan mereka waktu itu.Tadinya ia bermaksud untuk cepat menyelesaikan penyelidikan nya dan kembali lagi bersama Aksa mengingat laki-laki itu selalu saja mengekor dirinya, tak jarang juga Aksa sering chat dirinya terus menerus.Tapi hari ini, ia benar-benar tidak bisa mempercayai semuanya ini."Jadi, sudah sangat lama sekali kalian bermain di belakang aku hm? Tega kami Lis? Aku ini sahabatmu."Jawaban yang diucapkan oleh Ara dengan nada rendah itu seperti cambuk untuk Lisa. Jujur saja,
Pagi sekali, Ara sudah sangat rapi menunggu jemputan dari Tian. Mereka berdua berjanji untuk sarapan bersama pagi ini di kediaman Tian.Entahlah ia juga tidak tahu apa yang sebenarnya sedang di rencana kan oleh Tian saat ini. Ia sedang malas untuk berpikir apapun. Jadi ia lebih memilih untuk mengikuti saja semua yang laki-laki itu Katakan.Ara memainkan ponselnya karena begitu bosan menunggu kedatangan Tian yang sampai saat ini belum juga menampakkan batang hidungnya. Bukankah laki-laki itu selalu on time? Lalu ada apa dengan hari ini? Sudah lewat dua puluh menit dari waktu yang mereka berdua janjikan tapi entahlah, kemana perginya Tian saat ini.Bosan dengan aktivitas yang hanya menjadi penikmat dari cerita orang yang di bagikan di media sosial, akhirnya Ara menutup ponselnya itu dan kemudian menyandarkan dirinya di sandaran kursi sambil memijat pelipisnya.Entah apa yang salah, setelah mengenal Tia
"Ra." Panggil Tian saat sejak tadi orang yang ia ajak bicara itu tak kunjung memberikan respon atas ucapannya.Ara tersadar dari lamunannya dan kemudian langsung menoleh ke arah Tian, "Eh, tadi ngomong apa?" Tanya Ara.Ia benar-benar tidak mendengar dengan sangat baik ucapan Tian sejak tadi, karena pikirannya terus saja memikirkan tentang laporan dari orang suruhannya itu.Bahkan karena ini semua ia tak sempat untuk memikirkan tentang dirinya dan juga Aksa serta Lisa.Ah entahlah, ia bahkan tak tertarik dengan perihal tadi malam itu. Tak ada lagi bayang-bayang wajah Aksa yang bermain di ingatan.Kecewa? Iya! Ia benar-benar kecewa dengan semua kebenaran yang ia terima. Tapi mau bagaimana lagi? Ia bahkan tak bisa mengubah takdir yang telah dipersiapkan oleh Tuhan untuk dirinya ini."Kamu kenapa sih Ra? Sarapannya nggak enak?" Tanya Tian lagi. Ia benar-benar tak