Dengan keadaan Akbar yang tertidur pulas karena obat yang diberikan oleh Mulan yang bekerja sangat baik. Wanita itu tidak ingin melewatkan kesempatan untuk segera merogoh ponsel suaminya agar dapat mencari data-data Istri pertama Akbar. Saat ponsel sudah didapatkan, Mulan merasa begitu bodoh. Karena tidak mungkin, seorang Akbar membiarkan begitu saja ponselnya tanpa adanya kata sandi. Beberapa kali Ia mencoba membuka kata sandi ponsel Akbar, namun hal itu tidak mendapatkan hasil apapun. "Sial!" geramnya ingin sekali membanting Ponsel Akbar."Baiklah, kalau rencana pertamaku gagal, akan aku lakukan rencana keduaku." Mulan segera mengembalikan ponsel Akbar saku celana pria yang saat ini sedang bermain dalam alam mimpinya.Mulan mengambil inisiatif untuk berpose tanpa sehelai benangpun bersama dengan Akbar. Sebelum melakukan hal itu, Mulan melucuti satu persatu pakaian yang dikenakan oleh Akbar.***Abian memandang penuh curiga pada pria yang saat ini sedang meringkuk tak berdaya dala
Abian menangkup wajahku, dan hanya menatapku lalu ia tersenyum, dan jantungku mulai berdebar bahkan isi perutku seperti bergejolak ingin keluar. "Semua akan berjalan lancar. Lihat saja nanti. "Ucap Abian tepat di hadapanku. Jantungku yang beberapa detik lalu berdebar tak karuan kembali sedikit tenang setelah ambient menjauhkan wajahnya dari wajahku. "Abian, ini salah. Kita tidak boleh terlalu dekat seperti ini," Abian tidak langsung menjawab pernyataanku. Pria itu kembali pada setelan awal, tak bisa kutebak cara memandang wajahku atau isi pikirannya.Abian memilih untuk membalikkan tubuhnya membelakangi tubuhku."Baiklah, kalau begitu aku pergi dulu."Aku hanya bisa diam saat langkah kakinya menjauh meninggalkan diriku sendiri. Suasana yang ramai pengunjung tak bisa aku rasakan karena Kepergian Abian yang seakan marah karena penolakanku pada keinginannya untuk pergi ke Balikpapan Center.Aku tak mungkin bisa melakukan itu semua, walaupun aku sudah diselingkuhi oleh Mas Akbar. Karena
Semenjak pertengkaranku dengan Mas Akbar, aku tak pernah lagi melihat wajahnya selama tiga hari ini. Pria berwajah tampan itu belum juga menginjakkan kakinya di rumah sampai detik ini. Beberapa kali aku mengecek ponsel untuk melihat aktif tidaknya Mas Akbar di dunia Maya, dan siapa sangka ternyata suamiku itu masih terlihat aktif di laman I*******m dan nomer wa-nya. Aku meletakkan gelas berisi kopi yang kuminum, rasanya begitu manis untuk dikatakan kopi. Suasana hatiku juga masih belum terlalu baik dan aku merasa sangat tidak nyaman berada terus menerus di rumah sendirian. Saat ingin merebahkan tubuhku di sofa, terdengar suara mobil memasuki pekarangan rumah. Sepertinya itu adalah Mas Akbar. Dan benar saja, saat pintu rumah terbuka, sosok tubuh yang kukenal melangkah masuk ke dalam rumah.Aku membuang pandangan saat kedua mata kami bertemu. Melihat wajah Mas Akbar kembali terbayang saat aku meminta untuk dibuatkan pesta, namun tak kunjung dijawab dan ditinggal begitu saja."Aku suda
Napas yang sengaja kutahan berhembus. "Benarkah?" Suaraku terdengar tak yakin. Seperti kubuat-buat agar Mas Akbar terkecoh dengan sikapku.Mas Akbar mundur selangkah demi bisa menatapku dengan tatapan mata penuh kekesalan."Kau sudah mulai berubah, Mawar. Sikapmu yang dulu hangat sekarang berubah sedingin salju. Kau juga tidak pernah sekalipun bertanya tentang hari-hari yang kulewati beberapa hari ini. Kau asyik dengan kehidupan barumu untuk mengurus restoran dengan Abian. Dan sekarang, ada foto-foto yang memperlihatkan kemesraan kalian. Apakah itu semua wajar?"Aku tertawa "Ya, tapi sayangnya aku tak tahu apakah itu wajar atau tidak. Karena aku juga tidak tahu apa yang ada didalam hatimu, Mas. Kalau kau mengatakan aku berubah, cobalah bercermin pada diri sendiri. Bahkan kau tak pernah lagi mengajakku untuk makan malam di setiap malam Minggu. Alasannya adalah pekerjaan. Aku diam bukan berarti bodoh, jadi jangan lempar batu sembunyi tangan."Mas Akbar mendesah, " Oke, maafkan aku." Ia
