Napas yang sengaja kutahan berhembus. "Benarkah?" Suaraku terdengar tak yakin. Seperti kubuat-buat agar Mas Akbar terkecoh dengan sikapku.Mas Akbar mundur selangkah demi bisa menatapku dengan tatapan mata penuh kekesalan."Kau sudah mulai berubah, Mawar. Sikapmu yang dulu hangat sekarang berubah sedingin salju. Kau juga tidak pernah sekalipun bertanya tentang hari-hari yang kulewati beberapa hari ini. Kau asyik dengan kehidupan barumu untuk mengurus restoran dengan Abian. Dan sekarang, ada foto-foto yang memperlihatkan kemesraan kalian. Apakah itu semua wajar?"Aku tertawa "Ya, tapi sayangnya aku tak tahu apakah itu wajar atau tidak. Karena aku juga tidak tahu apa yang ada didalam hatimu, Mas. Kalau kau mengatakan aku berubah, cobalah bercermin pada diri sendiri. Bahkan kau tak pernah lagi mengajakku untuk makan malam di setiap malam Minggu. Alasannya adalah pekerjaan. Aku diam bukan berarti bodoh, jadi jangan lempar batu sembunyi tangan."Mas Akbar mendesah, " Oke, maafkan aku." Ia
Abian tersenyum masam. Bayangan wajah Mawar masih saja terus bersemayam dalam kepalanya. Penolakan wanita itu tak pernah menggoyahkan komitmen yang kuat dan merupakan batu semangat juangnya untuk mendapatkan wanita pujaannya itu.Abian kembali meneguk kopi luwak favoritnya. Rasanya begitu menenangkan hati dan pikirannya."Kenapa kau masih disini!" Abian terkejut saat menyadari Aslan datang dengan membanting pintu ruangannya."Apa kau mau aku hajar berani-beraninya…" Abian tak melanjutkan perkataannya. Hidungnya mencium bau terbakar dan ia baru menyadari ada kepulan asap di sekitarnya. "Ayo keluar sekarang!" Aslan tampak tak sabar dan hal itu membuat otak Abian berpikir cepat bahwa ada yang tak beres terjadi di kantornya."Lewat tangga darurat!" teriak Aslan memberikan instruksi.Abian mengikuti langkah kaki Aslan yang terbilang cukup cepat. Pria itu setengah berlari dan Abian baru sadar bahwa kali ini mereka sedang melawan ganasnya jilatan api yang sudah mulai merembet kemana-mana. T
Sekarang, kamu sedang duduk berempat di sebuah cafetaria yang lumayan jauh dari perusahaan Abian. Beberapa saat lalu, polisi mengatakan bahwa kebakaran yang terjadi disebabkan oleh korsleting listrik dan hal itu membuat diriku maupun Abian ragu. Sudah seminggu semenjak kejadian kebakaran yang membuat kerugian lumayan besar pada keuangan perusahaan Abian, namun pria itu sama sekali tidak menampakkan wajah gelisah sedikitpun.Aku yang tak sengaja bertemu dengan ketiga orang yang kukenal ini terpaksa harus ikut serta karena permintaan Siti."Jadi, apa yang kau dapatkan?" Abian memandang kearah Aslan yang sedang sibuk dengan ponselnya."Kecurigaanku masih sama, ada orang dalam yang sengaja melakukannya." Jawab Aslan yang masih asyik melihat layar ponselnya.Abian memandang tak suka saat Aslan terlihat lebih memilih melihat layar ponsel ketimbang harus menatapnya."Apa lebih baik aku pergi saja?" bisikku pada Siti. Gadis cantik itu menggeleng tak suka karena permintaanku.Aku hanya dapat t
"Seperti biasa, Papamu selalu makan masakan yang mama buat. Tapi, hari ini Papa mendapatkan surprise yang mengatasnamakan mama.""Mawar masih bingung dengan penjelasan mama…" Dengan hati yang masih belum bisa menerima kenyataan bahwa papaku berada di rumah sakit karena campur tangan manusia tak bertanggung jawab, Mama mengelus lembut kepalaku dan mencoba untuk menenangkan diriku yang pastinya sudah terlihat panik luar biasa. Niat hati ingin menenangkan Mama, justru dirikulah yang tak dapat mengendalikan diri."Kau paham sayang, tapi kau mencoba menepis semua hal yang Mama katakan. Mama sudah menyuruh seseorang untuk menyelidiki hal ini. Kau tenang saja," aku merengkuh tubuh Mama berharap agar rasa yang membuat hatiku sakit ini sedikit menghilang."Sudah, tidak apa. Papamu pasti akan sehat kembali." Ucap Mama sambil terus mengelus lembut kepalaku. Rasanya damai sekali.***"Kalau begitu, aku akan menjenguk Papa mertuaku." Ucap Akbar saat sedang menyantap makanan di sebuah restoran ber
