Flashback off"Lalu, apa yang selanjutnya terjadi?" tanyaku penasaran pada Mama. Wanita itu terlihat tersenyum dan menggelengkan kepalanya."Mama, ayolah…" rengekku, berharap Mama mau mengatakan sesuatu."Mama kurang mengerti, tapi setelah tahu jika Wibowo mengangkat anak Abian, mama baru mengenal Abian. Papamu hanya bercerita sebatas itu saja. Jadi, jika kau ingin mengetahui kebenarannya, bicarakan saja pada Papamu." Lanjut mama dan mulai bangkit dari tempat duduknya."Jadi, tidak ada lagi yang mama ketahui?"Mama menggeleng dan melangkahkan kakinya keluar dari kamar.Kepergian Mama membuatku tersadar bahwa hal yang tak aku ketahui tentang Abian, akhirnya terbongkar juga. Ternyata, pria itu dari dulu begitu berminat dan benar-benar jatuh cinta padaku.Aku memejamkan kedua mataku, membayangkan berbagai macam hal yang terjadi akhir-akhir ini.Rasa sakit hati yang diciptakan oleh Akbar telah berada di satu titik yang begitu dalam. Hatiku terasa lebih tenang dengan sikap yang aku lakukan
"Ma, aku berangkat dulu." Ucapku pada Mama dan Papa yang sedang menikmati sarapannya."Ke persidangan?""Tidak Ma, aku akan ke restoran." Jawabku dengan melewati mereka tanpa berinisiatif untuk ikut serta dalam mencicipi sarapan pagi."Tidak sarapan terlebih dahulu!" teriak Mama yang masih terdengar di telingaku, namun tidak aku hiraukan peringatan Mama. Aku bergegas menuju ke garasi mobil dan tancap gas menuju ke tempat yang aku inginkan, yaitu restoran. Aku tidak ingin berdiam diri saja di rumah.Sesampainya di halaman depan restoran, aku melihat mobil seseorang yang sangat aku kenali. Ingin rasanya untuk menghindari pemilik mobil itu, namun harga diriku menolak untuk menghindarinya. Benar saja, saat aku turun dari mobil dan berjalan masuk ke dalam restoran, aku disambut oleh Akbar dan Mulan.Sepasang suami istri itu terlihat duduk santai, menikmati minumannya. Kali ini, aku begitu menyesali keputusanku untuk membuka restoran terlalu pagi.Pandanganku bertemu dengan Akbar, pria itu
Aku tak memperdulikan pandangan mata tiap orang yang berada di restoran. Bentakan keras yang aku layangkan pada Mulan terdengar begitu jelas dan pastinya menarik perhatian pengunjung yang kebetulan sudah ada dan para karyawan restoran."Mawar, kecilkan suaramu. Aku tidak ingin menjadi bahan pembicaraan orang-orang." tegur Akbar tanpa bisa mengerti perasaanku."Pergi kalian semua," aku mencoba untuk bersabar.Mulan bangkit dari tempat duduknya, aku pikir Ia akan pergi. Namun, nyatanya wanita itu malah mendekat pada diriku, jarak kami hanya tinggal selangkah saja."Aku tidak peduli, jika suatu saat nanti Akbar akan jatuh cinta pada wanita lain. Aku akan menutup mata dan telinga, pura-pura bodoh dan tak peduli dengan itu semua. Itulah jawabanku, Rose alias Mawar yang berpura-pura menjadi Selingkuhan suami orang, agar mendapatkan kepercayaan dariku." Mulan terlihat tersenyum manis saat mengatakan itu semua. Wanita ini begitu cueknya dan percaya diri dalam mengatakan hal yang begitu sensi
"Aku tidak akan pernah memberikan kesempatan itu pada dirimu." Akbar menatap wajah Abian, lalu kembali memandang ke arahku."Walaupun pada akhirnya kita akan bercerai, tapi satu hal yang harus kau ketahui. Aku tidak akan membiarkan siapapun termasuk Abian sekalipun, untuk mendekati dirimu. Dan satu hal yang harus kau ketahui Mawar, alasanku menikahi Mulan agar kau tidak tersiksa dengan penyakitku.""Apa maksudmu?""Aku menderita kelainan seksual, dan aku tida ingin kau menderita karena diriku."Setelah mengatakan hal itu, Akbar menarik tangan Mulan agar mengikuti langkahnya keluar dari restoran."Mawar, lebih baik kau pulang saja. Biar hari ini, aku akan mengurus restoran ini. Kejadian tadi, pasti telah…""Abian, apa aku terlihat begitu lemah? Sepertinya kau terlalu meremehkan diriku."Aku melangkah melewati tubuh Abian, ingin mencari tempat untuk melupakan semuanya dan hal itu akan berakhir dengan pemikiran-pemikiran yang tak kunjung selesai. terlebih, ucapan terakhir Akbar yang begitu
