Aku dan Abian sampai rumah pada waktu adzan Isya berkumandang. Ternyata tidak hanya ada papa dan Mama, Paman Wibowo dan Paman Hamzah sudah berada di rumah. "Kenapa lama sekali, apa Abian membawamu ke tempat yang tidak-tidak?" tanya Paman Wibowo dengan tatapan menusuk terarah pada Abian."Tidak, Paman. Abian mengajakku ke Melawai dan kami mampir ke Masjid untuk menunaikan sholat Magrib."Baru saja datang, tapi Mereka seperti wartawan yang ingin memperkeruh suasana saja.Aku duduk di sofa samping Mama, wanita berwajah teduh itu kembali menghangatkan diriku dengan menggenggam erat tanganku. Memastikan bahwa keadaanku baik-baik saja."Bagaimana dengan pemberitaan di luaran sana?" Papa mulai membuka pembicaraan."Masih sama, banyak pakar yang ikut campur masalah video itu. Sebagian mereka mengatakan bahwa video itu benar adanya. Tapi pihak Sandoro menentang keras dan mencari siapa pelaku yang berani memfitnah Akbar dengan Video yang mereka anggap itu hanya rekayasa. Untuk sahamnya, sudah
"Jangan berani-berani mendekati atau menyentuh diriku lagi. Karena sebentar lagi kau bukan istriku!""Apa maksudmu bicara seperti itu, Mas? Apa kau ingin membuangku setelah banyak hal yang aku korbankan demi masa depan kita!"Akbar mendorong tubuh Mulan agar menjauh, ia mencoba untuk menenangkan dirinya yang sebenarnya diliputi hasrat ingin menyentuh lawan bicaranya."Aku tidak terima Mas! Kembalikan Nathan padaku, kalau kau…""Diam!" Akbar tak dapat mengontrol emosi dalam jiwanya. "Sekali lagi kau berbicara, kau akan merasakan bagaimana rasanya rasa perih itu menjalari seluruh tubuhmu."Mulan mengatupkan bibirnya. Nyalinya menciut saat melihat kilatan kemarahan terpampang jelas di kedua mata Akbar.Mulan melangkah mundur menghindari tatapan mata Akbar. Ia tidak ingin mencari mati, nyawanya harus tetap hidup demi mewujudkan mimpinya sebagai istri satu-satunya Akbar.Ia harus memulai sebuah rencana agar Akbar kembali tergila-gila pada tubuhnya. Apapun itu, Ia harus melakukannya.Akba
Abian melangkah masuk ke dalam rumahnya. Pria itu terlihat begitu santai saat melangkah, kedua sudut bibirnya membentuk sebuah senyuman yang terukir jelas di wajahnya."Wah, wah…Sepertinya ada sesuatu yang membuat dirimu terus tersenyum seperti itu."Abian menghentikan langkahnya dan menoleh ke arah sumber suara tersebut."Kenapa kau ada di rumahku?" Abian menatap malas pada seseorang yang saat ini sedang duduk di sofa ruang tamu."Seharusnya kau berterima kasih padaku. Akulah yang menyebabkan kau tersenyum seperti itu." Aslan menjawab dengan terlihat begitu santai."Tapi gara-gara dirimu, wanitaku mengalami insiden. Kepalanya terbentur dasboard Mobil." Abian ikut serta duduk di hadapan Aslan yang telah dibatasi oleh meja bundar dari kaca."Wanitamu? Yang benar saja, Abian. Mawar itu masih istri Akbar.""Cerewet!" kesal Abian memandang wajah Aslan, sahabatnya itu."Jangan mengatai diriku. Kau akan menyesal jika aku mengatakan bahwa kau dalang dibalik ini semua. Mobil yang mengejar buk
Aku terus saja menggedor pintu kamar untuk mendapatkan simpati dari Mama atau Papa. Jika terus berada di dalam kamar, bagaimana aku bisa berbicara dengan Papa? Lagi pula, apa salahku sampai-sampai harus dihukum Seperti ini. Aku bukanlah anak kecil yang melakukan kesalahan dan harus berdiam diri di kamar. "MA, PA! Buka pintunya!" teriakku sambil terus menggedor pintu dan berharap ada tanggapan dari kedua orang tuaku itu.Karena tak ada tanggapan, aku memutuskan untuk kembali duduk di tepi ranjang sambil memikirkan cara agar bisa keluar dari kamar.Saat akan kembali menggedor pintu kamar, ponselku berdering pertanda ada seseorang yang meneleponku.Saat memeriksa ponsel, ternyata Abian yang saat ini sedang menelponku."Hallo, assalamualaikum. Apa sebenarnya rencanamu dengan papa?" aku sudah tidak memikirkan asas kesopanan. Tidak peduli jika Abian merasa tersinggung dengan ucapanku bahwa diriku telah bersekongkol dengan Papa mengurungku di dalam kamar.'Apa maksud ucapanmu, Mawar? Aku ti