Abian tersenyum masam. Bayangan wajah Mawar masih saja terus bersemayam dalam kepalanya. Penolakan wanita itu tak pernah menggoyahkan komitmen yang kuat dan merupakan batu semangat juangnya untuk mendapatkan wanita pujaannya itu.Abian kembali meneguk kopi luwak favoritnya. Rasanya begitu menenangkan hati dan pikirannya."Kenapa kau masih disini!" Abian terkejut saat menyadari Aslan datang dengan membanting pintu ruangannya."Apa kau mau aku hajar berani-beraninya…" Abian tak melanjutkan perkataannya. Hidungnya mencium bau terbakar dan ia baru menyadari ada kepulan asap di sekitarnya. "Ayo keluar sekarang!" Aslan tampak tak sabar dan hal itu membuat otak Abian berpikir cepat bahwa ada yang tak beres terjadi di kantornya."Lewat tangga darurat!" teriak Aslan memberikan instruksi.Abian mengikuti langkah kaki Aslan yang terbilang cukup cepat. Pria itu setengah berlari dan Abian baru sadar bahwa kali ini mereka sedang melawan ganasnya jilatan api yang sudah mulai merembet kemana-mana. T
Sekarang, kamu sedang duduk berempat di sebuah cafetaria yang lumayan jauh dari perusahaan Abian. Beberapa saat lalu, polisi mengatakan bahwa kebakaran yang terjadi disebabkan oleh korsleting listrik dan hal itu membuat diriku maupun Abian ragu. Sudah seminggu semenjak kejadian kebakaran yang membuat kerugian lumayan besar pada keuangan perusahaan Abian, namun pria itu sama sekali tidak menampakkan wajah gelisah sedikitpun.Aku yang tak sengaja bertemu dengan ketiga orang yang kukenal ini terpaksa harus ikut serta karena permintaan Siti."Jadi, apa yang kau dapatkan?" Abian memandang kearah Aslan yang sedang sibuk dengan ponselnya."Kecurigaanku masih sama, ada orang dalam yang sengaja melakukannya." Jawab Aslan yang masih asyik melihat layar ponselnya.Abian memandang tak suka saat Aslan terlihat lebih memilih melihat layar ponsel ketimbang harus menatapnya."Apa lebih baik aku pergi saja?" bisikku pada Siti. Gadis cantik itu menggeleng tak suka karena permintaanku.Aku hanya dapat t
"Seperti biasa, Papamu selalu makan masakan yang mama buat. Tapi, hari ini Papa mendapatkan surprise yang mengatasnamakan mama.""Mawar masih bingung dengan penjelasan mama…" Dengan hati yang masih belum bisa menerima kenyataan bahwa papaku berada di rumah sakit karena campur tangan manusia tak bertanggung jawab, Mama mengelus lembut kepalaku dan mencoba untuk menenangkan diriku yang pastinya sudah terlihat panik luar biasa. Niat hati ingin menenangkan Mama, justru dirikulah yang tak dapat mengendalikan diri."Kau paham sayang, tapi kau mencoba menepis semua hal yang Mama katakan. Mama sudah menyuruh seseorang untuk menyelidiki hal ini. Kau tenang saja," aku merengkuh tubuh Mama berharap agar rasa yang membuat hatiku sakit ini sedikit menghilang."Sudah, tidak apa. Papamu pasti akan sehat kembali." Ucap Mama sambil terus mengelus lembut kepalaku. Rasanya damai sekali.***"Kalau begitu, aku akan menjenguk Papa mertuaku." Ucap Akbar saat sedang menyantap makanan di sebuah restoran ber
"Apa maksudmu mengatakan hal itu padaku?" Mas Akbar terlihat tidak suka dengan pernyataan yang aku katakan."Bukankah ini perbuatanmu Mas?"Mas Akbar mendengus kesal mendengar hal itu."Aku tidak melakukan apa-apa Mawar, jadi jangan sembarangan menuduhku."Aku ingin mengatakan sesuatu, namun hal itu tidak dapat aku lakukan karena kedatangan Mama bersama dengan Ayah mertuaku. Keduanya nampak begitu serius menatap ke arah kami."Mawar, ayo cium tangan Ayah mertuamu." Ucapan Mama membuatku tersadar dari lamunanku.Walaupun sedikit ragu, Segera aku mencium telapak tangan Ayah mertuaku. Suasana terasa begitu menegangkan saat Ayah mertuaku menatap kearah Abian."Abian. Lama tidak bertemu, apa kabarmu?"Abian mengambil langkah sejajar dengan diriku. Pria itu terlihat menatap wajah Sandy dengan tatapan dinginnya."Lama tidak berjumpa," jawab Abian terdengar dibuat-buat."Apakah Papamu sudah sadar, sayang?" Mama berjalan mendekati diriku dan berusaha memisahkan tubuhku yang berada tepat di samp