Jimmy tersenyum penuh arti saat dapat merasakan hembusan kasar keluar dari mulut Sandoro. Pria itu terlihat begitu kesal, bahkan sampai menggebrak meja kerjanya."Cepat bawa wanita itu kemari! Akan aku perlihatkan sesuatu yang membuat dirinya memohon untuk dilenyapkan dari muka bumi ini!"Jimmy mengangguk, lalu melangkahkan kakinya keluar dari ruangan kerja bos nya itu. Tangan kanannya merogoh saku celananya dan mengeluarkan ponsel. Dengan lihai, ia mencari nomor kontak seseorang yang ia kenal."Satu Masalah selesai, sisanya akan aku serahkan padamu." Ucap Jimmy saat ponsel telah ditempelkan pada telinganya.Setelah mengatakan hal itu, Jimmy kembali memasukkan ponselnya pada saku celananya.Pria itu berjalan dengan senyuman yang terukir jelas menghiasi wajahnya. Satu persatu, ya. Ia akan memberikan sebuah kado terindah untuk keluarga Sandoro. Kado yang tidak akan pernah Sandoro bayangkan dalam kehidupannya.***Setelah perdebatanku dengan Akbar di restoran, aku memutuskan untuk pergi
"Terlalu banyak hal yang diberikan Abian untukku. Namun, satupun tak ada yang bisa aku berikan padanya."Siti menatapku tajam."Itu bukan jawaban dari pertanyaanku. Lagi pula, mana bisa kau membalas satu persatu hal yang dilakukan Abian terhadap dirimu."Aku menoleh, menatap wajah Siti."Maksudmu, atau jangan-jangan…kau juga tahu soal Papa dan Abian?"Siti mengangkat kedua bahunya, ia terlihat begitu acuh.Saat ingin kembali menanyakan sesuatu, ponselku berdering pertanda bahwa ada panggilan masuk.Jimmy?Aku segera menjauh dari Siti, mencari tempat agar bisa leluasa bicara pada Jimmy."Hallo, Jimmy!"'Apa aku mengejutkan dirimu?'aku menggeleng, walaupun aku tahu Jimmy tidak mungkin bisa melihat diriku."Apa yang terjadi sebenarnya? Kau menghilang semenjak pesta itu." Teringat terakhir kali aku melihatnya, Jimmy sedang berada pada posisi dekat layar proyektor.'Tidak perlu dibahas, tenang saja. Yang penting rencana kita sudah berjalan sesuai dengan alur yang kita buat,' suara Jimmy
Sesuai dengan keinginan Jimmy, Aku segera meninggalkan rumah Siti dan langsung menuju ke lokasi yang telah Jimmy katakan.Tidak butuh waktu lama untuk bisa segera sampai, karena lokasi tempatnya tidak terlalu jauh dari rumah Siti. "Maaf Mbak, Meja atas nama Jimmy?"tanyaku pada seorang pelayan restoran yang ditugaskan untuk menyambut kedatangan para pengunjung.Pelayan tersebut tidak langsung menjawab, namun melihat pada ponselnya."Atas nama Jimmy meja nomor tujuh." Jawabnya sambil tersenyum padaku."Terimakasih,"aku melihat ke sekeliling dan mendapati meja nomor tujuh yang ternyata telah ada seseorang yang menempati meja tersebut. Karena orang itu duduk menghadap ke arah berlawanan denganku, jadi aku tak bisa melihat siapa sosok wanita itu."Bukankah seharusnya, Jimmy?" ucapku sambil terus berjalan mendekati meja tersebut."Kau?" aku sungguh terkejut saat mendapati Mulan yang menduduki kursi meja pesanan Jimmy."Rose, apa yang kau lakukan disini?""Seharusnya, aku yang bertanya! Ap
Bab 164Siti terus saja menarik tubuhku agar keluar dari restoran. Sebenarnya kesal dengan sikap Siti, namun aku tak ingin membuat keributan baru, lagipula aku yakin. Siti pasti memiliki sesuatu hal yang penting yang ingin disampaikan padaku."Masuk!" perintahnya tanpa memperdulikan ekspresi wajahku.aku meneliti mobil yang berada di hadapanku. Saat ingin kembali memprotes, mobil terbuka dari dalam dan Siti sekuat tenaga mendorong tubuhku agar masuk ke dalam."Kalian sedang mencoba untuk mempermainkan diriku?' tanyaku pada Abian yang telah duduk manis, bersiap untuk menyetir mobil.Tak ada Jawaban sampai mobil terus berjalan menjauhi Siti yang terlihat masih tertinggal di depan Restoran. Aku hanya dapat menghela nafas berat, membayangkan kembali wajah Mulan tanpa dosa itu terlihat begitu santai saat berhadapan langsung denganku."Apa yang dikatakan Jimmy?" setelah sekian lama, baru terdengar ucapan Abian."Hanya ingin bertemu.""Apakah kau tidak curiga sama sekali?""Sedikit, tapi aku