Matahari bersinar terang, pertanda langit malam telah menghilang tergantikan oleh eksotisnya keindahan sang penerang siang.Dan dengan semangat pagi ini, Aku memilih untuk menggunakan gamis berwarna peach dengan dipadukan hijab berwarna hitam. Aku menatap wajahku pada kaca rias, memperhatikan wajah cantik yang aku miliki. Jika diperhatikan, wajahku dan Mulan sangatlah berbeda. Wanita itu memiliki kulit kecoklatan, berbeda dengan diriku yang putih. Mungkin itu penyebabnya, Mas Akbar lebih memilih meninggalkan diriku dan memilih wanita lain untuk melahirkan anaknya.Sempat merasa kecil dengan kenyataan yang aku rasakan, kembali aku mengingat bahwa Mulan seringkali memakai lipstik merah menyala.Dengan perasaan ragu, aku mengambil warna lipstik merah dan mengoleskan lipstik merah itu pada bibirku.***Aku dapat merasakan tatapan aneh yang dilayangkan pada diriku. Mama dan Papa tampak begitu terkejut dengan perubahan wajahku."Apa kau tidak salah memilih warna lipstik?" tanya Mama yang ma
Mulan merasakan pukulan mendarat di hatinya. Lagi-lagi Akbar telah mengatakan sesuatu yang membuat hatinya sakit tak tertahankan. Walaupun ia menginginkan posisi Mawar, bukan berarti dirinya akan melakukan hal-hal diluar batas dengan menyebar video panasnya bersama Akbar di hadapan orang banyak."Ya, aku memang ingin sekali memiliki posisi Mawar. Menjadi satu-satunya istri seorang Akbar Sandoro. Tapi, apa yang aku dapatkan? Tidak ada. Kalaupun akulah pelakunya, coba lihat diriku sekarang. Apakah aku mendapatkan posisi Mawar?"Akbar memijat kepalanya, ia merasa sangat kesal dengan Jawaban yang diberikan Mawar. Tapi disisi lain, tidak mungkin Mawar melakukan ini semua. Mulan kembali mendekatkan dirinya pada Akbar, mencoba untuk kembali merayu suaminya itu."Jangan berani-berani mendekati atau menyentuh diriku!" ancam Akbar saat menyadari Mulan telah duduk di sampingnya.Wanita itu tersenyum miring menanggapi perkataan Akbar. Ia melirik sekilas bagian tengah kedua Paha Akbar yang terlih
Perjalanan menuju ke Restoran terasa begitu lama. Berada dalam keadaan bersama dengan Abian terlalu lama membuat suasana menjadi kurang nyaman. Saat Mobil telah hampir sampai pada tempat yang kami tuju, ponselku kembali berdering pertanda bahwa ada seseorang yang mencoba menghubungi nomor telponku.Saat melihat layar ponsel, ternyata orang tersebut tak lain adalah Mas Akbar. Tanpa berpikir panjang, aku menjawab telpon."Hallo, assalamualaikum…" walaupun berat, salam tetap aku ucapkan.'Waalaikumsalam, sayang. Akhirnya aku bisa mendengar suaramu lagi. Mawar, percayalah padaku. Orang yang di dalam video itu bukanlah diriku.'"Jadi, kau menyangkalnya?"Hening sejenak.'Iya, itu bukan aku. Ada orang yang sengaja menyabotase pesta kita. Percayalah padaku.'Aku tersenyum masam mendengar jawaban Mas Akbar. Dalam situasi seperti ini, masih saja dirinya menyangkal kebenarannya."Sudahlah Mas, kita akan bertemu di pengadilan. Aku sudah mengajukan permohonan gugatan perceraian. Aku harap kau dap
'Apa yang saat ini anda rencanakan?''Apakah anda akan bercerai?''Bagaimana jika dalam video tersebut bukanlah Akbar?''Apakah anda memiliki hubungan dengan Abian?''Kapan anda akan mengajukan gugatan perceraian?''Apakah anda siap menjadi seorang janda?''Siapakah wanita dalam video itu?''Apakah benar anda tidak dapat memberikan anak, dan itulah penyebabnya Akbar berselingkuh?'Aku sama sekali tak memperdulikan rentetan pertanyaan tersebut. Abian membawa tubuhku menerobos para wartawan yang berada di luar. Kami masuk ke dalam restoran yang saat ini telah resmi dibuka.Walaupun sudah resmi dibuka, tetapi Abian memutuskan untuk memberikan sampel makanan gratis untuk para pengunjung pertama yang dibatasi sampai lima puluh orang saja."Perkenalkan, ini adalah Bu Mawar. Pemilik restoran ini."Aku menatap wajah pria yang saat ini berdiri di sebelahku."Abian, aku…""Perkenalkan dirimu."Aku tergagap, dan itu membuat diriku sedikit malu di hadapan para karyawan restoran yang telah direkru