"Apa maksudmu mengatakan hal itu padaku?" Mas Akbar terlihat tidak suka dengan pernyataan yang aku katakan."Bukankah ini perbuatanmu Mas?"Mas Akbar mendengus kesal mendengar hal itu."Aku tidak melakukan apa-apa Mawar, jadi jangan sembarangan menuduhku."Aku ingin mengatakan sesuatu, namun hal itu tidak dapat aku lakukan karena kedatangan Mama bersama dengan Ayah mertuaku. Keduanya nampak begitu serius menatap ke arah kami."Mawar, ayo cium tangan Ayah mertuamu." Ucapan Mama membuatku tersadar dari lamunanku.Walaupun sedikit ragu, Segera aku mencium telapak tangan Ayah mertuaku. Suasana terasa begitu menegangkan saat Ayah mertuaku menatap kearah Abian."Abian. Lama tidak bertemu, apa kabarmu?"Abian mengambil langkah sejajar dengan diriku. Pria itu terlihat menatap wajah Sandy dengan tatapan dinginnya."Lama tidak berjumpa," jawab Abian terdengar dibuat-buat."Apakah Papamu sudah sadar, sayang?" Mama berjalan mendekati diriku dan berusaha memisahkan tubuhku yang berada tepat di samp
Kenyataan bahwa Mas Akbar dan Abian datang bersamaan merupakan hal yang tidak wajar. Kedua pria itu terlihat duduk di Sofa yang berbeda tapi tetap menghadap ke arahku. "Katakan, apa yang membuat kalian datang kemari?" tanyaku penasaran."Bukankah wajar bagiku datang untuk menjenguk Papa mertuaku?" Mas Akbar mengulas Senyuman mencoba untuk menarik perhatianku."Abian?""Ada hal yang ingin aku sampaikan soal Restoran." jawab Abian dengan wajah datarnya."Mas Akbar, jika kau ingin menjenguk Papa, langsung saja ke kamar kebetulan Mama juga sedang bersama dengan Papa.""Lalu, kau akan berduaan dengan Abian?""Sudahlah Mas, jangan mulai lagi. Sebenarnya kau ingin bertemu dengan Papa atau tidak?" ucapku yang mulai tak sabar dengan sikap kekanakan Mas Akbar. Selalu saja mencari-cari kesalahan diriku dengan dikaitkan pada Abian. Padahal aku tahu dialah pelaku perselingkuhan yang membuat rumah tangga kami berantakan."Baiklah, tapi kalian disini saja. Jangan meninggalkan diriku dengan alasan a
Sekarang, aku memaksakan diri untuk menatap kertas fotocopy perjanjian Pranikah yang telah ditandatangani oleh Papa. Betapa bodohnya dulu diriku mau saja melakukan hal bodoh seperti ini. Dalam surat perjanjian itu, bukan hanya tanda tangan Papa saja, melainkan dari pihak keluarga Mas Akbar. Mungkin, diluar sana pasangan yang melakukan perjanjian seperti ini hanya membutuhkan tanda tangan pasangan suami istri, tidak dengan surat perjanjian pranikah aku dan Mas Akbar. Karena ini menyangkut bisnis keluarga, Kedua orang tua kami yang menandatangani kontrak perjanjian ini. Dan betapa naifnya diriku yang melupakan hal ini.Flashback on"Apa kau lupa?" Papa mengubah posisi tubuhnya agar bisa bersandar pada kepala Ranjang rumah sakit."Apa Pa?" kataku penasaran dengan hal yang ingin diucapkan oleh Papa."Sampai kapanpun kau tidak bisa menuntut cerai pada Akbar."Aku mencoba untuk meresapi pernyataan yang baru saja membuat telingaku berdenging dan dadaku terasa begitu nyeri. Walaupun belum sep
Deretan peristiwa yang terjadi membuat diriku semakin yakin bahwa hal ini adalah murni perbuatan orang yang tak suka dengan kehidupanku. Walaupun Abian telah mengatakan bahwa yang mencoba melukai Papa adalah orang yang berbeda, namun tetap saja hal itu masih menjadi tanda tanya."Mawar…"aku melihat kearah Siti yang saat ini tersenyum kearahku. Wajahnya terlihat pucat dan itu sangat membuatku begitu khawatir."Apa yang terjadi, kenapa bisa sampai begini?"Siti menggeleng lemah."Aku yang salah, kau jangan terlalu banyak berpikir. Ini murni kecelakaan.""Di saat Papaku pulang dari rumah sakit? Lalu, siapa lagi besok? Apakah aku?" tanyaku penasaran sambil terus menggenggam erat tangan Siti, berusaha untuk tetap tegar dengan keadaan ini."Mawar, kau tidak salah. Jangan menyalahkan diri sendiri."aku menundukkan wajah, rasanya beban ini begitu berat bagiku. Niat hati ingin merusak hubungan Mulan dan Suamiku, nyatanya bukan mereka yang merasakan kesakitan tapi diriku yang harus menanggung